Pangkostrad Letjen AY Nasution bersama Wali Kota Solo Djoko Widodo saat mencoba mobil Esemka di Solo Techno Park, Rabu (1/2/2012). Ia akhirnya memesan 10 unit. (Foto: KOMPAS/Sri Rejeki)
1 Februari 2012, Solo: Komando Strategis Angkatan Darat memesan sebanyak 20 unit mobil Esemka yang merupakan karya para pelajar Sekolah Mengah Kejuruan (SMK) untuk mobil dinas kesatuan.
"Sebanyak 20 unit mobil Esemka yang kami pesan itu nantinya akan dimodifikasi lagi untuk disesuaikan dengan kebutuhan kendaraan militer. Warnanya juga tidak hitam seperti yang ada, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan militer yaitu warna hijau," kata Panglima Kostrad Letnan Jenderal TNI Azmyn Yusri Nasution yang didampingi Panglima Divisi II Kostrad Malang Mayjen TNI Ridwan dan Wali Kota Surakarta Joko Widodo (Jokowi) ketika meninjau perakitan mobil Esemka di Solo Technopak (STP), Rabu.
Pangkostrad juga mencoba dan menyetir sendiri mobil Esemka didampingi Jokowi. "Mobilnya enak dan bagus dan harganya murah. Kita harus bangga anak-anak bangsa telah bisa membuat mobil sendiri yang tidak kalah dengan buatan luar".
"Kami akan mempelopori di kesatuan TNI untuk menggunakan kendaraan buatan dalam negeri. Setelah itu kami juga berharap kesatuan lainnya seperti Angkatan Udara maupun Angkatan Laut juga mau memakai mobil buatan anak bangsa kita ini. Ya siapa lagi kalau gak kita yang pakai," katanya.
Pangkostrad mengatakan, bahwa mobil Esemka cukup bagus untuk mobil dinas karena medan yang akan ditempuh tidak terlalu berat
"Kami berharap pesanan mobil itu pada tanggal 6 Maret 2012 sudah bisa jadi. Paling tidak beberapa sudah jadi, agar bisa diserahkan pada Hari Ulang Tahun Kostrad pada tanggal tersebut," katanya.
Sumber: ANTARA News
Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Berita Militer Negara Sahabat
Tuesday, January 31, 2012
TNI AU Bantah Beli Pesawat Intai dari Israel
Pesawat nirawak produksi dalam negeri. (Foto: istimewa)
1 Februari 2012, Jakarta: Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Azman Yunus membantah TNI Angkatan Udara akan membeli pesawat intai dari Israel.
“ Bagaimana mau beli dari Israel, dengan negara tersebut saja tidak ada hubungan diplomatik," kata Azman Yunus kepada itoday, Rabu (1/1).
Menurut Azman Yunus, saat ini pihak TNI AU sudah memesan pesawat intai dari PT Dirgantara Indonesia (PT DI). " Yang ada, kita justru membeli pesawat dari PT DI," ungkapnya.
Azman juga menyangkal, pesawat intai yang akan dibeli itu produksi dari Israel tetapi dimiliki negara lain. "Itu tidak ada, kita selalu mengutamakan membeli dari produksi dalam negeri. Kalau yang menghembuskan TNI AU mau beli dari Israel, ditanyai saja," paparnya.
Ia juga tidak merinci besar biaya yang dikeluarkan untuk membeli pesawat intai dari PT DI. "Itu tergantung pemesanan kita, ada hitung-hitungannya," jelasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR RI, Mabes TNI mengutarakan keinginannya membeli pesawat intai dari Israel.
Sumber: Indonesia Today
1 Februari 2012, Jakarta: Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Azman Yunus membantah TNI Angkatan Udara akan membeli pesawat intai dari Israel.
“ Bagaimana mau beli dari Israel, dengan negara tersebut saja tidak ada hubungan diplomatik," kata Azman Yunus kepada itoday, Rabu (1/1).
Menurut Azman Yunus, saat ini pihak TNI AU sudah memesan pesawat intai dari PT Dirgantara Indonesia (PT DI). " Yang ada, kita justru membeli pesawat dari PT DI," ungkapnya.
Azman juga menyangkal, pesawat intai yang akan dibeli itu produksi dari Israel tetapi dimiliki negara lain. "Itu tidak ada, kita selalu mengutamakan membeli dari produksi dalam negeri. Kalau yang menghembuskan TNI AU mau beli dari Israel, ditanyai saja," paparnya.
Ia juga tidak merinci besar biaya yang dikeluarkan untuk membeli pesawat intai dari PT DI. "Itu tergantung pemesanan kita, ada hitung-hitungannya," jelasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR RI, Mabes TNI mengutarakan keinginannya membeli pesawat intai dari Israel.
Sumber: Indonesia Today
Perawatan Alutsista Memperpanjang Usia Pakai
1 Februari 2012, Surabaya: Pemandangan menarik setiap hari terjadi di beberapa kapal yang sandar atau lego di lingkungan Koarmatim. Seluruh ABK (Anak Buah Kapal), mulai pangkat perwira, bintara maupun tamtama, berkutat merawat dan bersih-bersih kapalnya. Kegiatan ini dilakukan setiap hari, tanpa henti dan berkesinambungan. Seperti pagi ini, Rabu (1/2), seluruh ABK melakukan pemeliharaan dan pembersihan kapal.
Ada satu alasan yang tidak bisa ditawar dalam kegiatan ini, yaitu memperpanjang usia kapal. Dengan merawat setiap hari, diharapkan kondisi peralatan tempur yang ada siap dioperasikan setiap saat. Pemeliharaan Alat Utama Sistim Persenjataan (Alutsista) berupa kapal-kapal perang dan perlengkapannya, menjadi tugas utama bagi setiap ABK ketika kapal tidak berlayar.
Perawatan dilaksanakan pada saat kapal sandar di dermaga mulai perawatan lambung kapal, geladak, persenjataan, radar, mesin dan ruangan-ruangan yang ada di dalam kapal. Tugas tersebut dilaksanakan oleh prajurit KRI sesuai dengan sektor dan bagian masing-masing yang memiliki tugas khusus dibidangnya seperti bagian bahari yang bertugas melaksanakan perawatan bangunan kapal mulai dari haluan sampai buritan, bagian komunikasi melaksanakan perawatan alat-alat komunikasi, bagian elektronika melaksanakan perawatan dan pemanasan alat-alat elektronika berupa radar senjata, radar navigasi, radar bawah air (Sonar) dan sebagainya.
Tehnologi kapal-kapal perang di Koarmatim bervariasi, sesuai dengan tahun dan pembuatan kapal. Kapal-kapal buatan baru, tentunya dilengkapi dengan teknologi dan persenjataan baru. Demikian juga kapal-kapal lama dilengkapi dengan teknologi dan persenjataan pada jamannya meskipun ada sebagian kapal lama yang di up-grade persenjataannya dengan senjata model baru. Untuk menjaga kondisi peralatan dan kapal perang tersebut dapat beroperasi dalam jangka waktu yang panjang, maka perawatan dan pemeliharaan harus dilaksanakan secara rutin.
Selain melaksanakan tugas tersebut, prajurit KRI juga melaksanakan latihan-latihan tempur yang dilaksanakan setiap hari, terutama latihan peran Penyelamatan Kapal (PEK) berupa latihan peran kebakaran dan kebocoran. Gladi tempur terus diasah dalam peran operatif, administratif, darurat dan peran khusus yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengukur sejauh mana kemampuan personel KRI dalam mengawaki peralatan di kapal sesuai dengan bagian masing-masing.
Kapal perang sebagai bagian dari komponen Sistim Senjata Armada Terpadu (SSAT) TNI AL, memilki tugas dan fungsi strategis dalam menjaga kedaulatan wilayah laut NKRI dan penegakan hukum di laut yurisdiksi nasional. Hal itu diperlukan kesiapan unsur-unsur KRI untuk mengemban tugas yang diberikan negara sewaktu-waktu diperlukan. Dengan pemeliharan dan perawatan yang rutin diharapkan semua unsur kapal perang dijajaran Koarmatim dapat melaksanakan tugas operasi laut setiap saat.
Sumber: Dispenarmatim
TNI Rebut Gelar Juara Bertahan Tiga Kalinya di BISAM 2012
1 Februari 2012, Brunei: Kemampuan dan keahlian tempur Tentara Nasional Indonesia (TNI) ternyata tidak kalah dengan tentara negara asing. Bahkan,TNI mampu membuktikan sebagai prajurit yang tangguh dalam ajang lomba tembak Brunei Internasional Skill Arms Meet (BISAM) 2012 di Brunei Darussalam.
Hampir semua cabang perlombaan dimenangi prajurit-prajurit TNI dengan torehan 82 medali emas,30 perak,dan 8 perunggu,serta 9 trofi. Gelar terbaik ini disabet TNI untuk yang ketiga kalinya dalam ajang empat tahunan tersebut. TNI yang mengirimkan kontingen 45 personel terdiri atas 28 atlet dan 17 personel pendukung itu berlomba pada 12–29 Januari 2012.Para personel TNI ini berada di bawah komando Kolonel Inf Raharyono. Menurut Raharyono, kontingen TNI berhasil memperoleh 82 medali emas,30 perak,dan 8 perunggu,serta 9 trofi dari nomor perorangan maupun beregu.
Raihan itu berasal dari nomor perorangan sebanyak 9 emas,7 perak,4 perunggu,dan 2 trofi, serta nomor beregu yang menyumbang 73 emas,23 perak,4 perunggu,dan 7 trofi. Atlet yang menyumbangkan medali terbanyak adalah Praka TNI Sugiono dengan delapan medali emas.Sugiono merupakan prajurit yang bergabung dengan TNI Angkatan Darat sejak 2003 dan kini berdinas di Yonif Linud 328 Kostrad,Cilodong. Raharyono yang sehari-hari menjabat sebagai Paban III/Latga Sops TNI ini mengungkapkan, materi lomba terdiri atas senapan,pistol, dan SO/GPMG.
”Dari 9 match yang dilombakan,kontingen TNI meraih 6 match pada posisi juara I dan 3 match pada posisi juara II,”ungkapnya. Selain lomba resmi,penembak pistol putri TNI juga menjadi yang terbaik dalam ekshibisi pistol putri baik untuk nomor perorangan maupun beregu.Lomba tembak internasional ini diselenggarakan setiap empat tahun sekali oleh Angkatan Bersenjata Diraja Brunei.”Tahun ini diikuti kontingen dari 10 negara, yaitu Inggris, Australia, Singapura, Kamboja, Oman, Pakistan, Malaysia, Vietnam, Brunei Darussalam,dan Indonesia,” paparnya.
Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono berpesan agar TNI tidak sombong dan lupa diri dengan prestasi yang sudah dicapai tiga kali berturut- turut tersebut. Sebaliknya, prestasi yang diraih harus menjadi pemicu untuk semakin giat berlatih,sehingga pada ajang mendatang tetap bisa tampil terbaik. Kepada para unsur pimpinan angkatan, Agus mengharapkan agar lebih mengoptimalkan pembinaan penembak di angkatannya masing-masing. ”Diharapkan dapat membentuk kader atlet penembak di lingkungan TNI serta dapat menumbuhkan keterampilan dan profesionalitas menembak pada setiap prajurit TNI,” ujarnya.
Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Marsetio turut menyampaikan rasa bangga karena ada sejumlah prajurit TNI Angkatan Laut yang turut menyumbang medali pada lomba itu.Mereka adalah Kapten Mar Frans Paul (3 emas dan 1 perak cabang menembak pistol) dan Serka Mar Farhaenudin (2 emas dan 3 perak cabang menembak senapan).
Selain itu,Praka Mar Budi Prasetyo (3 emas,2 perak,1 perunggu cabang menembak senapan),Praka Mar Andri Setiawan (3 emas,1 perunggu cabang menembak SO),serta Praka Mar Badrus Sudiro (3 emas,1 perunggu cabang menembak SO).
Sumber: SINDO
Soal Pesawat Tanpa Awak Israel, Komisi I akan Minta Penjelasan Kemhan
UAV MALE (Medium Altitude Long Endurance) ANKA produksi Turkish Aerospace Industries, Inc.(TAI), dioperasikan pertama kali 16 Juli 2010. ANKA dapat terbang hingga ketinggian 30.000 kaki selama 24 jam pada kecepatan lebih 75 knot. (Foto: TAI)
31 Januari 2012, Senayan: Komisi I DPR pekan depan akan mendalami dan menelusuri rencana Kementerian Pertahanan untuk membeli pesawat tanpa awak dari Filipina yang disebut-sebut banyak pihak pesawat yang dimaksud produksi Israel. Padahal, selama ini DPR telah berulangkali dengan tegas menolak rencana pemerintah untuk membeli pesawat produksi dari Israel, baik dibeli secara langsung maupun lewat negara ketiga.
"Kita pekan depan akan bahas rencana TNI membeli pesawat tanpa awak dari Filipina yang dicurigai itu pesawat buatan Israel. Pendalaman pembahasan hal ini akan di lakukan dalam rapat Panja Alutsista DPR," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (31/1).
Mahfudz mengatakan, secara kebutuhan dalam negeri saat ini memang membutuhkan pesawat tanpa awak untuk mendukung kekuatan TNI, khususnya untuk keperluan patroli perbatasan dan sebagai pesawat mata-mata atau pengintai.
Menurut Mahfudz, pesawat tanpa awak semacam itu banyak jumlah dan jenisnya di pasaran Internasional. Sehingga sesungguhnya Indonesia memiliki banyak pilihan untuk membeli pesawat tanpa awak tersebut tanpa harus selalu melihat pesawat buatan Israel.
"DPR sudah meminta Kemhan, sebaiknya tidak membeli pesawat tanpa awak itu dari Israel. Karena pesawat tanpa awak itu bisa dibeli dari negara lain yang tidak memiliki resistensi dengan Indonesia. Seperti membeli pesawat tanpa awak buatan Eropa, Turki atau Rusia," tegas Wasekjen DPP PKS ini.
