Tuesday, November 2, 2010

Pesawat Tempur: Membangun Semangat Nasionalisme, Mengatasi Ketergantungan

Jet tempur Sukhoi dan F-16 TNI AU membentuk formasi saat memeriahkan HUT TNI di Jakarta, 9 April 2010. (Foto: Getty Images)

3 Nopember 2010 -- Deru pesawat-pesawat tempur TNI Angkatan Udara terjadi pada Hari Ulang Tahun TNI Tahun 2010 membuat kita semangat. Semangat dalam arti menimbulkan keinginan yang menggebu dan membara dalam hati untuk suatu saat ke depan wilayah dirgantara Indonesia dipenuhi oleh pesawat-pesawat tempur.

Memang benar sebuah negara memerlukan pesawat tempur untuk mempertahankan kedaulatan. Tidak dipungkiri bahwa pesawat tempur juga bukan alat untuk dapat menguasai wilayah (pendudukan). Pesawat Tempur adalah alutsista untuk menembak jatuh pesawat-pesawat lawan dan juga menghancurkan atau melemahkan kekuatan lawan (Center of gravity) sehingga pasukan sendiri dapat dengan leluasa melakukan manuver-manuver baik di darat maupun di laut tanpa mendapat gangguan dari kekuatan lawan dari udara (keunggulan udara). Oleh karenanya negara memerlukan kekuatan udara (air power) yang kuat baik dari segi jumlah dan kemampuannya.

Mahal dan ketergantungan


Pesawat Tempur dalam perkembangannya sangat pesat sehingga makin lama teknologi sangat sulit dikejar. Kemajuan teknologi ini berakibat kepada mahalnya sebuah pesawat tempur. Sebagai pembanding sebuah pesawat B-737 800 series seharga 45 juta USD. Sedangkan sebuah pesawat tempur generasi ke IV berkisar antara USD 50 juta sampai dengan USD 75 juta. Oleh karena itu negara harus menyediakan anggaran yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan ini. Kita tahu bahwa negara kita sedang memfokuskan kepada kekuatan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat tanpa mengabaikan faktor keamanan dan pertahanan Negara, sehingga kebutuhan pesawat tempur tidak dapat dipenuhi secara ideal.

Selain mahal harganya, hanya negara-negara maju dan menguasai teknologi yang mampu membuatnya, sehingga negara-negara pengguna sangat tergantung kepada negara-negara pembuat. Pesawat Tempur kadangkala digunakan oleh suatu Negara pembuat untuk mengendalikan negara lain sesuai dengan kepentingan politiknya. Oleh karenanya negara-negara pengguna tidak leluasa lagi untuk menggunakan alutsista tersebut untuk kepentingan pertahanan negaranya.

Semangat nasionalisme


Kita memang patut berbangga sebagai anak bangsa melihat modernisasi alutsista TNI, termasuk didalamnya kebanggaan terhadap pesawat tempur yang memiliki kemampuan dan teknologi mutakhir yang memperkuat TNI AU dalam menjaga kedaulatan wilayah udara Indonesia serta menjaga martabat bangsa di kawasan. Namun demikian, hendaklah disadari bahwa kebanggaan ini tidaklah menjadi kebanggaan selamanya yang hanya dapat menggunakan alutsista kita dari hasil produksi negara lain. Bangsa kita bertekad dan memang tidak ingin bergantung dengan negara lain dalam pemenuhan kebutuhan alutsista, dimana sering membawa implikasi kepentingan negara pembuat dalam penggunaannya, seperti pengalaman yang lalu bila terjadi embargo akan sangat berpengaruh terhadap kepentingan strategis pertahanan bangsa dan negara.

Disisi lain, penggunaan produk dalam negeri (local content) akan dapat mendukung tercapainya kemandirian bangsa Indonesia dalam hal pengadaan alutsista dimasa mendatang. Kita harus mampu secara mandiri ataupun kerja sama dengan negara lain untuk membuat pesawat tempur canggih yang mampu memenuhi kebutuhan secara optimal untuk menjaga kedaulatan NKRI.

