Tuesday, June 23, 2009

Tolak Ambalat Masuk MI

10 Juli 2009, Semarang -- Presiden SBY menelpon PM Malaysia Najib Razak terkait persoalan Ambalat, Selasa (9/6) siang. Usai menghubungi PM Najib Razak, SBY menggelar jumpa pers di Hotel Gumaya, Semarang. 'Pembicaran itu berlangsung pukul 12.00 WIB, intinya, saya berharap agar perundingan, solusi yang kita pilih untuk menyelesaikan perbedaan terhadap perbatasan laut di wilayah Ambalat itu bisa berjalan lebih cepat, efektif dan lebih kondusif,' ujar SBY. (Foto: detikFoto/Abror Rizki/Setpres)

24 Juli 2009, Jakarta -- Pemerintah Indonesia menolak campur tangan lembaga internasional dalam penyelesaian sengketa perbatasan blok Ambalat dengan Malaysia. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan bakal mempertahankan Ambalat dengan segala kekuatan yang ada.

Menurut SBY, Ambalat berbeda dengan Sipadan dan Ligitan yang telah jatuh ke tangan Malaysia.

’’Kasus Sipadan dan Ligitan dulu diserahkan kepada Mahkamah Internasional, sedangkan Ambalat tidak pernah kita berikan kepada siapa-siapa. Sebab, kita punya keyakinan bahwa wilayah itu adalah wilayah Indonesia,’’ kata SBY saat membuka Rapat Pimpinan Nasional Pemuda Pancamarga di Jakarta kemarin.

Dalam penyelesaian Ambalat, pemerintah memilih perundingan secara intensif, tanpa membawa ke Mahkamah Internasional (MI).

’’Dengan catatan, kedaulatan adalah harga mati. Diplomasi itu pilihan, bukan ragu-ragu, bukan tidak tegas,’’ ujarnya.

SBY mengatakan, Indonesia dan Malaysia sama-sama sepakat tidak memilih jalan peperangan dalam menyelesaikan kasus Ambalat.

’’Tapi, kita rasional, yang penting tidak ada satu meter pun wilayah kita lepas,’’ tandasnya.

Perang, lanjut SBY, akan menghabiskan anggaran ratusan triliun setiap tahun. Belum lagi korban jiwa berjatuhan dari kedua pihak.

’’Dunia internasional juga pasti mempertanyakan mengapa kita berperang antarnegara ASEAN,’’ tambah SBY.

Cara diplomasi, menurut SBY, dipandang lebih bermartabat. Pemerintah, lanjut SBY, sangat serius menangani Ambalat. ’’Ini akuntabilitas seorang presiden kepada konstitusi, negara, sejarah, dan kepada masa depan,’’ ujar SBY.

Ke Perbatasan

Belum tuntasnya masalah perbatasan, dan krisis di Blok Ambalat, Nunukan, serta berbagai pelecehan yang diterima TKI di Malaysia, membuat anggota DPD RI gerah. Empat anggota DPD asal Kaltim yang tergabung dalam Pansus Perbatasan DPD RI, hari ini akan bertolak keempat lokasi di perbatasan. Yakni, Tarakan, Kerayan, Nunukan, dan Sebatik. Tujuannya, untuk memantau daerah-daerah yang berdekatan dengan Malaysia.

Sebelum itu, pada Selasa (23/6) kemarin, pansus ini bertemu dengan Pangdam VI/Tanjungpura Mayjen Tono Suratman, di Makodam VI/Tpr, Balikpapan.

“Banyaknya kasus dengan negeri jiran (Malaysia) menunjukan tetangga kita ini tak ada itikad baik dengan Indonesia,” kata Luther Kombong, salah seorang anggota DPD asal Kaltim, kepada harian ini tadi malam.

Ia menjelaskan, pada pertemuan dengan Pangdam mulai pukul 10.00 Wita hingga 13.00 Wita itu, pihaknya mendengarkan pemaparan dari Kodam VI/Tpr tentang penanganan kasus Ambalat dan kawasan perbatasan lainnya. Mengingat, kata dia, perbatasan di wilayah Kalimantan sangat panjang. Seperti diketahui, di Kaltim saja panjang perbatasan 1.000 kilometer, ditambah Kalbar yang mencapai 2.400 kilometer.

“Memang kita tahu, TNI kita tentu dalam kondisi apa pun pasti sudah siap untuk berperang mempertahankan NKRI,” ujarnya.

Karena itu, jelasnya, untuk program jangka panjang, mengurangi krisis klasik perbatasan harus ada perundingan bilateral antara Indonesia-Malaysia. Mengingat, sebagai negara anggota ASEAN, dalam menghadapi konflik perlu dilakukan negosiasi antara kedua negara. Langkah ini diambil tentu untuk menghindari pecahnya perang antara negara serumpun ini.

Di sisi lain, ia menambahkan, harus ada evaluasi internal dalam negeri secara komprehensif. Pada pertemuan yang juga dihadiri perwakilan dari Pemprov Kaltim tersebut, ia juga meminta Pemerintah Pusat dan daerah memperhatikan perekonomian warga perbatasan. Misalnya, untuk program jangka panjang, ia merekomendasi agar ada pembangunan yang serius dan berkesinambungan di perbatasan.

“Jadi pembangunan di perbatasan itu jangan hanya lip service aja dari pemerintah pusat dan daerah,” urainya. Misalnya, tambah dia, untuk pembangunan pulau terluar, pemerintah bisa melakukan mobilisasi warga untuk tinggal di kawasan tersebut. Tentu dibarengi pembangunan infrastruktur dan penyediaan pasokan kebutuhan yang sesuai. Selain itu, bagi warga perbatasan yang bermata pencaharian sebagai nelayan, pemerintah bisa menyediakan kapal dan alat pencari ikan yang canggih. Bahkan, harus juga dilengkapi GPS. Dengan demikian, jika terjadi pelanggaran oleh Malaysia bisa langsung berkoordinasi dengan tentara Indonesia.

Ia juga menyarankan kepada pemerintah, untuk menyetop pengiriman TKI ke Malaysia. Karena, kasus pelecehan dan tindak kriminal terhadap TKI di negeri tetangga itu tak pernah tuntas. Mengingat, sudah sejak lama, TKI di negara pimpinan Najib Tun Razak itu mendapat perlakuan tak manusiawi. Seperti, penyiksaan yang dialami Siti Hajar.

Tim, jelasnya, juga meminta pemerintah untuk menghentikan pemberian izin perkebunan dan HPH kepada pengusaha asal Malaysia.

Terpisah, Kepala Penerangan Kodam VI/Tpr Letkol Czi Bagus Antonov Hardito mengatakan, pertemuan antara Pangdam dengan Pansus Perbatasan hanya sebatas audiensi antara kedua lembaga itu. Karena, kata dia, besok (hari ini) rombongan akan bertolak ke Kaltim bagian utara.

“Mereka akan mengecek perbatasan, tapi sebelumnya bertemu dulu dengan Pangdam untuk mendengar pemaparan tentang kondisi di perbatasan,” kata dia via telepon seluler.

KALTIM POST

No comments:

Post a Comment