Terkait anggaran pembelian pesawat tanpa awak, Mahfudz membenarkan jika hal itu sudah diajukan dan masuk dalam program belanja alutsista periode 2012-2014.
"Kalau tidak salah jumlahnya 2 unit. Namun tidak secara jelas disebutkan bahwa pesawat tanpa awak yang akan dibeli itu merupakan produksi dari Israel," pungkasnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
31 Januari 2012, Senayan: Komisi I DPR pekan depan akan mendalami dan menelusuri rencana Kementerian Pertahanan untuk membeli pesawat tanpa awak dari Filipina yang disebut-sebut banyak pihak pesawat yang dimaksud produksi Israel. Padahal, selama ini DPR telah berulangkali dengan tegas menolak rencana pemerintah untuk membeli pesawat produksi dari Israel, baik dibeli secara langsung maupun lewat negara ketiga.
"Kita pekan depan akan bahas rencana TNI membeli pesawat tanpa awak dari Filipina yang dicurigai itu pesawat buatan Israel. Pendalaman pembahasan hal ini akan di lakukan dalam rapat Panja Alutsista DPR," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (31/1).
Mahfudz mengatakan, secara kebutuhan dalam negeri saat ini memang membutuhkan pesawat tanpa awak untuk mendukung kekuatan TNI, khususnya untuk keperluan patroli perbatasan dan sebagai pesawat mata-mata atau pengintai.
Menurut Mahfudz, pesawat tanpa awak semacam itu banyak jumlah dan jenisnya di pasaran Internasional. Sehingga sesungguhnya Indonesia memiliki banyak pilihan untuk membeli pesawat tanpa awak tersebut tanpa harus selalu melihat pesawat buatan Israel.
"DPR sudah meminta Kemhan, sebaiknya tidak membeli pesawat tanpa awak itu dari Israel. Karena pesawat tanpa awak itu bisa dibeli dari negara lain yang tidak memiliki resistensi dengan Indonesia. Seperti membeli pesawat tanpa awak buatan Eropa, Turki atau Rusia," tegas Wasekjen DPP PKS ini.
Terkait anggaran pembelian pesawat tanpa awak, Mahfudz membenarkan jika hal itu sudah diajukan dan masuk dalam program belanja alutsista periode 2012-2014.
"Kalau tidak salah jumlahnya 2 unit. Namun tidak secara jelas disebutkan bahwa pesawat tanpa awak yang akan dibeli itu merupakan produksi dari Israel," pungkasnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
Monday, January 30, 2012
DPR akan Percepat Pembahasan RUU Industri Pertahanan
Amunisi produksi PINDAD. (Foto: Berita HanKam)
31 Januari 2012, Senayan: Guna mencapai penyerapan penggunaan alutsista produksi dalam negeri, DPR akan mempercepat pembahasan dan penyelesaian RUU Industri Pertahanan Nasional.
"Dengan kehadiran UU tersebut akan mengikat ketentuan yang berlaku terhadap penggunaan alutsista produksi dalam negeri. Sehingga diharapkan setelah UU itu diperlakukan akan mampu mempercepat produksi alutsista dari dalam negeri sendiri," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (31/1).
Memang, hasrat pemerintah memodernisasi alutsista TNI untuk mencapai kekuatan pertahanan negara secara penuh dengan memenuhinya dari produksi dalam negeri, hingga kini masih jauh panggang dari api. Sebab, belanja alutsista yang berasal dari produksi dalam negeri pada 2011 baru mencapai 13 persen.
Sementara, pada 2012 hingga 2015 pemerintah menargetkan untuk belanja alutsista dari hasil produksi dalam negeri sebesar 15 persen. Sehingga, 85 persen belanja alutsista yang ada masih dipenuhi lewat impor atau masih sangat tergantung dari alutsista asing.
"Pemerintah menargetkan untuk belanja alutsista produksi dalam negeri hingga 2015 mendatang hanya 15 persen dari anggaran belanja alutisista hingga 2015 mencapai Rp 150 triliun. Bagaimana kita mau mewujudkan kemandirian dalam industri pertahanan kalau belanja alutsista dari produksi dalam negeri saja masih rendah," ujar Mahfudz.
Untuk itu, kata Mahfudz, DPR juga akan mendorong Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk meningkatkan belanja alutsista dari produksi dalam negeri mencapai 25 persennya hingga 2014. Menurut Mahfudz, belum maksimalnya penggunaan alutsista produksi dalam negeri selama ini karena belum selesainya proses revitalisasi dan sinkronisasi seluruh industri BUMN Industri Strategis (BUMNIS) yang ada.
"Karena itu DPR sejak tahun lalu sudah mendesak Kemhan dan instansi terkait untuk segera menyelesaikan sinkronisasi BUMNIS ini agar penyerapan alutsista produksi dalam negeri tercapai," tegas Wasekjen PKS ini.
Sumber: Jurnal Parlemen
31 Januari 2012, Senayan: Guna mencapai penyerapan penggunaan alutsista produksi dalam negeri, DPR akan mempercepat pembahasan dan penyelesaian RUU Industri Pertahanan Nasional.
"Dengan kehadiran UU tersebut akan mengikat ketentuan yang berlaku terhadap penggunaan alutsista produksi dalam negeri. Sehingga diharapkan setelah UU itu diperlakukan akan mampu mempercepat produksi alutsista dari dalam negeri sendiri," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (31/1).
Memang, hasrat pemerintah memodernisasi alutsista TNI untuk mencapai kekuatan pertahanan negara secara penuh dengan memenuhinya dari produksi dalam negeri, hingga kini masih jauh panggang dari api. Sebab, belanja alutsista yang berasal dari produksi dalam negeri pada 2011 baru mencapai 13 persen.
Sementara, pada 2012 hingga 2015 pemerintah menargetkan untuk belanja alutsista dari hasil produksi dalam negeri sebesar 15 persen. Sehingga, 85 persen belanja alutsista yang ada masih dipenuhi lewat impor atau masih sangat tergantung dari alutsista asing.
"Pemerintah menargetkan untuk belanja alutsista produksi dalam negeri hingga 2015 mendatang hanya 15 persen dari anggaran belanja alutisista hingga 2015 mencapai Rp 150 triliun. Bagaimana kita mau mewujudkan kemandirian dalam industri pertahanan kalau belanja alutsista dari produksi dalam negeri saja masih rendah," ujar Mahfudz.
Untuk itu, kata Mahfudz, DPR juga akan mendorong Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk meningkatkan belanja alutsista dari produksi dalam negeri mencapai 25 persennya hingga 2014. Menurut Mahfudz, belum maksimalnya penggunaan alutsista produksi dalam negeri selama ini karena belum selesainya proses revitalisasi dan sinkronisasi seluruh industri BUMN Industri Strategis (BUMNIS) yang ada.
"Karena itu DPR sejak tahun lalu sudah mendesak Kemhan dan instansi terkait untuk segera menyelesaikan sinkronisasi BUMNIS ini agar penyerapan alutsista produksi dalam negeri tercapai," tegas Wasekjen PKS ini.
Sumber: Jurnal Parlemen
TB Hasanudin Curiga Kemhan Akan Beli Pesawat Tanpa Awak Buatan Israel
UAV Searcher II. (Foto: Israeli-Weapons)
31 Januari 2012, Senayan: Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin curiga, pesawat tanpa awak yang akan di beli Kemhan dari Filipina merupakan pesawat buatan Israel. Sebab, selama ini tidak pernah terdengar akan kemampuan Filipina dalam pengembangan industri pesawat terbang, termasuk soal pengembangan pesawat tanpa awak untuk penunjang kegiatan Militer.
"Saya curiga, pesawat tanpa awak yang akan dibeli Kemhan dari Filipina itu sesungguhnya pesawat tanpa awak hasil produksi Israel. Ini kita tengah mengumpulkan dari informasi di lapangan akan kebenaran hal ini," ujar TB Hasanuddin di gedung DPR Selasa (31/1).
TB Hasanuddin mengaku kaget, atas rencana pembelian pesawat tanpa awak dari Philipina ini. Karena hal ini selain tidak pernah diusulkan dan dibahas di Komisi I DPR. Rencana pembelian pesawat tanpa awak dari Philipina ini penuh tanya, terutama soal kemampuan yang dimiliki pesawat tersebut.
"Karena itu kami akan telusuri soal kemampuan sesungguhnya pesaawat tanpa awak yang akan dibeli dari Philipina tersebut," tegasnya.
TB hasanudin mengakui, dalam daftar belanja alutsista TNI, rencana pembelian pesawat itu sudah diajukan, untuk belanja 2012-2014 ini. "Namun, di situ tidak ada disebutkan pesawat tanpa awak itu akan dibeli dari Filipina. Hanya glondongan anggaran besarnya sudah masuk dan diajukan," tegas politisi PDI-P ini.
Karena itu, kata Hasanuddin, Komisi I DPR dalam raker berikutnya dengan Menhan dan Panglima TNI, akan secara khusus mendalami rencana pembelian pesawat tanpa awak dari Filipina ini, yang ditengarai merupakan pesawat tanpa awak buatan Israel.
Sebelumnya, dalam raker dengan Menhan, Panglima TNI, dan Menkeu anggota Komisi I DPR Ahmad Muzani juga sempat mempertanyakan rencana Kemhan membeli pesawat tanpa awak dari Filipina. Muzani mempertanyakan dasar yang digunakan Kemenhan yang menjatuhkan pilihan Philipina sebagai negara tujuan membeli pesawat tanpa awak untuk kepentingan TNI ini.
Sumber: Jurnal Parlemen
31 Januari 2012, Senayan: Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin curiga, pesawat tanpa awak yang akan di beli Kemhan dari Filipina merupakan pesawat buatan Israel. Sebab, selama ini tidak pernah terdengar akan kemampuan Filipina dalam pengembangan industri pesawat terbang, termasuk soal pengembangan pesawat tanpa awak untuk penunjang kegiatan Militer.
"Saya curiga, pesawat tanpa awak yang akan dibeli Kemhan dari Filipina itu sesungguhnya pesawat tanpa awak hasil produksi Israel. Ini kita tengah mengumpulkan dari informasi di lapangan akan kebenaran hal ini," ujar TB Hasanuddin di gedung DPR Selasa (31/1).
TB Hasanuddin mengaku kaget, atas rencana pembelian pesawat tanpa awak dari Philipina ini. Karena hal ini selain tidak pernah diusulkan dan dibahas di Komisi I DPR. Rencana pembelian pesawat tanpa awak dari Philipina ini penuh tanya, terutama soal kemampuan yang dimiliki pesawat tersebut.
"Karena itu kami akan telusuri soal kemampuan sesungguhnya pesaawat tanpa awak yang akan dibeli dari Philipina tersebut," tegasnya.
TB hasanudin mengakui, dalam daftar belanja alutsista TNI, rencana pembelian pesawat itu sudah diajukan, untuk belanja 2012-2014 ini. "Namun, di situ tidak ada disebutkan pesawat tanpa awak itu akan dibeli dari Filipina. Hanya glondongan anggaran besarnya sudah masuk dan diajukan," tegas politisi PDI-P ini.
Karena itu, kata Hasanuddin, Komisi I DPR dalam raker berikutnya dengan Menhan dan Panglima TNI, akan secara khusus mendalami rencana pembelian pesawat tanpa awak dari Filipina ini, yang ditengarai merupakan pesawat tanpa awak buatan Israel.
Sebelumnya, dalam raker dengan Menhan, Panglima TNI, dan Menkeu anggota Komisi I DPR Ahmad Muzani juga sempat mempertanyakan rencana Kemhan membeli pesawat tanpa awak dari Filipina. Muzani mempertanyakan dasar yang digunakan Kemenhan yang menjatuhkan pilihan Philipina sebagai negara tujuan membeli pesawat tanpa awak untuk kepentingan TNI ini.
Sumber: Jurnal Parlemen
Dana Alutsista Diperbesar
(Foto: Kemhan)
31 Januri 2012, Jakarta: Pemerintah didesak untuk memperbesar persentase alokasi anggaran dari pinjaman dalam negeri (PDN) dalam penetapan sumber pembiayaan (PSP) pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) 2010–2014.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan,dalam alokasi anggaran yang ada sekarang, besaran pinjaman luar negeri (PLN) mencapai USD6,5 miliar, sedang PDN hanya Rp4 triliun. Menurut dia, dari kebutuhan anggaran Rp150 triliun untuk pembangunan kekuatan pokok minimal (MEF) tahap pertama 2010–2014, ada USD6,5 miliar yang berasal dari PLN.
“Komisi I mendesak Kementerian Pertahanan,Kementerian Keuangan,dan Kementerian PPN/Bappenas agar memperbesar persentase PDN,” ungkapnya saat rapat kerja dengan jajaran menteri terkait di Jakarta kemarin. Mahfudz juga menuturkan, dalam penyusunan kontrak pembelian alutsista, pemerintah harus semaksimal mungkin mengupayakan agar hal itu memberikan dampak berganda bagi perekonomian nasional. “Peningkatan anggaran untuk modernisasi alutsista semestinya mampu berdampak pada kegiatan ekonomi dalam negeri, sehingga bisa bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas yang dipaparkan dalam rapat gabungan di Komisi I DPR, Senin (30/1), anggaran untuk modernisasi alutsista 2010–2014 sebesar Rp99 triliun. Perinciannya, untuk pemeliharaan sebesar Rp32,5 triliun (rupiah murni) dan pengadaan Rp66,6 triliun, terdiri atas Rp4 triliun pinjaman dalam negeri dan USD6,5 miliar PLN. Padahal, sesuai kebutuhan seharusnya Rp150 triliun.Karena itu, dalam arahan sidang kabinet ditambahkan alokasi baru sebesar Rp57 triliun untuk pengadaan alutsista dan pembangunan sarana prasarana.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana menuturkan, pendanaan yang berasal dari PLN disesuaikan dengan jenis alutsista yang akan dibeli.“Kita juga sesuaikan dengan target rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN),”ujarnya. Armida menerangkan,jumlah pembiayaan dari PLN dalam PSP maksimal hanya 24%, bahkan dimungkinkan untuk 20–22% saja. “USD6,5 miliar itu sudah sesuai dengan itu,” tuturnya. Khusus untuk alokasi 2012, persentase PDN hanya mencapai 15,8%. Hal ini sesuai dengan usulan pengadaan alutsista yang disampaikan Kementerian Pertahanan.
