Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa bersiap memberikan keterangan pers terkait insiden saling tangkap yang melibatkan aparat Indonesia dan Malaysia di perairan Tanjung Barikat, Bintan, yang terjadi Jumat 13 Agustus 2010 di Kantor Kemenlu, Jakarta, Rabu (18/8). Menlu Marty memastikan insiden antara petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Polis Marine Malaysia benar terjadi di wilayah perairan Indonesia dengan bukti pengecekan koordinat dan selanjutnya Pemerintah Indonesia secara resmi melayangkan Nota Protes kepada pemerintah Malaysia. Selama 2010 Indonesia sudah menyampaikan nota protes ke Malaysia sebanyak 10 kali atas pelanggaran yang dilakukan negeri Jiran itu. (Foto: ANTARA/Andika Wahyu/hm/mes/10)
18 Agustus 2010, Jakarta -- Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengakui menyelesaikan masalah tapal batas, terutama wilayah laut, bukanlah perkara mudah. Apalagi menyangkut wilayah perairan luar Pulau Bintan dan Batam. Masalahnya lebih kompleks karena juga menyangkut Singapura.
"Indonesia sebenarnya siap setiap saat berunding. Kemarin siap, hari ini siap, besok siap, Malaysia-nya yang belum siap. Kenapa tidak siap? Makanya kami dorong mereka ke meja perundingan," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam jumpa pers di Kemenlu, Jalan Pejambon, Rabu 18 Agustus 2010.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa (kiri) didampingi Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Hamzah Thayeb (Foto: ANTARA/Andika Wahyu/hm/mes/10)
Dalam kasus perbatasan laut di perairan luar Bintan dan Batam, kata Marty, sebetulnya, Singapura dan Malaysia sudah membawanya ke Mahkamah Internasional tahun 2002 lalu. Perundingan itu menyangkut kepemilikan dua pulau di kawasan tersebut, yakni Middle Rock dan South Ledge. Namun sampai saat ini belum jelas, siapa pemilik South Ledge, Singapura atau Malaysia. Masalah inilah yang menghambat penyelesaikan garis batas laut antara tiga negara di wilayah itu.
Sementara secara nasional, kata Marty, untuk masalah perbatasan laut, Indonesia tidak hanya berhadapan dengan Malaysia. Ada sembilan negara berdaulat lainnya yang 'lautnya' bersinggungan dengan laut Indonesia. Di antaranya, India, Filipina, Thailand, Singapura, Vietnam dan Australia. "Dari 10 itu, kita tidak berdiam diri. Kita terus bekerja, yang sudah diselesaikan dengan Malaysia di Selat Malaka," kata Marty.
Dengan Singapura, Indonesia sudah menyelesaikan batas laut di Selat Singapura, yakni segmen tengah dan barat. Sementara dengan Papua Nugini, diselesaikan perbatasan di segmen utara, landas kontinen dan zona ekonomi ekslusif (ZEE). Australia di laut Arafuru, selatan Pulau Rote, Samudera India dan ZEE. Dengan India menyangkut perbatasan di daerah laut Andaman. Sedangkan dengan Thailand di sebelat utara laut Andaman.
Total seluruhnya, kata dia, ada 16 perjanjian batas laut. Penyelesaian semua masalah ini dilakukan lewat proses perundingan, bukan klaim unilateral. "Karena ini memang hubungan negara berdaulat. Memang ada yang belum terselesaikan dengan Malaysia," katanya.
Selain perairan luar Pulau Bintan dan Batam, yang belum diselesaikan dengan Malaysia menyangkut ZEE di Laut China Selatan dan ZEE di laut Sulawesi. "Masalah ini memang tidak bisa diselesaikan begitu saja. Saya sendiri siap memberikan data-data," katanya.
VIVAnews
No comments:
Post a Comment