Latihan anti teror prajurit Kodam Jaya. (Foto: kodam-jaya.mil.id)
4 Agustus 2009, Jakarta -- Kasus bom di Hotel Marriott dan Ritz-Carlton, mendorong Komando Daerah Militer Jakarta Raya (Kodam Jaya) mengaktifkan kembali desk antiteror. Satuan itu bertugas memberikan pencatatan, evaluasi, dan analisis cepat tentang segala informasi yang berkaitan dengan terorisme di Ibu Kota Jakarta.
"Sehingga ancaman bisa diprediksi secara lebih tajam," kata Asisten Pengamanan Kepala Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal Hendardji Supandji seusai ceramah "Anatomi Terorisme Global dan Nasional" di Markas Kodam Jaya, Cililitan, Jakarta Timur, kemarin. Menurut dia, desk antiteror itu akan mengumpulkan informasi hingga tingkat terendah, bintara pembina desa atau babinsa, yang ada di tingkat kelurahan.
Untuk itu, Hendardji membeberkan segala informasi yang berkaitan dengan terorisme, dari sistem perekrutan hingga hubungannya terhadap masalah global, di depan 328 perwakilan babinsa se-Jakarta, pimpinan satuan di jajaran Kodam Jaya, dan jajaran intelijen yang bertugas di Ibu Kota. "Sistem lapor cepat, deteksi dini, dan cegah harus diterapkan," katanya.
Robot penjinak bom beraksi dalam latihan anti teror Kodam Jaya. (Foto: kodam-jaya.mil.id)
Desk yang berpusat di Markas Kodam Jaya ini juga bertujuan membantu kepolisian dalam memberantas terorisme. "Apabila Polri meminta bantuan informasi, kami siap," katanya.
Hendardji menekankan pendekatan satuan ini berupa soft power. "Kekerasan yang dihadapi dengan kekerasan akan memunculkan kekerasan baru," ujarnya. Dengan pendekatan kemanusiaan, dia melanjutkan, radikalisme dapat dipadamkan.
Menurut Hendardji, pengaktifan kembali desk antiteror sesuai dengan Undang-Undang TNI, yang menyatakan salah satu tugas pokok tentara adalah mengatasi terorisme. Namun, ia memastikan tidak akan terjadi tumpang-tindih wewenang dengan kepolisian. "Itu tetap menjadi tugas polisi, sudah ada kotak-kotak (pembagian)-nya," kata Hendardji.
Berkaitan dengan itu, Panglima Komando Daerah Militer Jakarta Raya Mayor Jenderal TNI Darpito Pudyastungkoro juga meminta semua jajaran babinsa aktif mengawasi kegiatan warga di wilayah kelurahan mereka. "Untuk mempersempit ruang gerak terorisme dalam menjalankan aksinya," kata dia pada kesempatan yang sama.
Darpito mengatakan jaringan terorisme berbeda dengan musuh konvensional yang terlihat kasatmata. "Eksistensinya hanya dapat dibaca oleh kemampuan intelijen," ujarnya. Untuk itu para anggota babinsa diberikan pembekalan segala hal yang berkaitan dengan terorisme, dari karakteristik, sistem perekrutan, hingga hubungannya dengan permasalahan global.
Menurut Darpito, pengamanan Ibu Kota sangat vital mengingat perannya sebagai barometer bagi daerah lain di Indonesia. Pengeboman 17 Juli lalu, dia melanjutkan, telah merusak wibawa Indonesia di mata dunia.
Untuk mencegahnya, kata Darpito, mengutip pesan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam konferensi jarak jauh pada 30 Juli lalu, diperlukan peningkatan kinerja aparat kewilayahan. "Maka peran babinsa sebagai unit terdalam sangat penting," ujarnya.
TEMPO Interaktif
No comments:
Post a Comment