“Kalau dihitung-hitung 15,8% karena tidak semua alutsista bisa dari dalam negeri.Itu minimal. Kita berharapnya bisa lebih tinggi,” ungkap dia. Armida menuturkan, program untuk industri strategis nasional tidak hanya untuk pengadaan alutsista, tapi juga produk-produk komersial. Industri alutsista,kata dia,memiliki dampak berganda yang cukup besar. “Kami mendorong untuk melakukan pengadaan dengan kontrak multiyears,” tambahnya. Menteri Keuangan Agus Martowardojo menuturkan, akan dipisahkan antara pengadaan dan pembiayaan dalam kaitannya penggunaan kredit ekspor.
Selama ini keduanya masih digabungkan sehingga tidak cukup fleksibel dan harga menjadi lebih mahal. Dia sependapat bahwa harus dioptimalkan pembiayaan yang berasal dari PDN. Sejauh ini hal itu juga terus diupayakan, tercermin dari adanya kucuran anggaran penyehatan BUMN sebesar Rp2 triliun. “Kita gunakan produksi dalam negeri, kalau tidak bisa maka BUMN kerja sama dengan luar negeri untuk produksi bersama sehingga ada transfer teknologi,” ungkap Agus.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengusulkan agar dilakukan pembahasan anggaran terkait pengadaan alutsista secara umum yang melibatkan tim high level committee (HLC) dengan panja alutsista Komisi I DPR. Rapat ini sekaligus membicarakan mengenai penghapusan dana bertanda bintang anggaran PLN/kredit ekspor oleh Kemenkeu. Mantan menteri ESDM itu mengungkapkan, sejauh ini masih ada sekitar USD800 juta dari USD1 miliar kredit negara yang ditawarkan pemerintah Rusia. Sisa yang cukup besar tersebut disebabkan pemerintah tidak jadi membeli kapal selam dari negara tersebut.
Dia mengakui,tidak mudah untuk bisa memakai seluruh state credit tersebut karena Rusia mengajukan syarat-syarat khusus.“ Tapi akan tetap kita pakai misalnya untuk avionik dan persenjataan Sukhoi. Tapi itu masih akan diproses lagi sehingga sesuai dengan perundang-undangan,” tuturnya.
Sumber: SINDO
31 Januri 2012, Jakarta: Pemerintah didesak untuk memperbesar persentase alokasi anggaran dari pinjaman dalam negeri (PDN) dalam penetapan sumber pembiayaan (PSP) pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) 2010–2014.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan,dalam alokasi anggaran yang ada sekarang, besaran pinjaman luar negeri (PLN) mencapai USD6,5 miliar, sedang PDN hanya Rp4 triliun. Menurut dia, dari kebutuhan anggaran Rp150 triliun untuk pembangunan kekuatan pokok minimal (MEF) tahap pertama 2010–2014, ada USD6,5 miliar yang berasal dari PLN.
“Komisi I mendesak Kementerian Pertahanan,Kementerian Keuangan,dan Kementerian PPN/Bappenas agar memperbesar persentase PDN,” ungkapnya saat rapat kerja dengan jajaran menteri terkait di Jakarta kemarin. Mahfudz juga menuturkan, dalam penyusunan kontrak pembelian alutsista, pemerintah harus semaksimal mungkin mengupayakan agar hal itu memberikan dampak berganda bagi perekonomian nasional. “Peningkatan anggaran untuk modernisasi alutsista semestinya mampu berdampak pada kegiatan ekonomi dalam negeri, sehingga bisa bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas yang dipaparkan dalam rapat gabungan di Komisi I DPR, Senin (30/1), anggaran untuk modernisasi alutsista 2010–2014 sebesar Rp99 triliun. Perinciannya, untuk pemeliharaan sebesar Rp32,5 triliun (rupiah murni) dan pengadaan Rp66,6 triliun, terdiri atas Rp4 triliun pinjaman dalam negeri dan USD6,5 miliar PLN. Padahal, sesuai kebutuhan seharusnya Rp150 triliun.Karena itu, dalam arahan sidang kabinet ditambahkan alokasi baru sebesar Rp57 triliun untuk pengadaan alutsista dan pembangunan sarana prasarana.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana menuturkan, pendanaan yang berasal dari PLN disesuaikan dengan jenis alutsista yang akan dibeli.“Kita juga sesuaikan dengan target rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN),”ujarnya. Armida menerangkan,jumlah pembiayaan dari PLN dalam PSP maksimal hanya 24%, bahkan dimungkinkan untuk 20–22% saja. “USD6,5 miliar itu sudah sesuai dengan itu,” tuturnya. Khusus untuk alokasi 2012, persentase PDN hanya mencapai 15,8%. Hal ini sesuai dengan usulan pengadaan alutsista yang disampaikan Kementerian Pertahanan.
“Kalau dihitung-hitung 15,8% karena tidak semua alutsista bisa dari dalam negeri.Itu minimal. Kita berharapnya bisa lebih tinggi,” ungkap dia. Armida menuturkan, program untuk industri strategis nasional tidak hanya untuk pengadaan alutsista, tapi juga produk-produk komersial. Industri alutsista,kata dia,memiliki dampak berganda yang cukup besar. “Kami mendorong untuk melakukan pengadaan dengan kontrak multiyears,” tambahnya. Menteri Keuangan Agus Martowardojo menuturkan, akan dipisahkan antara pengadaan dan pembiayaan dalam kaitannya penggunaan kredit ekspor.
Selama ini keduanya masih digabungkan sehingga tidak cukup fleksibel dan harga menjadi lebih mahal. Dia sependapat bahwa harus dioptimalkan pembiayaan yang berasal dari PDN. Sejauh ini hal itu juga terus diupayakan, tercermin dari adanya kucuran anggaran penyehatan BUMN sebesar Rp2 triliun. “Kita gunakan produksi dalam negeri, kalau tidak bisa maka BUMN kerja sama dengan luar negeri untuk produksi bersama sehingga ada transfer teknologi,” ungkap Agus.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengusulkan agar dilakukan pembahasan anggaran terkait pengadaan alutsista secara umum yang melibatkan tim high level committee (HLC) dengan panja alutsista Komisi I DPR. Rapat ini sekaligus membicarakan mengenai penghapusan dana bertanda bintang anggaran PLN/kredit ekspor oleh Kemenkeu. Mantan menteri ESDM itu mengungkapkan, sejauh ini masih ada sekitar USD800 juta dari USD1 miliar kredit negara yang ditawarkan pemerintah Rusia. Sisa yang cukup besar tersebut disebabkan pemerintah tidak jadi membeli kapal selam dari negara tersebut.
Dia mengakui,tidak mudah untuk bisa memakai seluruh state credit tersebut karena Rusia mengajukan syarat-syarat khusus.“ Tapi akan tetap kita pakai misalnya untuk avionik dan persenjataan Sukhoi. Tapi itu masih akan diproses lagi sehingga sesuai dengan perundang-undangan,” tuturnya.
Sumber: SINDO
Al Muzzammil: Kemandirian Alutsista, RI Perlu Belajar dari Turki
Panser Arma 8x8 produksi Otokar, Turki. (Foto: Otokar)
30 Januari 2012, Senayan - Anggota Komisi I DPR Al Muzzammil Yusuf menilai, hingga kini upaya pemerintah untuk mewujudkan kemandirian alat utama sistem pertahanan (alutsista) dari produksi industri strategis belum nyata. Termasuk upaya transfer teknologi alutsista asing ke dalam negeri belum jelas.
"Hal ini lantaran pemerintah melalui Kemhan hingga kini belum memiliki perencanaan yang matang soal sinkronisasi modernisasi alutsista yang dibutuhkan dengan industri strategis dalam negeri," kata Muzzammil dalam raker bersama dengan Menhan, Pannglima TNI, Menkeu, dan Kepala Bappenas di Komisi I DPR Senin (30/1).
Bahkan, kata politisi PKS ini, dalam soal alih teknologi dari sistem alutsista yang dibeli dari luar negeri, selama ini belum jelas, baik target dan prosentasenya.
"Jadi selama ini, pernyataan Kemhan yang akan bekerjasama dengan produsen alutsista dari luar negeri, itu baru sebatas di atas kertas. Karena realitasnya, seberapa besar hal itu telah dicapai, hingga kini belum jelas dan terukur," tegasnya.
Muzzammil pun mencontohkan apa yang sudah dilakukan oleh Turki dalam rangka mewujudkan kemandirian dalam penggunaan alutsista dari produksinya sendiri.
"Pada 2007 lalu, belanja alutsista Turki dari negara lain sebesar USD 3,2 miliar. Sementara pengadaan alutsista dari produksi dalam negerinya mencapai USD 4,3 miliar. Sementara pada 2008, Turki telah belanja alutsista dari pruduksi dalam negerinya sendiri meningkat mencapai USD 5,2 miliar. Dan impornya hanya USD 4,2 miliar," paparnya.
Bayangkan, kata Al Muzzammil, jika dibandingkan dengan belanja alutsista yang dilakukan RI hingga 2011, dari belanja alutsista yang dari dalam negeri baru 13,7 persen. Dan pada tahun 2012 ini belanja alutsista TNI dari produksi dalam negeri 15 persen.
"Belanja alutsista kita hingga 2012 ini 84 persen masih impor dari luar negeri. Ini menunjukkan bahwa rencana kemandirian alutsista dari produksi dalam negeri ini belum tergambar dengan jelas. Karena hingga kini, kita masih impor alutsista hingga diatas 80 persen. Begitu pula soal alih teknologi dari produsen alutsista asing, hingga kini belum tergambar dengan jelas," ujarnya.
"Lalu pertanyaannya, sesungguhnya kapan sebenarnya kita dapat mewujudkan kemandirian dalam penggunaan alutsista produksi dalam negeri ini, jika hingga kini saja kita banyak melakukan belanja alutsista dari asing," pungkasnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
30 Januari 2012, Senayan - Anggota Komisi I DPR Al Muzzammil Yusuf menilai, hingga kini upaya pemerintah untuk mewujudkan kemandirian alat utama sistem pertahanan (alutsista) dari produksi industri strategis belum nyata. Termasuk upaya transfer teknologi alutsista asing ke dalam negeri belum jelas.
"Hal ini lantaran pemerintah melalui Kemhan hingga kini belum memiliki perencanaan yang matang soal sinkronisasi modernisasi alutsista yang dibutuhkan dengan industri strategis dalam negeri," kata Muzzammil dalam raker bersama dengan Menhan, Pannglima TNI, Menkeu, dan Kepala Bappenas di Komisi I DPR Senin (30/1).
Bahkan, kata politisi PKS ini, dalam soal alih teknologi dari sistem alutsista yang dibeli dari luar negeri, selama ini belum jelas, baik target dan prosentasenya.
"Jadi selama ini, pernyataan Kemhan yang akan bekerjasama dengan produsen alutsista dari luar negeri, itu baru sebatas di atas kertas. Karena realitasnya, seberapa besar hal itu telah dicapai, hingga kini belum jelas dan terukur," tegasnya.
Muzzammil pun mencontohkan apa yang sudah dilakukan oleh Turki dalam rangka mewujudkan kemandirian dalam penggunaan alutsista dari produksinya sendiri.
"Pada 2007 lalu, belanja alutsista Turki dari negara lain sebesar USD 3,2 miliar. Sementara pengadaan alutsista dari produksi dalam negerinya mencapai USD 4,3 miliar. Sementara pada 2008, Turki telah belanja alutsista dari pruduksi dalam negerinya sendiri meningkat mencapai USD 5,2 miliar. Dan impornya hanya USD 4,2 miliar," paparnya.
Bayangkan, kata Al Muzzammil, jika dibandingkan dengan belanja alutsista yang dilakukan RI hingga 2011, dari belanja alutsista yang dari dalam negeri baru 13,7 persen. Dan pada tahun 2012 ini belanja alutsista TNI dari produksi dalam negeri 15 persen.
"Belanja alutsista kita hingga 2012 ini 84 persen masih impor dari luar negeri. Ini menunjukkan bahwa rencana kemandirian alutsista dari produksi dalam negeri ini belum tergambar dengan jelas. Karena hingga kini, kita masih impor alutsista hingga diatas 80 persen. Begitu pula soal alih teknologi dari produsen alutsista asing, hingga kini belum tergambar dengan jelas," ujarnya.
"Lalu pertanyaannya, sesungguhnya kapan sebenarnya kita dapat mewujudkan kemandirian dalam penggunaan alutsista produksi dalam negeri ini, jika hingga kini saja kita banyak melakukan belanja alutsista dari asing," pungkasnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
Sunday, January 29, 2012
Kopaska Dan Pasukan Khusus AL Rusia Gagalkan “Perompakan” di KM Multi Prima-1
30 Januari 2012, Surabaya: Kesibukan aktifitas pelayaran di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) terganggu dengan adanya aksi “perompakan” di KM Multi Prima-1 yang sedang lego jangkar di sekitar pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, belum lama ini Jum’at (20/01). Setelah mendapat kontak, aksi “perompakan” itu direspon oleh Satuan komando Pasukan Katak (Satkopaska) Koarmatim dengan menerjunkan satu tim Visit Boarding Search and Seizure (VBSS), tim ini didukung oleh pasukan khusus AL Rusia dari kapal perang Russian Navy RFS Admiral Panteleev-548 yang sedang bersandar di Dermaga Jamrud Utara, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Tim VBSS Kopaska yang dibekali dengan senjata lengkap meluncur ke arah KM Multi Prima-1 menggunakan kendaraan air cepat yang biasa disebut Sea Rider, demikian juga tim VBSS dari pasukan Khusus AL Rusia bergerak bersama-sama menuju kapal yang sedang dibajak tersebut. Dua tim pasukan khusus AL dua negara tersebut bergerak mendekati kapal dari arah buritan lambung kanan dan kiri. Penyergapan mendadak dan sangat cepat itu mengejutkan para perompak yang ada di atas kapal. Hal itu menimbulkan konsentrasi mereka menjadi terpecah, sehingga tim Kopaska dan pasukan khusus AL Rusia dapat dengan mudah menaiki kapal.
Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi tim gabungan untuk melumpuhkan 6 orang perompak yang menyandera awak kapal KM Multi Prima-1. Sekitar 5 menit tim Kopaska dan pasukan khusus AL Rusia dapat menguasai obyek-obyek vital yang ada dikapal seperti Anjungan, Ruang Mesin dan Kemudi Darurat. Nahkoda kapal dan seluruh Anak Buah Kapal (ABK) dapat dibebaskan dengan selamat dan 6 orang perompak tersebut berhasil dilumpuhkan.
Kejadian tersebut merupakan skenario latihan bersama antara Kopaska Koarmatim dan Russian Navy dalam rangka kunjungan persahabatan selama tiga hari kapal perang Rusia RFS Admiral Panteleev di Surabaya. Latihan bersama itu disaksikan oleh Perwira Staf Operasi (Pasops) Satkopaska Koarmatim Letnan Kolonel Laut (P) Sri Gunanto, Duta Besar (Dubes) Rusia untuk Indonesia Alexander Ivanov, Atase Pertahanan (Athan) Rusia untuk Indonesia Vladimir Avanasenkov. Selain itu, kedua pasukan khusus AL kedua negara juga menampilkan pameran persenjataan yang mereka gunakan di dermaga Jamrud, Pelabuhan Tanjung Perak.
Tentara AL Rusia itu menunjukan persenjataan yang mereka gunakan dalam operasi anti pembajakan dan terorisme di laut, seperti dalam pelaksanaan operasi pembebasan kapal tanker Moscow University pertengahan 2010. Kapal Tanker tersebut milik Rusia yang di bajak perompak Somalia di sekitar Teluk Aden. Kapal Tanker ini membawa muatan minyak mentah sebanyak 86 ribu ton bernilai USD50 juta atau sekitar Rp. 454 miliar (Rp. 9,080 per dolar). Pasukan khusus Rusia yang berada di RFS Admiral Panteleev, berhasil membebaskan 23 pelaut Rusia dan menangkap para pembajak.
Foto: Latihan Pembebasan Sandera
(Foto: Kedutaan Besar Republik Federasi Rusia)
Sumber: Koarmatim
Panglima TNI: Kalau Peralatan Militer Tidak Berguna, Kita Tidak Beli
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq (kanan), dan Dubes Rusia untuk Indonesia Alexander Ivanov, berbincang saat pertemuan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/1). (Foto: ANTARA/Ismar Patrizki/ss/ama/12)
30 Januari 2012, Jakarta: Pinjaman luar negeri untuk belanja peralatan militer masih tersisa 80 persen. Dubes Rusia mewakili negaranya yang meminjamkan US$ 1 miliar kepada Indonesia sempat mempertanyakan pinjamannya yang tidak terserap dengan baik itu.
Panglima TNI, Laksamana (TNI) Agus Suhartono mengatakan peralatan militer dengan pinjaman luar negeri disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. “Kalau kita beli senjata dari pinjaman luar negeri, kita hitung secara benar, bisa digunakan apa tidak,” kata Agus Suhartono kepada itoday, sebelum rapat dengan Komisi I DPR, Jakarta, Senin (30/1).
Menurut Agus, pembelian peralatan militer dari pinjaman luar negeri tidak seharusnya dibelanjakan semua. “Kalau peralatan militer itu tidak bisa digunakan, kita tidak membeli,” paparnya.
Ia juga mengatakan, selama ini, pemerintah tidak menyalahi perjanjian dengan Rusia dalam pinjaman pembelian peralatan militer.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Komisi I DPR kedatangan Dubes Rusia yang mempertanyakan pinjaman US$1 miliar ke pemerintah Indonesia untuk pembelian peralatan militer, tapi baru digunakan US$200, sisanya RpUS$800 masih belum dibelanjakan.
Enggartiasto Kritik Ketergantungan Pemerintah pada Dana Asing
Anggota Komisi I DPR RI Enggartiasto Lukita mengkritik kegemaran pemerintah yang terus meminjam dana dari asing, termasuk dalam upaya pembiayaan modernisasi alutsista TNI.
"Meski modelnya atau namanya berubah-ubah, dulu istilahnya kredit ekspor (KE), terus berubah lagi APP, terus sekarang berubah lagi istilahnya menjadi Pinjaman Luar Negeri (PLN) tetap saja itu judulnya pinjam dana asing," tegas Enggartiasto dalam rapat gabungan antara Menhan, Menkeu, dan Panglima TNI soal pembiayaan modernisasi alutsista TNI di Komisi I DPR, Senin (30/1).
Seperti diketahui, pemerintah mengalokasikan pembiayaan modernisasi alutsista TNI hingga 2014 dari sumber pendanaan PLN sebesar 6,5 miliar dolar AS.
Enggartiasto pun mempertanyakan, kenapa pembiayaan modernisasi alutsista TNI itu tidak dilakukan lewat pinjaman dalam negeri (PDN) saja. Karena sesungguhnya banyak sumber pendanaan PDN yang bisa dimaksimalkan. Sehingga selain menekan ketergantungan dari dana asing, ini juga menjadi tekad kuat bagi kemandirian bangsa ini.
"Dulu saya dengar Bank Mandiri saat dipimpin Pak Agus Martowardojo ini telah menawarkan untuk pinjaman PDN untuk keperluan produksi alutsista bagi BUMN. Kenapa itu tidak didorong ke arah sana saja. Terlebih saat ini Menteri Keuangannya Bapak sendiri. Dengan demikian kita tidak lagi ketergantungan dana asing untuk melakukan modernisasi alutsista bagi TNI ini," tegas politisi Golkar ini.
Lebih lanjut Enggartiasto mengatakan, perlunya pemerintah terus menekan ketergantungan pinjaman dana dari luar negeri, untuk berbagai keperluan pembangunan dalam negeri, termasuk soal modernisasi alutsista TNI ini. Terlebih selama ini Presiden sendiri yang menyatakan demikian.
"Sehingga itu jangan lagi sekadar janji dan statement saja. Tetapi harus diwujudkan dalam komitmen yang nyata. Karena semakin kita ketergantungan dana asing, membuat kita kian tidak berdaya atas peranan asing dalam urusan dalam negeri kita ini," tegasnya.
Sumber: Indonesia Today/Jurnal Parlemen
30 Januari 2012, Jakarta: Pinjaman luar negeri untuk belanja peralatan militer masih tersisa 80 persen. Dubes Rusia mewakili negaranya yang meminjamkan US$ 1 miliar kepada Indonesia sempat mempertanyakan pinjamannya yang tidak terserap dengan baik itu.
Panglima TNI, Laksamana (TNI) Agus Suhartono mengatakan peralatan militer dengan pinjaman luar negeri disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. “Kalau kita beli senjata dari pinjaman luar negeri, kita hitung secara benar, bisa digunakan apa tidak,” kata Agus Suhartono kepada itoday, sebelum rapat dengan Komisi I DPR, Jakarta, Senin (30/1).
Menurut Agus, pembelian peralatan militer dari pinjaman luar negeri tidak seharusnya dibelanjakan semua. “Kalau peralatan militer itu tidak bisa digunakan, kita tidak membeli,” paparnya.
Ia juga mengatakan, selama ini, pemerintah tidak menyalahi perjanjian dengan Rusia dalam pinjaman pembelian peralatan militer.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Komisi I DPR kedatangan Dubes Rusia yang mempertanyakan pinjaman US$1 miliar ke pemerintah Indonesia untuk pembelian peralatan militer, tapi baru digunakan US$200, sisanya RpUS$800 masih belum dibelanjakan.
Enggartiasto Kritik Ketergantungan Pemerintah pada Dana Asing
Anggota Komisi I DPR RI Enggartiasto Lukita mengkritik kegemaran pemerintah yang terus meminjam dana dari asing, termasuk dalam upaya pembiayaan modernisasi alutsista TNI.
"Meski modelnya atau namanya berubah-ubah, dulu istilahnya kredit ekspor (KE), terus berubah lagi APP, terus sekarang berubah lagi istilahnya menjadi Pinjaman Luar Negeri (PLN) tetap saja itu judulnya pinjam dana asing," tegas Enggartiasto dalam rapat gabungan antara Menhan, Menkeu, dan Panglima TNI soal pembiayaan modernisasi alutsista TNI di Komisi I DPR, Senin (30/1).
Seperti diketahui, pemerintah mengalokasikan pembiayaan modernisasi alutsista TNI hingga 2014 dari sumber pendanaan PLN sebesar 6,5 miliar dolar AS.
Enggartiasto pun mempertanyakan, kenapa pembiayaan modernisasi alutsista TNI itu tidak dilakukan lewat pinjaman dalam negeri (PDN) saja. Karena sesungguhnya banyak sumber pendanaan PDN yang bisa dimaksimalkan. Sehingga selain menekan ketergantungan dari dana asing, ini juga menjadi tekad kuat bagi kemandirian bangsa ini.
"Dulu saya dengar Bank Mandiri saat dipimpin Pak Agus Martowardojo ini telah menawarkan untuk pinjaman PDN untuk keperluan produksi alutsista bagi BUMN. Kenapa itu tidak didorong ke arah sana saja. Terlebih saat ini Menteri Keuangannya Bapak sendiri. Dengan demikian kita tidak lagi ketergantungan dana asing untuk melakukan modernisasi alutsista bagi TNI ini," tegas politisi Golkar ini.
Lebih lanjut Enggartiasto mengatakan, perlunya pemerintah terus menekan ketergantungan pinjaman dana dari luar negeri, untuk berbagai keperluan pembangunan dalam negeri, termasuk soal modernisasi alutsista TNI ini. Terlebih selama ini Presiden sendiri yang menyatakan demikian.
"Sehingga itu jangan lagi sekadar janji dan statement saja. Tetapi harus diwujudkan dalam komitmen yang nyata. Karena semakin kita ketergantungan dana asing, membuat kita kian tidak berdaya atas peranan asing dalam urusan dalam negeri kita ini," tegasnya.
Sumber: Indonesia Today/Jurnal Parlemen
Panglima TNI : Latihan Menitik Beratkan Penanggulangan Teror
30 Januari 2012, Bandung: Latihan lebih menitik beratkan pada penanggulangan teror, aplikasi taktik dan teknik untuk mengimplementasikan strategi dalam mengatasi aksi terorisme, sekaligus sebagai bentuk kesiapsiagaan operasional satuan Gultor TNI dalam rangka menghadapi kemungkinan serangan teroris yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, S.E. dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Asisten Operasi Panglima TNI Maijen TNI Hambali Hanafiah pada saat upacara Pembukaan Latihan Penanggulan Teror TNI Tri Matra VI Tahun 2011 yang berlangsung di Lapangan Merah, Markas Komando Korpaskhas, Lanud Sulaiman. Senin (30/01).
Panglima TNI menjelaskan, Sebagai mana kita cermati bersama, situasi nasional bangsa Indonesia di awal tahun 2012 menghadapi sejumlah gangguan keamanan, diberbagai daerah aksi-aksi kelompok bersenjata dan separatis yang masih bergerilya di papua dan aceh, berbagai benturan fisik antar masyarakat serta aksi-aksi kelompok tertentu yang menimbulkan ancaman dalam masyarakat.
Hasil Rapin TNI tahun 2012, dimana pokok-pokok kebijakan Panglima TNI, meskipun masalah keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi tugas dan tanggung jawab Kepolisian negara, TNI harus turut serta dalam mencegah timbulnya aksi ganguan keamanan maupun aksi terorisme yang membahayakan keutuhan negara. Tambah Panglima TNI.
Panglima TNI harapan, kita perlu menentukan langkah-langkah strategis dan upaya yang di wujudkan dengan melaksanakan berbagai bentuk latihan penanggulangan teror yang berorientasi pada kontijensi yang dipilih dalam rangka menggatasi anti teror.
Untuk itu, tema yang diambil pada latihan penanggulangan teror Tri Matra ke VI TA 2011 kali ini,”Satuan tugas Gabungan Pasukan TNI (Satuan-81 Kopassus, Denjaka dan Denbravo 90’ Paskhas) melaksanakan operasi gultor terpadu dalam rangka mendukung tugas pokok TNI”.
Panglima TNI Menegaskan, latihan yang digelar selain untuk meningkatkan kesiapsiagaan operasi TNI, latihan dimaksudkan untuk meningkatkan integrasi dan keterpaduan antara satuan gultor Tri Matra TNI dalam melaksanakan fungsi peran serta tugasnya segera terpadu dalam satu kesatuan komando.
Panglima TNI menyampaikan beberapa penekanan sebagai pedoman dalam pelaksanaan latihan diantaranya pertaman perhatikan selalu faktor keamanan dan keselamatan, baik personel, materiil serta dokumen latihan selama kegiatan. Kedua laksanakan latihan ini dengan penuh semangat dan manfaatkan untuk merevisi serta menyempurnakan doktrin operasi khusus di sesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta ketiga pelihara realisme latihan dengan tetap menyesuaikan perkembangan lingkungan strategis sehingga terwujud konsep strategis penangkalan dan penindakan terhadap kontijensi yang mungkin terjadi.
Penyelengaraan latihan Penanggulangan Teror TNI Tri Matra VI TA 2011 ini, merupakan latihan tertunda yang seharusnya dilaksanakan bulan juli 2011 karena latihan penanggulangan teror ini baru dapat dilaksanakan pada bulan desember minggu ke-3 tahun 2011. Lanjutnya.