Untuk jangka panjang, memproduksi alutsista buatan negeri sendiri memberikan nilai yang tinggi bagi penanaman jiwa nasionalisme dan kebanggaan anak bangsa yang mencintai Tanah Air. Mereka yang diwariskan dengan industri pertahanan yang handal akan merasa bangga bahwa Indonesia sudah mampu memproduksi pesawat tempur yang mutakhir, kapal perang, kapal selam, tank, rudal dan arsenal lainnya. Kondisi ini akan memberikan semangat bertanah air yang tinggi dan menumbuhkan fighting spirit anak bangsa dalam membela tanah airnya, sehingga hal ini dapat dimanfaatkan sebagai daya tangkal yang tinggi bagi negara lain.

Mengenai efek penggentar (deterrent effect), ini adalah konsep abstrak yang tidak sepenuhnya ditentukan oleh teknologi yang tinggi. Suatu negara apabila memiliki kekuatan militer yang tidak bisa diketahui oleh negara lain, maka itu sudah cukup untuk menjadi efek penggentar, meskipun skalanya tentu akan berbeda-beda.

Apalagi kalau diketahui bahwa teknologi yang dipakai oleh negara itu sangat genuine, tidak bisa ditembus dan tidak bisa ditandingi. Semua negara produsen alusista selalu menyimpan suatu teknologi yang hanya dikuasai oleh negaranya sendiri dan tidak dijual ke negara lain. Hal ini salah satunya untuk antisipasi supaya dalam gelar kekuatan total, alutsista tersebut tidak bisa ditangkal oleh negara manapun.

Membangun industri pertahanan nasional sejatinya adalah menjaga supaya industri nasional tetap bekerja secara progresif. Di satu sisi, dapat memperkuat kemampuan pertahanan nasional.

Di sisi lain, dapat menjalankan roda perekonomian dengan efek bola salju yang mampu menghidupkan industri-industri lain dalam rantai produksinya, ataupun melahirkan industri-industri baru yang beragam. Secara makro, hal ini juga akan mendorong kemajuan teknologi yang lebih tinggi lagi, dan pada gilirannya akan menghasilkan efisiensi dan meningkatkan competitive advantage negara.

Keberhasilan untuk bersama

Sukhoi TNI AU. (Foto: RIA Novosti)

Dan inilah sebenarnya harapan dan kebanggaan kita terhadap kemandirian industri pertahanan dalam memenuhi kebutuhan alutsista demi menjaga kedaulatan dan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

Bahwa Indonesia adalah negara besar, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya dan kemampuan yang kita miliki asalkan bersatu bisa mewujudkan kemampuan bangsa dalam mewujudkan impian untuk memiliki pesawat tempur canggih produksi anak negeri.

Saat ini bangsa Indonesia telah mampu membuat pesawat angkut ringan, dan tidak mustahil kedepan kita juga akan meningkatkan kemampuan untuk memproduksi pesawat tempur yang berteknologi tinggi. Berbagai upaya telah kita lakukan untuk membangun industri pertahanan dalam negeri melalui pemberdayaan BUMN Industri Pertahanan dan industri swasta lainnya untuk menghasilkan alutsista produksi dalam negeri termasuk kerjasama dengan negara sahabat yang mempunyai semangat yang sama dan mau bekerja sama dengan kita untuk mewujudkan impian dan keinginan membuat pesawat tempur produksi dalam negeri, sehingga kedepan kita berkemampuan untuk memenuhi pesawat tempur.

Sejalan dengan itu semua, pada tanggal 7 Oktober 2010 adalah sidang pertama KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan) yang akan menentukan kearah mana Industri Pertahanan Indonesia akan dibangun. KKIP ini telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden No 42 Tahun 2010. KKIP ini sangat diharapkan untuk mampu mengkoordinasikan pelaksanaan dan pengendalian kebijakan nasional di bidang industri pertahanan. Selain itu untuk mendorong industri nasional yang berpotensi menjadi lebih professional, innovative, effective dan efficient serta terintegrasi dalam memenuhi kebutuhan alutsista dan nonalutsista, satu perangkat pengelolaan industri pertahanan dalam bentuk regulasi berupa peraturan perundang-undangan tentang revitalisasi industri strategis pertahanan dan keamanan nasional.

Dalam kerangka itulah kepada ahli-ahli rancang bangun pesawat bangsa Indonesia dimanapun saat ini berada untuk bersinergi bersama mewujudkan impian Bangsa Indonesia membangun kekuatan dalam memproduksi pesawat tempur sendiri. (Marsekal Madya TNI Eris Herryanto, MA; Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan)

Suara Karya

No comments:

Post a Comment