Pemerintah Indonesia berencana melengkapi satu skuadron penuh Sukhoi. (Foto: Reuters)
02 Desember 2010, Jakarta -- Pengadaan barang dan jasa TNI yang mencakup pengadaan sistem alat utama sistem persenjataan (alutsista) dengan anggaran mencapai Rp47,5 triliun di APBN, masih belum diproses di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Panglima TNI Agus Suhartono di Jakarta, Kamis (2/12) mengungkapkan, sebagian pengadaan barang dan jasa telah dilaporkan. Tetapi, pengadaan barang dan jasa melalui sistem online (E-procruitment) masih terkendala. "Sistem E-Procruitment yang akan dilakukan mempunyai kendala tersendiri, yang baru bisa dilaporkan ke KPK adalah sistem pengadaan barang yang tidak tercakup kepada E-procruitment", kata Agus saat jumpa pers di Balai Samudra.
Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tahun 2011 mendapatkan alokasi anggaran Rp47,5 triliun atau sekitar 3,86 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011. Sistem E-Procruitment ini merupakan rancangan yang bekerja sama dengan Kementrian Pertahanan.
Saat wawancara Agus menjelaskan E-procruitement terdiri dari dua pengadaan. Yaitu E-procruiment untuk barang/jasa dan pengadaan untuk sistem alutsista. "E-procruitment itu baru mulai kita lakukan. Kita menggunakan sistem yang menggunakan IT ini untuk transparansi", kata Agus.
Sistem yang baru ini sudah tidak menggunakan rekanan lagi, tetapi menggunakan pabrikan. Panglima TNI menjelaskan sistem E-procruitment memiliki kesulitan yang lebih tinggi karena bisa menggunakan lebih dari 10 komputer untuk operasi pengadaan barang, jasa, dan alutsista di TNI. Agus juga mengaku sistem ini baru bisa di back up secara manual, karena apabila diberlakukan sistem IT kepada semua pengadaan, akan membuat blank pada seluruh sistem.
"Saya lebih suka langsung dengan pabrikan daripada lewat rekanan. Namun harus didukung lewat peraturan perundangan", lanjut Agus menjelaskan.
Sementara itu saat ditanyai mengenai pelaporan pelaksanaan kepada Komisi Pemberantas Korupsi, Agus mengaku pemeriksaan APBN diserahkan kepada BPK terlebih dahulu. "Kita adalah pengguna APBN apabila KPK ingin memeriksa. Kalau ada indikasi korupsi pada proses ini barulah KPK masuk. Tetapi kalau pemeriksaan yang terkait dengan APBN, BPK yang yang pertama bertindak," ungkap Agus.
MI.com
No comments:
Post a Comment