Hadir pada kesempatan tersebut Pangdam III Siliwangi, Danjen Kopasus, Dankorpaskhas serta pejabat Tinggi TNI dan Polri dan pejabat pemerintah kabupaten Bandung, kegiatan yang akan berlangsung selama tiga hari ini akan dilaksanakan Lanud Halim perdanakusuma dilaksanakan sebagai latihan pendahuluan dan pelaksanaan latihan sesungguhnya Pangkalan Udara Husein Sastranegara, Bandung.
Sumber: Dispenau
Menhan: Peningkatan Anggaran TNI untuk Belanja Alutsista Produksi Dalam Negeri
Senapan serbu SS-2-V5 buatan PINDAD. (Foto: Berita HanKam)
30 Januari 2012, Senayan: Peningkatan anggaran Kementerian Pertahanan ditujukan untuk melakukan modernisasi alutsista TNI yang ideal, baik dari sumber keuangan pinjaman dalam dan luar negeri. Selain itu, akan diprioritaskan untuk belanja alutsista hasil produksi industri pertahanan dalam negeri.
demikian ditegaskan Menhan Purnomo Yusgiyantoro, dalam raker gabungan dengan Menkeu, Kepala Bappenas di Komisi I DPR, Senin (30/1).
"Ini sesungguhnya tekad yang dicanangkan pemerintah. Dengan demikian modernisasi alutsista TNI ini juga mendorong bagi berkembangnya industri pertahanan dalam negeri," tegas Menhan.
Purnomo mengatakan, anggaran Kemenhan dari tahun-ketahun terus ditingkatkan oleh pemerintah dan didukung oleh DPR, sebagai upaya nyata untuk melaksanakan atas rencana perwuju dan sistem pertahanan negara yang ideal dalam beberapa tahun mendatang.
"Pada tahun 2012 ini, Kemenhan mendapat alokasi anggaran Rp 72,5 trilun ditambah alokasi Pinjaman Luar Negeri (PLN) sebesar US$ 6,5 miliar," tegasnya.
Menurut Menhan, pinjaman luar negeri (PLN) sebesar US$ 6,5 miliar itu untuk belanja alutsista dari 2010 hingga 2014.
"PLN sebesar itu, US$ 4,8 milar di antaranya akan dipergunakan belanja alutsista TNI yang bergerak. Dan belanja alutsista bagi TNI yang tidak bergerak sebesar USD 1,7 miliar. Alokasi ini sudah ditetapkan oleh Menteri Bappenas pada 31 Oktober 2011 lalu, dalam daftar rencana pinjaman luar negeri jangka menengah hingga 2014," tegasnya.
Menkeu Dukung Industri Pertahanan Dalam Negeri Produksi Alutsista TNI
Menkeu Agus Martowardojo menegaskan, anggaran Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2012 ini sebesar Rp 72,5 triliun. Anggaran sebesar itu terdiri dari anggaran dari rupiah murni sebesar Rp 56,2 triliun, anggaran rupiah murni pendamping Rp 4,2 triliun.
"Sementara anggaran yang bersumber dari pinjaman dalam dan luar negeri pada tahun ini sebesar Rp 11,9 triliun," ujar Menkeu dalam raker gabungan dengan Menhan, Kepala Bappenas, Panglima TNI, dan jajarannya di Komisi I DPR, Senin (30/1).
Menkeu menjelaskan, dari alokasi pinjaman luar negeri (PLN) untuk belanja atau modernisasi alutsis TNI hingga 2014 mendatang sebesar US$ 6,5 miliar, yang telah setejui untuk alokasi PLN itu sebesar US$ 5,7 miliar.
"Sementara Bappenas hingga kini masih mengkaji atas alokasi PLN yang teralokasi, yang belum dimanfaatkan secara maksimal itu," tegas Menkeu.
Menurut Menkeu, terhadap harapan DPR agar peningkatan anggaran belanja alutsista, juga dapat diserap untuk kalangan industri pertahanan dalam negeri. Dan, Menkeu mendukung hal ini.
"Karenanya, telah di anggaran untuk dialokasikan berbagai kepentingan belanja alutsista bagi TNI, AD, AU dan AL, dari industri pertahanan dalam negeri. Dimana pemerintah pun mengalokasikan anggaran untuk penguatan modal bagi kepentingan BUMN industri strategis nasional tersebut," tegaskan.
Sumber: Jurnal Parlemen
30 Januari 2012, Senayan: Peningkatan anggaran Kementerian Pertahanan ditujukan untuk melakukan modernisasi alutsista TNI yang ideal, baik dari sumber keuangan pinjaman dalam dan luar negeri. Selain itu, akan diprioritaskan untuk belanja alutsista hasil produksi industri pertahanan dalam negeri.
demikian ditegaskan Menhan Purnomo Yusgiyantoro, dalam raker gabungan dengan Menkeu, Kepala Bappenas di Komisi I DPR, Senin (30/1).
"Ini sesungguhnya tekad yang dicanangkan pemerintah. Dengan demikian modernisasi alutsista TNI ini juga mendorong bagi berkembangnya industri pertahanan dalam negeri," tegas Menhan.
Purnomo mengatakan, anggaran Kemenhan dari tahun-ketahun terus ditingkatkan oleh pemerintah dan didukung oleh DPR, sebagai upaya nyata untuk melaksanakan atas rencana perwuju dan sistem pertahanan negara yang ideal dalam beberapa tahun mendatang.
"Pada tahun 2012 ini, Kemenhan mendapat alokasi anggaran Rp 72,5 trilun ditambah alokasi Pinjaman Luar Negeri (PLN) sebesar US$ 6,5 miliar," tegasnya.
Menurut Menhan, pinjaman luar negeri (PLN) sebesar US$ 6,5 miliar itu untuk belanja alutsista dari 2010 hingga 2014.
"PLN sebesar itu, US$ 4,8 milar di antaranya akan dipergunakan belanja alutsista TNI yang bergerak. Dan belanja alutsista bagi TNI yang tidak bergerak sebesar USD 1,7 miliar. Alokasi ini sudah ditetapkan oleh Menteri Bappenas pada 31 Oktober 2011 lalu, dalam daftar rencana pinjaman luar negeri jangka menengah hingga 2014," tegasnya.
Menkeu Dukung Industri Pertahanan Dalam Negeri Produksi Alutsista TNI
Menkeu Agus Martowardojo menegaskan, anggaran Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2012 ini sebesar Rp 72,5 triliun. Anggaran sebesar itu terdiri dari anggaran dari rupiah murni sebesar Rp 56,2 triliun, anggaran rupiah murni pendamping Rp 4,2 triliun.
"Sementara anggaran yang bersumber dari pinjaman dalam dan luar negeri pada tahun ini sebesar Rp 11,9 triliun," ujar Menkeu dalam raker gabungan dengan Menhan, Kepala Bappenas, Panglima TNI, dan jajarannya di Komisi I DPR, Senin (30/1).
Menkeu menjelaskan, dari alokasi pinjaman luar negeri (PLN) untuk belanja atau modernisasi alutsis TNI hingga 2014 mendatang sebesar US$ 6,5 miliar, yang telah setejui untuk alokasi PLN itu sebesar US$ 5,7 miliar.
"Sementara Bappenas hingga kini masih mengkaji atas alokasi PLN yang teralokasi, yang belum dimanfaatkan secara maksimal itu," tegas Menkeu.
Menurut Menkeu, terhadap harapan DPR agar peningkatan anggaran belanja alutsista, juga dapat diserap untuk kalangan industri pertahanan dalam negeri. Dan, Menkeu mendukung hal ini.
"Karenanya, telah di anggaran untuk dialokasikan berbagai kepentingan belanja alutsista bagi TNI, AD, AU dan AL, dari industri pertahanan dalam negeri. Dimana pemerintah pun mengalokasikan anggaran untuk penguatan modal bagi kepentingan BUMN industri strategis nasional tersebut," tegaskan.
Sumber: Jurnal Parlemen
Komisi I Raker Gabungan Bahas Modernisasi Alutsista TNI
Model rancangan kapal perang jenis Landing Ship Tank (LST) PT. PAL untuk menggantikan LST uzur TNI AL. (Foto: Berita HanKam)
30 Januari 2012, Senayan: Komisi I DPR Senin (30/1) pagi ini menggelar rapat gabungan, antara Menteri Keuangan, Menhan, Panglima TNI dan jajarannya, serta Kepala Bappenas. Rapat ini membahas grand design modernisasi alutsista TNI. Terutama dalam hal kebijakan anggaran dan pembiayaan untuk kepentingan modernisasi alutsista TNI tersebut.
”Jadi pagi ini rapat gabungan antara Kementerian Keuangan dengan Dephan, dalam rangka dukungan anggaran untuk proses modernisasi alutsista, menuju postur kekuatan yang ideal. Karenanya, kita perlu mendengarkan paparan kebijakan dari Menkeu untuk dukungan modernisasi alutsista TNI ini,” ujar Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq saat membuka rapat kerja gabungan ini, Senin (30/1).
Mahfudz mengatakan, program modernisasi alutsista TNI dibuat tiga tahap, hingga tahap akhir pada 2025 untuk tercapainya kekuatan pertahanan negara yang ideal.
”Anggaran untuk modernisasi TNI hingga 2014 mendatang, atau tahap pertama sebesar Rp 150 trilun. Dimana peningkatan anggaran untuk dukungan modernisasi itu telah dimulai, dengan setiap tahunnya anggaran Kemenhan ditingkatkan,” tegas Wasekjen DPP PKS ini.
Menurut Mahfudz, dalam raker sebelumnya, pekan lalu, dengan Menhan dan Panglima TNI serta jajarannya, terungkap adanya dukungan dana yang berbasis dari pinjaman dalam dan luar negeri untuk realisasi modernisasi belanja alutsista ini. Alokasi pinjaman luar negeri untuk belanja alutsista bagi TNI mencapai US$ 6,5 miliar.
”Kita perlu mendengarkan penjelasan Menkeu, alokasi pinjaman luar negeri itu bersumber dari mana saja dan bagaimana mekanisme. Dalam artian, syarat-syaratnya seperti apa, mengikat atau tidak. Kita perlu penjelesan dalam hal ini,” tegasnya.
Ia berharap peningkatan anggaran untuk Kemenhan ini juga dapat memberi dampak bagi kesejahteraan masyarakat. Seperti penyerapan tenaga kerja dalam negeri, dari pengerjaan produksi alutsista untuk modernisasi alutsista TNI.
”Sehingga peningkatan anggaran untuk modernisasi alutsista bagi TNI semestinya mampu memberi multi efek bagi kegiatan ekonomi dalam negeri, yang pada gilirannya mampu memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan mengatasi
pengangguran,” tegasnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
30 Januari 2012, Senayan: Komisi I DPR Senin (30/1) pagi ini menggelar rapat gabungan, antara Menteri Keuangan, Menhan, Panglima TNI dan jajarannya, serta Kepala Bappenas. Rapat ini membahas grand design modernisasi alutsista TNI. Terutama dalam hal kebijakan anggaran dan pembiayaan untuk kepentingan modernisasi alutsista TNI tersebut.
”Jadi pagi ini rapat gabungan antara Kementerian Keuangan dengan Dephan, dalam rangka dukungan anggaran untuk proses modernisasi alutsista, menuju postur kekuatan yang ideal. Karenanya, kita perlu mendengarkan paparan kebijakan dari Menkeu untuk dukungan modernisasi alutsista TNI ini,” ujar Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq saat membuka rapat kerja gabungan ini, Senin (30/1).
Mahfudz mengatakan, program modernisasi alutsista TNI dibuat tiga tahap, hingga tahap akhir pada 2025 untuk tercapainya kekuatan pertahanan negara yang ideal.
”Anggaran untuk modernisasi TNI hingga 2014 mendatang, atau tahap pertama sebesar Rp 150 trilun. Dimana peningkatan anggaran untuk dukungan modernisasi itu telah dimulai, dengan setiap tahunnya anggaran Kemenhan ditingkatkan,” tegas Wasekjen DPP PKS ini.
Menurut Mahfudz, dalam raker sebelumnya, pekan lalu, dengan Menhan dan Panglima TNI serta jajarannya, terungkap adanya dukungan dana yang berbasis dari pinjaman dalam dan luar negeri untuk realisasi modernisasi belanja alutsista ini. Alokasi pinjaman luar negeri untuk belanja alutsista bagi TNI mencapai US$ 6,5 miliar.
”Kita perlu mendengarkan penjelasan Menkeu, alokasi pinjaman luar negeri itu bersumber dari mana saja dan bagaimana mekanisme. Dalam artian, syarat-syaratnya seperti apa, mengikat atau tidak. Kita perlu penjelesan dalam hal ini,” tegasnya.
Ia berharap peningkatan anggaran untuk Kemenhan ini juga dapat memberi dampak bagi kesejahteraan masyarakat. Seperti penyerapan tenaga kerja dalam negeri, dari pengerjaan produksi alutsista untuk modernisasi alutsista TNI.
”Sehingga peningkatan anggaran untuk modernisasi alutsista bagi TNI semestinya mampu memberi multi efek bagi kegiatan ekonomi dalam negeri, yang pada gilirannya mampu memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan mengatasi
pengangguran,” tegasnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
TNI Lirik Tank T-90 Calon Pengganti Leopard
MBT T-90S buatan UralVagonZavod, Rusia. (Foto: uralvagonzavod)
30 Januari 2012, Jakarta: TNI memiliki skenario lain jika pembelian tank Leopard dari Belanda tidak disetujui DPR. Tank Rusia T-90 bisa menjadi pilihan.
Hal itu diakui oleh Panglima TNI Laksamana (TNI) Agus Suhartono di Gedung DPR RI, Jakarta (30/1).
Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono menjelaskan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih memperdebatkan rencana tersebut. Leopard dianggap tidak cocok dengan kondisi jalan di Indonesia.
TNI memiliki opsi lain jika rencana pembelian Leopard buatan Jerman tersebut tidak disetujui DPR. Tank Rusia T-90 bisa menjadi pilihan.
T-90 adalah Main Tattle Tank buatan Rusia hasil pengembangan dari tank T-72. Tank paling modern di angkatan darat dan marinir Rusia ini dianggap satu kelas dengan tank Leopard 2A6 dan 2A7 buatan Jerman.
Tank jenis T-90 ini juga dioperasikan oleh sejumlah negara lain seperti India. T-90 merupakan penerus T-72BM dan menggunakan senjata dan 1G46 gunner sight dari T-80U, sebuah mesin baru, dan pengindera panas .
Menurut Agus Suhartono, dalam membeli tank banyak opsinya termasuk dari produksi dalam negeri. “Kalau dari dalam negeri itu bagus,” paparnya.
Kalau pemerintah Indonesia belum bisa memproduksi, bisa kerjasama dengan pihak lain. “bisa join dengan negara lain. Kalau tidak bisa juga beli dari luar negeri,” pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya rencana pemerintah Indonesia membeli tank bekas jenis Leopard dari Belanda mendapat penentangan dari Komisi I DPR. Pihak Komisi yang membidangi pertahanan ini berpendapat tank Leopard tidak sesuai dengan kondisi wilayah Indonesia.
TNI Pertimbangan Beli Tank Pindad
Tentara Nasional Indonesia(TNI) mempertimbangkan untuk membeli tank produksi PT Pindad. Wacana itu mengemuka ditengah tarik ulur rencana pembelian tank Leopard buatan Belanda.
“Kan ada aturannya, begini, kalau bisa diproduksi dalam negeri, harus di dalam negeri. Kalau tidak bisa, harus join production. Kalau tidak bisa ,baru beli dari luar negeri. Itu ada pedomannya. Harus kita ikuti,”ujar Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono di gedung DPR, Jakarta, Senin(30/1/2012).
Menurut Panglima, pihaknya sangat setuju apabila nantinya bisa membeli produk tank dalam negeri, terlebih lagi buatan PT. Pindad.
“Itu salah satu opsi juga, bisa kita pertimbangkan. Bagus sekali kalau bisa dalam negeri,”jelasnya.
Rencana pembelian tank Leopard sendiri kata Panglima hingga saat ini belum mencapai titik finalisasi. “Kan memang belum final,”pungkasnya.
Sumber: Indonesia Today/Surya
30 Januari 2012, Jakarta: TNI memiliki skenario lain jika pembelian tank Leopard dari Belanda tidak disetujui DPR. Tank Rusia T-90 bisa menjadi pilihan.
Hal itu diakui oleh Panglima TNI Laksamana (TNI) Agus Suhartono di Gedung DPR RI, Jakarta (30/1).
Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono menjelaskan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih memperdebatkan rencana tersebut. Leopard dianggap tidak cocok dengan kondisi jalan di Indonesia.
TNI memiliki opsi lain jika rencana pembelian Leopard buatan Jerman tersebut tidak disetujui DPR. Tank Rusia T-90 bisa menjadi pilihan.
T-90 adalah Main Tattle Tank buatan Rusia hasil pengembangan dari tank T-72. Tank paling modern di angkatan darat dan marinir Rusia ini dianggap satu kelas dengan tank Leopard 2A6 dan 2A7 buatan Jerman.
Tank jenis T-90 ini juga dioperasikan oleh sejumlah negara lain seperti India. T-90 merupakan penerus T-72BM dan menggunakan senjata dan 1G46 gunner sight dari T-80U, sebuah mesin baru, dan pengindera panas .
Menurut Agus Suhartono, dalam membeli tank banyak opsinya termasuk dari produksi dalam negeri. “Kalau dari dalam negeri itu bagus,” paparnya.
Kalau pemerintah Indonesia belum bisa memproduksi, bisa kerjasama dengan pihak lain. “bisa join dengan negara lain. Kalau tidak bisa juga beli dari luar negeri,” pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya rencana pemerintah Indonesia membeli tank bekas jenis Leopard dari Belanda mendapat penentangan dari Komisi I DPR. Pihak Komisi yang membidangi pertahanan ini berpendapat tank Leopard tidak sesuai dengan kondisi wilayah Indonesia.
TNI Pertimbangan Beli Tank Pindad
Tentara Nasional Indonesia(TNI) mempertimbangkan untuk membeli tank produksi PT Pindad. Wacana itu mengemuka ditengah tarik ulur rencana pembelian tank Leopard buatan Belanda.
“Kan ada aturannya, begini, kalau bisa diproduksi dalam negeri, harus di dalam negeri. Kalau tidak bisa, harus join production. Kalau tidak bisa ,baru beli dari luar negeri. Itu ada pedomannya. Harus kita ikuti,”ujar Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono di gedung DPR, Jakarta, Senin(30/1/2012).
Menurut Panglima, pihaknya sangat setuju apabila nantinya bisa membeli produk tank dalam negeri, terlebih lagi buatan PT. Pindad.
“Itu salah satu opsi juga, bisa kita pertimbangkan. Bagus sekali kalau bisa dalam negeri,”jelasnya.
Rencana pembelian tank Leopard sendiri kata Panglima hingga saat ini belum mencapai titik finalisasi. “Kan memang belum final,”pungkasnya.
Sumber: Indonesia Today/Surya
Kapal Rampasan Nelayan Asing Dijadikan Kapal Patroli
Menteri Kelautan dan Perikanan, Minggu (29/1/2012), meresmikan penggunaan kapal sitaan dari nelayan asing yang sudah dimodifikasi menjadi kapal logistik pendukung kapal patroli. (Foto: KOMPAS/Kris R Mada)
29 Januari 2012, Batam: Kementerian Kelautan dan Perikanan memanfaatkan kapal rampasan dari nelayan asing untuk pendukung patroli. Kapal itu ditempatkan di Batam, Kepulauan Riau.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo meresmikan penggunaan kapal itu, Minggu (29/1/2012), di Batam. Kapal bernama Paus 001 itu akan dijadikan kapal logistik pendukung patroli.
Sebelum menjadi kapal logistik, kapal tersebut merupakan kapal penampung ikan milik nelayan asing. Delapan kapal sejenis ditangkap petugas Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan Pontianak pada 2008. Empat kapal diberikan kepada pemerintah daerah Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Gorontalo, dan Maluku. Tiga kapal dihibahkan kepada IPB, Universitas Diponegoro, dan Universitas Brawijaya.
Sementara satu kapal dimodifikasi sebagai kapal logistik untuk mendukung patroli di perairan Kepri dan Kalimantan. Kapal itu akan memasok bahan bakar dan bahan makanan bagi petugas. Kapal itu juga akan menjadi fasilitas penahanan sementara awak kapal asing yang tertangkap mencari ikan secara ilegal di Indonesia.
Sumber: KOMPAS
29 Januari 2012, Batam: Kementerian Kelautan dan Perikanan memanfaatkan kapal rampasan dari nelayan asing untuk pendukung patroli. Kapal itu ditempatkan di Batam, Kepulauan Riau.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo meresmikan penggunaan kapal itu, Minggu (29/1/2012), di Batam. Kapal bernama Paus 001 itu akan dijadikan kapal logistik pendukung patroli.
Sebelum menjadi kapal logistik, kapal tersebut merupakan kapal penampung ikan milik nelayan asing. Delapan kapal sejenis ditangkap petugas Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan Pontianak pada 2008. Empat kapal diberikan kepada pemerintah daerah Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Gorontalo, dan Maluku. Tiga kapal dihibahkan kepada IPB, Universitas Diponegoro, dan Universitas Brawijaya.
Sementara satu kapal dimodifikasi sebagai kapal logistik untuk mendukung patroli di perairan Kepri dan Kalimantan. Kapal itu akan memasok bahan bakar dan bahan makanan bagi petugas. Kapal itu juga akan menjadi fasilitas penahanan sementara awak kapal asing yang tertangkap mencari ikan secara ilegal di Indonesia.
Sumber: KOMPAS
Sritex Pasok Seragam Militer untuk 27 Negara
Seragam militer AD Jerman dan Belanda diproduksi PT. Sritex. (Foto: Berita HanKam)
29 Januari 2012, Sukoharjo: Pemerintah Timor Leste memesan seragam militer, polisi, dan Pegawai pemerintahnya di sebuah perusahaan tekstil di Sukoharjo Jawa tengah. Perusahaan tersebut sudah memproduksi berbagai seragam militer dan polisi untuk 27 negara di dunia.
Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao, mengamati ratusan patung berseragam militer dan polisi beraneka warna maupun motifnya. Ratusan patung manekin militer tersebut berada di sebuah ruangan pabrik tekstil, PT SRITEX, Sukoharjo, Jawa tengah, Sabtu siang (28/1).
Setiap patung tersebut tertulis kesatuan militer dan negara yang memakainya. Ada seragam untuk militer Malaysia, Kroasia, Jerman, Arab Saudi, Yunani, Libya, Sudan, dan sebagainya. Xanana mengatakan Timor Leste masih membutuhkan pasokan seragam militer, polisi, maupun pegawai pemerintah. Kebutuhan tersebut, tegas Xanana, dipasok dari Indonesia.
Xanana mengatakan, “Kunjungan kami ke sini untuk mengenal lebih dekat PT Sritex, karena kebutuhan tekstil seragam militer atau tentara, polisi, dan pegawai pemerintah di Timor Leste masih banyak..kita order pasokan kebutuhan seragam tersebut dari pabrik ini..kita juga perlu memberikan training kepada warga Timor Leste untuk memproduksi tekstil..harapan kita, pabrik tekstil ini bisa memberikan investasi di bidang tekstil ke Timor Leste.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Sri Rejeki Isman atau SRITEX, Iwan Setiawan Lukminto mengatakan pasokan kebutuhan seragam tersebut baru mencapai separuh. Iwan menjanjikan seluruh kebutuhan seragam militer, polisi, maupun pegawai pemerintah Timor Leste akan tercukupi.
“Kita akan terus meningkatkan nilai ekspor ke Timor Leste. Kami melihat Timor Leste masih kurang dan sangat membutuhkan pasokan tekstil lebih banyak lagi..kita memasok kebutuhan seragam militer atau tentara, polisi di Timor Leste..nantinya semua akan diproduksi di pabrik ini..kita baru bisa memasok seragam tersebut separuh kebutuhan Timor leste..secara bertahap, kita akan memenuhi semua pasokan kebutuhan seragam tersebut,” demikian keterangan Iwan Setiawan Lukminto.
Sumber: VOA
29 Januari 2012, Sukoharjo: Pemerintah Timor Leste memesan seragam militer, polisi, dan Pegawai pemerintahnya di sebuah perusahaan tekstil di Sukoharjo Jawa tengah. Perusahaan tersebut sudah memproduksi berbagai seragam militer dan polisi untuk 27 negara di dunia.
Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao, mengamati ratusan patung berseragam militer dan polisi beraneka warna maupun motifnya. Ratusan patung manekin militer tersebut berada di sebuah ruangan pabrik tekstil, PT SRITEX, Sukoharjo, Jawa tengah, Sabtu siang (28/1).
Setiap patung tersebut tertulis kesatuan militer dan negara yang memakainya. Ada seragam untuk militer Malaysia, Kroasia, Jerman, Arab Saudi, Yunani, Libya, Sudan, dan sebagainya. Xanana mengatakan Timor Leste masih membutuhkan pasokan seragam militer, polisi, maupun pegawai pemerintah. Kebutuhan tersebut, tegas Xanana, dipasok dari Indonesia.
Xanana mengatakan, “Kunjungan kami ke sini untuk mengenal lebih dekat PT Sritex, karena kebutuhan tekstil seragam militer atau tentara, polisi, dan pegawai pemerintah di Timor Leste masih banyak..kita order pasokan kebutuhan seragam tersebut dari pabrik ini..kita juga perlu memberikan training kepada warga Timor Leste untuk memproduksi tekstil..harapan kita, pabrik tekstil ini bisa memberikan investasi di bidang tekstil ke Timor Leste.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Sri Rejeki Isman atau SRITEX, Iwan Setiawan Lukminto mengatakan pasokan kebutuhan seragam tersebut baru mencapai separuh. Iwan menjanjikan seluruh kebutuhan seragam militer, polisi, maupun pegawai pemerintah Timor Leste akan tercukupi.
“Kita akan terus meningkatkan nilai ekspor ke Timor Leste. Kami melihat Timor Leste masih kurang dan sangat membutuhkan pasokan tekstil lebih banyak lagi..kita memasok kebutuhan seragam militer atau tentara, polisi di Timor Leste..nantinya semua akan diproduksi di pabrik ini..kita baru bisa memasok seragam tersebut separuh kebutuhan Timor leste..secara bertahap, kita akan memenuhi semua pasokan kebutuhan seragam tersebut,” demikian keterangan Iwan Setiawan Lukminto.
Sumber: VOA
Anggaran Alutsista TNI Angkatan Udara Bertambah
Super Tucano AU Kolombia. Indonesia membeli 16 unit Super Tucano dari Embraer. Batch pertama dijadwalkan tiba di Indonesia pada Maret 2012. (Foto: Embraer)
28 Januari 2012, Jakarta: Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat mengatakan TNI AU mendapat tambahan anggaran pada tahun anggaran 2012. Penambahan anggaran tersebut akan difokuskan pada pengadaan dan peningkatan kemampuan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI AU sesuai rancangan Minimum Essential Force (MEF) yang telah ditetapkan. Demikian disampaikan KSAU pada penutupan Rapim TNI AU dan Apel Komandan Satuan Tahun 2012 di Kampus AAU, Yogyakarta, Jumat (27/1).
KSAU berharap setiap instansi terkait dengan program pembangunan kekuatan dan kemampuan TNI AU agar betul-betul merencanakan dan melaksanakan sesuai prosedur dan tataran kewenangan yang dimilki. Hal ini penting agar program yang dilaksanakan akan berjalan dengan lancar dan tidak menjadi permasalahan.
Menurutnya, anggaran yang diberikan oleh negara kepada TNI AU berasal dari rakyat dan diawasi oleh rakyat sehingga harus mempertanggung jawabkan apa yang dilakukan dengan anggaran tersebut. Untuk mewujudkan kekuatan pokok minimum, menurut Imam, komandan harus menjadi figur sangat dominan dalam meraih keberhasilan dan mampu menciptakan satuan yang kondusif untuk melaksanakan program peningkatan kesiapan alutsista.
Selain itu, komandan juga harus mampu membawa anggotanya untuk bekerja sama dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab satuan. Imam berharap tunjangan kinerja/renumerasi yang telah diberikan agar semakin memupuk motivasi, dedikasi dan etos kerja yang tinggi.
Juga menumbuhkembangkan sifat kepedulian dan inisiatif terhadap situasi kegiatan disekelilingnya khususnya kepedulian terhadap alutsista yang dioperasikan. "Komandan juga berperan memelihara disiplin anggota dan kerja sama kelompok untuk menjaga soliditas dan harmonisasi di antara sesama serta meningkatkan nilai-nilai kejujuran dan loyalitas terhadap organisasi TNI Angkatan Udara," kata Imam melalui siaran pers Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsekal Pertama TNI Azman Yunus.
Sumber: Jurnas
28 Januari 2012, Jakarta: Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat mengatakan TNI AU mendapat tambahan anggaran pada tahun anggaran 2012. Penambahan anggaran tersebut akan difokuskan pada pengadaan dan peningkatan kemampuan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI AU sesuai rancangan Minimum Essential Force (MEF) yang telah ditetapkan. Demikian disampaikan KSAU pada penutupan Rapim TNI AU dan Apel Komandan Satuan Tahun 2012 di Kampus AAU, Yogyakarta, Jumat (27/1).
KSAU berharap setiap instansi terkait dengan program pembangunan kekuatan dan kemampuan TNI AU agar betul-betul merencanakan dan melaksanakan sesuai prosedur dan tataran kewenangan yang dimilki. Hal ini penting agar program yang dilaksanakan akan berjalan dengan lancar dan tidak menjadi permasalahan.
Menurutnya, anggaran yang diberikan oleh negara kepada TNI AU berasal dari rakyat dan diawasi oleh rakyat sehingga harus mempertanggung jawabkan apa yang dilakukan dengan anggaran tersebut. Untuk mewujudkan kekuatan pokok minimum, menurut Imam, komandan harus menjadi figur sangat dominan dalam meraih keberhasilan dan mampu menciptakan satuan yang kondusif untuk melaksanakan program peningkatan kesiapan alutsista.
Selain itu, komandan juga harus mampu membawa anggotanya untuk bekerja sama dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab satuan. Imam berharap tunjangan kinerja/renumerasi yang telah diberikan agar semakin memupuk motivasi, dedikasi dan etos kerja yang tinggi.
Juga menumbuhkembangkan sifat kepedulian dan inisiatif terhadap situasi kegiatan disekelilingnya khususnya kepedulian terhadap alutsista yang dioperasikan. "Komandan juga berperan memelihara disiplin anggota dan kerja sama kelompok untuk menjaga soliditas dan harmonisasi di antara sesama serta meningkatkan nilai-nilai kejujuran dan loyalitas terhadap organisasi TNI Angkatan Udara," kata Imam melalui siaran pers Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsekal Pertama TNI Azman Yunus.
Sumber: Jurnas
Saturday, January 28, 2012
Xanana Borong Seragam Militer di PT. Sritex
Seragam militer Angkatan Bersenjata Uni Emirat Arab buatan PT. Sritex, Sukoharjo. (Foto: Berita HanKam)
28 Januari 2012, Sukoharjo: Perdana Menteri Timor Leste, meminta PT Sritex untuk menanamkan investasi di negaranya. Hal ini dilontarkan Xanana saat melakukan kunjungan ke PT Sritex di Sukoharjo, Sabtu (28/1/2012).
Sebelumnya Xanana datang ke PT Sritex sekitar pukul 11.45 WIB dengan dikawal sejumlah personel dari Staf Angkatan Darat Timor Leste. Sementara dari pihak tuan rumah menyiapkan sejumlah personel dari sejumlah anggota TNI dan polisi.
Dalam kesempatan itu, Xanana berkeinginan melakukan kerja sama dengan PT Sritex lebih jauh lagi. Dia berkeinganan agar PT Sritex mau melakukan investasi di negaranya. Tidak hanya itu, dia ingin PT Sritex melakukan training atau pelatihan kerja kepada warga Timor Leste di bidang tekstil.
Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) PT Sritex, Iwan Setyawan Lukminto mengatakan salama 2 tahun terakhir ini pihaknya telah menjalin kerja sama dengan Timor Leste dalam bentuk suplai pakaian seragam terutama seragam tentara. Sementara menanggapi ajakan Perdana Menteri Timor Leste itu, Iwan mengatakan pihaknya akan melakukan penjajakan terlebih dahulu.
Di sisi lain, selain ke Sritex, Xanana Gusmao dikabarkan juga mengunjungi PT Pindad di Bandung. Di sana Xanana mengaku mendapat penawaran untuk membeli senjata dan perlengkapan perang. Namun Xanana mengaku lebih tertarik untuk membeli kendaraan angkut personel.
Sumber: Solo Pos
28 Januari 2012, Sukoharjo: Perdana Menteri Timor Leste, meminta PT Sritex untuk menanamkan investasi di negaranya. Hal ini dilontarkan Xanana saat melakukan kunjungan ke PT Sritex di Sukoharjo, Sabtu (28/1/2012).
Sebelumnya Xanana datang ke PT Sritex sekitar pukul 11.45 WIB dengan dikawal sejumlah personel dari Staf Angkatan Darat Timor Leste. Sementara dari pihak tuan rumah menyiapkan sejumlah personel dari sejumlah anggota TNI dan polisi.
Dalam kesempatan itu, Xanana berkeinginan melakukan kerja sama dengan PT Sritex lebih jauh lagi. Dia berkeinganan agar PT Sritex mau melakukan investasi di negaranya. Tidak hanya itu, dia ingin PT Sritex melakukan training atau pelatihan kerja kepada warga Timor Leste di bidang tekstil.
Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) PT Sritex, Iwan Setyawan Lukminto mengatakan salama 2 tahun terakhir ini pihaknya telah menjalin kerja sama dengan Timor Leste dalam bentuk suplai pakaian seragam terutama seragam tentara. Sementara menanggapi ajakan Perdana Menteri Timor Leste itu, Iwan mengatakan pihaknya akan melakukan penjajakan terlebih dahulu.
Di sisi lain, selain ke Sritex, Xanana Gusmao dikabarkan juga mengunjungi PT Pindad di Bandung. Di sana Xanana mengaku mendapat penawaran untuk membeli senjata dan perlengkapan perang. Namun Xanana mengaku lebih tertarik untuk membeli kendaraan angkut personel.
Sumber: Solo Pos
Hebat, Indonesia Siap Ekspor Mobil Lapis Baja
(Foto: KOMPAS)
28 Januari 2012, Banjarmasin: Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Marzan A Iskandar mengatakan, pihaknya siap mengekspor mobil lapis baja (panser) yang berhasil di produksi oleh lembaganya ke Malaysia dan Brunai Darussalam.
"BPPT bersama Pindad saat ini sedang memproduksi panser atau mobil lapis baja untuk memenuhi pesanan Malaysia dan Brunei," kata Marzan di Banjarmasin, Jumat (27/1).
Selain itu, kata dia, kini pihaknya sedang konsentrasi untuk melakukan modernisasi peralatan tempur TNI-AD seperti panser dan peralatan lainnya untuk mengganti peralatan yang sudah tua.
Saat ini, kata dia, pihaknya hampir menyelesaikan pembuatan sekitar 150 panser untuk mengganti dan menambah peralatan tempur TNI-AD. Bukan hanya panser, untuk melengkapi peralatan tempur TNI, BPPT juga sudah mampu mengembangkan sebagian bahan peledak yang saat ini diimpor dari luar negeri.
"Beberapa jenis bahan peledak seperti amunisi sudah berhasil kita kembangkan, sehingga tidak perlu lagi mengimpor dari negara lain," katanya.
Diharapkan dengan semakin banyaknya putra-putri Indonesia memproduksi berbagai terknologi dan peralatan pertahanan keamanan akan membuat Indonesia semakin disegani negara-negara dunia.
Memperkuat ketahanan keamanan negara ke depan, kata dia, BPPT dan Pindad bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan juga sedang merancang pembangunan jaringan sistem informasi keamanan.
Sistem informasi yang canggih dan kuat tersebut, tambah Marzan diharapkan akan mampu menjadi basis untuk perencanaan pertahanan keamanan negara ke depan.
Sedangkan untuk memperkuat keamanan udara, saat ini Indonesia juga sedang merancang membuat pesawat tempur bekerjasama dengan Korea Selatan.
Pesawat tempur yang dirancang lebih canggih dari F 16 dan Sukhoi tersebut untuk melengkapi pertahanan dan keamanan angkatan udara Indonesia.
Sumber: Republika
28 Januari 2012, Banjarmasin: Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Marzan A Iskandar mengatakan, pihaknya siap mengekspor mobil lapis baja (panser) yang berhasil di produksi oleh lembaganya ke Malaysia dan Brunai Darussalam.
"BPPT bersama Pindad saat ini sedang memproduksi panser atau mobil lapis baja untuk memenuhi pesanan Malaysia dan Brunei," kata Marzan di Banjarmasin, Jumat (27/1).
Selain itu, kata dia, kini pihaknya sedang konsentrasi untuk melakukan modernisasi peralatan tempur TNI-AD seperti panser dan peralatan lainnya untuk mengganti peralatan yang sudah tua.
Saat ini, kata dia, pihaknya hampir menyelesaikan pembuatan sekitar 150 panser untuk mengganti dan menambah peralatan tempur TNI-AD. Bukan hanya panser, untuk melengkapi peralatan tempur TNI, BPPT juga sudah mampu mengembangkan sebagian bahan peledak yang saat ini diimpor dari luar negeri.
"Beberapa jenis bahan peledak seperti amunisi sudah berhasil kita kembangkan, sehingga tidak perlu lagi mengimpor dari negara lain," katanya.
Diharapkan dengan semakin banyaknya putra-putri Indonesia memproduksi berbagai terknologi dan peralatan pertahanan keamanan akan membuat Indonesia semakin disegani negara-negara dunia.
Memperkuat ketahanan keamanan negara ke depan, kata dia, BPPT dan Pindad bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan juga sedang merancang pembangunan jaringan sistem informasi keamanan.
Sistem informasi yang canggih dan kuat tersebut, tambah Marzan diharapkan akan mampu menjadi basis untuk perencanaan pertahanan keamanan negara ke depan.
Sedangkan untuk memperkuat keamanan udara, saat ini Indonesia juga sedang merancang membuat pesawat tempur bekerjasama dengan Korea Selatan.
Pesawat tempur yang dirancang lebih canggih dari F 16 dan Sukhoi tersebut untuk melengkapi pertahanan dan keamanan angkatan udara Indonesia.
Sumber: Republika
LSM "Keukeuh" Tolak Pembelian Leopard
Leopard 2A6 AD Belanda melintasi pantai setelah keluar dari HrMs Rotterdam. (Foto: Frank Baunach)
28 Januari 2012, Jakarta: Rencana TNI membeli tank Leopard 2A6 dari Belanda merupakan langkah yang tidak sesuai dengan kebijakan SBY. Dalam berbagai kesempatan, Presiden selalu menekankan agar kebutuhan alutsista TNI maupun Polri dipasok dari dalam negeri. Membangun sendiri industri pertahanan menurut SBY, merupakan hal sangat penting untuk direalisasikan.
Oleh karena itu,” "Pembelian tank Leopard ini tidak sesuai dengan perkataan SBY," ujar peneliti Ridep Institute Anton Ali Abas, di kantor Imparsial, Jumat (27/1).
Menurut Anton, memang diharapkan ada transfer teknologi jika mengimpor senjata dari luar, termasuk tank Leopard. Namun hal itu mustahil karena, menurut Anton, kondisi geografis dan infrastruktur Indonesia yang masih belum memadai.
"Dengan tank medium yang beratnya 32 ton saja jalanan Jakarta hancur, apalagi dengan beban tank Leopard 64 ton. Terus kalau jatuh di sawah pasti akan susah mengangkatnya. Lebih baik sediakan dulu infrastruktur yang bagus," sarannya.
Sejumlah LSM Minta Kementerian Fokus pada Kemandirian Industri Pertahanan
Sejumlah aktivis mendesak agar kementerian terkait fokus pada pembangunan industri pertahanan. Kebutuhan tank untuk penguatan TNI AD bisa dijadikan momen mendorong industri pertahanan dalam hal ini PT Pindad untuk mengembangkan pembuatan tank.
“Kalau dana untuk membeli Leopard ini diinvestasikan untuk proyek pengembangan tank ringan atau medium oleh PT Pindad malah lebih bagus. Ini juga akan mengurangi dampak politis seperti kemungkinan embargo,” Direktur Program Imparsial Al Araf, di Jakarta, Jumat (27/1).
Ia juga kembali menyatakan, pembelian tank tempur berat (MBT) Leopard ini tidak relevan dengan realitas geografis Indonesia. Menurutnya, Indonesia yang merupakan negara kepualauan tidak cocok menggunakan Leopard yang lebih banyak digunakan di negara-negara kontinental.
Perlu diketahui, sejumlah negara Eropa sangat mengandalkan kekuatan angkatan daratnya dengan tank jenis MBT termasuk Inggris dengan geografis kepulauan, yakni FV4034 Challenger 2. Adapun negara tetangga di Asia Tenggara sudah beberapa dekade yang lalu mengembangkan MBT, seperti Singapura (Leopard dan Centurion), Malaysia (PT-91M/Polandia), dan Thailand (Patton/Amerika Serikat).
Sumber: Indonesia Today/Jurnas
28 Januari 2012, Jakarta: Rencana TNI membeli tank Leopard 2A6 dari Belanda merupakan langkah yang tidak sesuai dengan kebijakan SBY. Dalam berbagai kesempatan, Presiden selalu menekankan agar kebutuhan alutsista TNI maupun Polri dipasok dari dalam negeri. Membangun sendiri industri pertahanan menurut SBY, merupakan hal sangat penting untuk direalisasikan.
Oleh karena itu,” "Pembelian tank Leopard ini tidak sesuai dengan perkataan SBY," ujar peneliti Ridep Institute Anton Ali Abas, di kantor Imparsial, Jumat (27/1).
Menurut Anton, memang diharapkan ada transfer teknologi jika mengimpor senjata dari luar, termasuk tank Leopard. Namun hal itu mustahil karena, menurut Anton, kondisi geografis dan infrastruktur Indonesia yang masih belum memadai.
"Dengan tank medium yang beratnya 32 ton saja jalanan Jakarta hancur, apalagi dengan beban tank Leopard 64 ton. Terus kalau jatuh di sawah pasti akan susah mengangkatnya. Lebih baik sediakan dulu infrastruktur yang bagus," sarannya.
Sejumlah LSM Minta Kementerian Fokus pada Kemandirian Industri Pertahanan
Sejumlah aktivis mendesak agar kementerian terkait fokus pada pembangunan industri pertahanan. Kebutuhan tank untuk penguatan TNI AD bisa dijadikan momen mendorong industri pertahanan dalam hal ini PT Pindad untuk mengembangkan pembuatan tank.
“Kalau dana untuk membeli Leopard ini diinvestasikan untuk proyek pengembangan tank ringan atau medium oleh PT Pindad malah lebih bagus. Ini juga akan mengurangi dampak politis seperti kemungkinan embargo,” Direktur Program Imparsial Al Araf, di Jakarta, Jumat (27/1).
Ia juga kembali menyatakan, pembelian tank tempur berat (MBT) Leopard ini tidak relevan dengan realitas geografis Indonesia. Menurutnya, Indonesia yang merupakan negara kepualauan tidak cocok menggunakan Leopard yang lebih banyak digunakan di negara-negara kontinental.
Perlu diketahui, sejumlah negara Eropa sangat mengandalkan kekuatan angkatan daratnya dengan tank jenis MBT termasuk Inggris dengan geografis kepulauan, yakni FV4034 Challenger 2. Adapun negara tetangga di Asia Tenggara sudah beberapa dekade yang lalu mengembangkan MBT, seperti Singapura (Leopard dan Centurion), Malaysia (PT-91M/Polandia), dan Thailand (Patton/Amerika Serikat).
Sumber: Indonesia Today/Jurnas
Friday, January 27, 2012
Supremasi Pertahanan Udara vis-a-vis Hibah F16
F-16C Fighting Falcon dari 27th Fighter Wing, Cannon Air Force Base, N.M. (Foto: U.S. Air Force/Tech. Sgt. Kevin Gruenwald)
28 Januari 2012: Untuk memahami strategi pertahanan negara, selain persepsi dan skala ancaman, perlu juga dijabarkan apa saja konsep mendasar yang menjadi landasan dalam merancang sistem pertahanan negara.
Konsep utama dan paling penting adalah pemahaman akan perang. Untuk perang udara yang menjadi salah satu ikon kekuatan utama perang masa depan, kekuatan pertahanan udara akan terletak juga pada kemampuan pengendalian udara yang mencakup: Supremasi udara (air supremacy) yaitu keadaan yang didefinisikan sebagai tingkat superioritas suatu angkatan udara di mana lawan tidak mampu mengintervensi secara efektif.
Keunggulan udara (air superiority) yaitu keadaan yang didefinisikan sebagai tingkat dominasi oleh suatu angkatan udara untuk dapat melakukan operasi darat,laut,dan udara tanpa dapat dicegah. Terakhir, keadaan udara yang menguntungkan (favorable air situation) di mana situasi pertahanan udara masih sangat terbatas oleh ruang dan waktu sehingga dimungkinkan terjadi intervensi udara oleh musuh.
Operasi pertahanan udara (hanud) terbagi atas hanud aktif dan pasif. Hanud aktif mencakup langkah-langkah seperti penggunaan pesawat, senjata langsung, dan tidak langsung pertahanan udara dan peperangan elektronik. Kegiatan dalam operasi ini meliputi deteksi (elektronis dan visual), identifikasi (elektronis, korelasi,dan visual),dan penindakan (pesawat tempur sergap,rudal jarak sedang,dan rudal taktis) terhadap ancaman kekuatan musuh.
Hanud pasif mencakup semua tindakan selain pertahanan udara aktif, yang diambil untuk meminimalkan efektivitas tindakan musuh dan ancaman rudal.Termasuk antara lain kamuflase, persembunyian, penipuan, pemulihan, deteksi, sistem peringatan, serta penggunaan konstruksi pelindung. Dalam konteks ini, skala ancaman menjadi logika utama bagi pembangunan postur pertahanan udara yang sesuai dengan kondisi terkini untuk mengidentifikasi strategi penangkalan yang efektif dimana di dalamnya organisasi TNI, personel, dan kapabilitas alutsista berada.
Ketiga komponen mendasar dalam postur pertahanan inilah yang akan menentukan sejauh mana negara siap melindungi segenap wilayahnya. Komponen alutsista dalam konteks ini menjadi faktor utama bagi kedua komponen lainnya. Karena itu,persoalan alutsista bukanlah persoalan yang mudah. Isu seputar transparansi anggaran hanyalah porsi kecil dari kompleksitas pengadaan alutsista. Ketika anggaran selalu menjadi fokus utama, masalah perencanaan kebutuhan alutsista yang sebetulnya menjadi sumber dari permasalahan sering menjadi terabaikan.
Rencana Hibah
Mencermati rencana beli hibah F16 C/D yang diriuhkan, kita harus mengaitkan pada perimbangan kekuatan udara kawasan. Dengan skenario hibah nanti akan ada beberapa jenis pesawat di kawasan di antaranya:
(1) F-16 C/D hibah yang dibekali radar APG-68(v) dengan kemampuan mencari 80 mil laut;
(2) F-16 D+ Block 52 yang dibekali APG-68(v)9 dengan kemampuan mencari 160 mil laut;
(3) JAS-39 Gripen yang dibekali radar PS-05/A dengan kemampuan mencari 160 mil laut;
(4) SU-30 MKI yang dibekali NIIP N011M Bars dengan kemampuan mencari 173 mil laut.
Jarak jangkau radar pesawat hibah kelak, jika dihadapkan terhadap pesawat negara kawasan, hanya akan mampu menangkap target di jarak 80 mil laut. Padahal, pesawat negara kawasan seperti F-16 D+ Block 52, JAS-39 Gripen,dan SU-30 MKI sudah mampu menangkap target sejak di jarak 160 Nm – 173Nm. Ditambah dengan teknologi IFF (Identification Friend or Foe) yang dimilikinya barisan pesawat kawasan telah memiliki interrogator sehingga apa yang tertampil di radar akan langsung terbaca sebagai lawan atau kawan.
Keadaan ini menjadi lebih rumit di masa perang jika suatu hari tanpa terduga negara kita dihadapkan pada seranganudara. Jika kita asumsikan pesawatpesawat musuh adalah F-16 D+ Block 52, JAS-39 Gripen,dan SU-30 MKI, selain sudah menangkap target sejak di 160-173 mil laut, mereka dapat mengaktifkan kemampuan ECCM/ anti jamming, melaksanakan mekanisme notching. Hal ini akan dilakukan pesawat musuh untuk mencegah radar pesawat hibah menangkap posisi mereka hingga bisa lepas dari jarak tembak efektif misil Amraam atau R27RI di 40-45 mil laut.
Permasalahan lain, 24 pesawat hibah kita yang terdiri atas double seater dan single seater rata-rata sudah mencapai usia 6.500 jam terbang sehingga yang akan tersisa hanya +1500 jam terbang. Mengingat time line delivery pesawat hibah kita pada 2014,ini akan menjadikan pesawat hibah hanya dapat digunakan +10 jam/bulan agar bisa digunakan hingga 2024, saat pesawat tersebut siap digantikan oleh pesawat tempur KFX kerja sama kita dengan Korea.
Jumlah penggunaan jam tersebut sulit diwujudkan karena fungsi pesawat tempur kita memiliki tugas rangkap, baik sebagai pesawat latih, pesawat pengamanan, maupun sebagai pesawat pertahanan udara. Artinya, usia pesawat hibah akan lebih pendek dari 10 tahun dan akan terdapat jeda kekosongan kekuatan pertahanan udara kita antara usainya waktu penggunaan pesawat hibah dan datangnya pesawat KFX.
Kemampuan untuk mengidentifikasi sisi kelemahan pertahanan udara kita terhadap ancaman merupakan langkah awal yang strategis dalam membangun kekuatan sistempertahanan dan postur. Mengingat persoalan kepentingan nasional tidak mengenal istilah KNM (Kepentingan Nasional Minimum), penetapan Minimum Essential Force (MEF) haruslah turun dari logika pembangunan pertahanan negara yang didasarkan pada identifikasi ancaman terhadap kepentingan nasional yang harus tetap terjaga.
Karena itu, ukuran akan perubahan geopolitik kawasan, spektrum ancaman, kuantitas alutsista yang berkualitas, dan perimbangan kekuatan relatif menjadi hal terpenting yang harus digaris bawahi.Bukankah lebih baik kita memiliki lebih sedikit pesawat tempur yang memiliki kualitas perimbangan daya tempur relatif terhadap kekuatan udara kawasan dibandingkan mengedepankan kuantitas dengan segala keterbatasannya?
Polemik pembelian alutsista TNI dapat dihindari dengan berpedoman pada grand strategy pertahanan, program pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang bagi kebutuhan satuan skuadron, kebijakan serta politik anggaran yang tepat dan tidak selalu memutuskan pembelian alutsista dengan orientasi keterbatasan, serta fluktuasi dan alokasi anggaran. Dalam mewujudkan kepentingan nasional, supremasi udara dan citacita TNI AU akan The First Class Air Force,pepatah telah mengatakan: Nervi Belli Pecunia Infinita, anggaran tak terbatas merupakan kekuatan perang itu sendiri. (CONNIE RAHAKUNDINI BAKRIE/Direktur Institute of Defense and Security Studies-Indonesia Maritime Institute,Dosen FISIP Universitas Indonesia)
Sumber: SINDO
28 Januari 2012: Untuk memahami strategi pertahanan negara, selain persepsi dan skala ancaman, perlu juga dijabarkan apa saja konsep mendasar yang menjadi landasan dalam merancang sistem pertahanan negara.
Konsep utama dan paling penting adalah pemahaman akan perang. Untuk perang udara yang menjadi salah satu ikon kekuatan utama perang masa depan, kekuatan pertahanan udara akan terletak juga pada kemampuan pengendalian udara yang mencakup: Supremasi udara (air supremacy) yaitu keadaan yang didefinisikan sebagai tingkat superioritas suatu angkatan udara di mana lawan tidak mampu mengintervensi secara efektif.
Keunggulan udara (air superiority) yaitu keadaan yang didefinisikan sebagai tingkat dominasi oleh suatu angkatan udara untuk dapat melakukan operasi darat,laut,dan udara tanpa dapat dicegah. Terakhir, keadaan udara yang menguntungkan (favorable air situation) di mana situasi pertahanan udara masih sangat terbatas oleh ruang dan waktu sehingga dimungkinkan terjadi intervensi udara oleh musuh.
Operasi pertahanan udara (hanud) terbagi atas hanud aktif dan pasif. Hanud aktif mencakup langkah-langkah seperti penggunaan pesawat, senjata langsung, dan tidak langsung pertahanan udara dan peperangan elektronik. Kegiatan dalam operasi ini meliputi deteksi (elektronis dan visual), identifikasi (elektronis, korelasi,dan visual),dan penindakan (pesawat tempur sergap,rudal jarak sedang,dan rudal taktis) terhadap ancaman kekuatan musuh.
Hanud pasif mencakup semua tindakan selain pertahanan udara aktif, yang diambil untuk meminimalkan efektivitas tindakan musuh dan ancaman rudal.Termasuk antara lain kamuflase, persembunyian, penipuan, pemulihan, deteksi, sistem peringatan, serta penggunaan konstruksi pelindung. Dalam konteks ini, skala ancaman menjadi logika utama bagi pembangunan postur pertahanan udara yang sesuai dengan kondisi terkini untuk mengidentifikasi strategi penangkalan yang efektif dimana di dalamnya organisasi TNI, personel, dan kapabilitas alutsista berada.
Ketiga komponen mendasar dalam postur pertahanan inilah yang akan menentukan sejauh mana negara siap melindungi segenap wilayahnya. Komponen alutsista dalam konteks ini menjadi faktor utama bagi kedua komponen lainnya. Karena itu,persoalan alutsista bukanlah persoalan yang mudah. Isu seputar transparansi anggaran hanyalah porsi kecil dari kompleksitas pengadaan alutsista. Ketika anggaran selalu menjadi fokus utama, masalah perencanaan kebutuhan alutsista yang sebetulnya menjadi sumber dari permasalahan sering menjadi terabaikan.
Rencana Hibah
Mencermati rencana beli hibah F16 C/D yang diriuhkan, kita harus mengaitkan pada perimbangan kekuatan udara kawasan. Dengan skenario hibah nanti akan ada beberapa jenis pesawat di kawasan di antaranya:
(1) F-16 C/D hibah yang dibekali radar APG-68(v) dengan kemampuan mencari 80 mil laut;
(2) F-16 D+ Block 52 yang dibekali APG-68(v)9 dengan kemampuan mencari 160 mil laut;
(3) JAS-39 Gripen yang dibekali radar PS-05/A dengan kemampuan mencari 160 mil laut;
(4) SU-30 MKI yang dibekali NIIP N011M Bars dengan kemampuan mencari 173 mil laut.
Jarak jangkau radar pesawat hibah kelak, jika dihadapkan terhadap pesawat negara kawasan, hanya akan mampu menangkap target di jarak 80 mil laut. Padahal, pesawat negara kawasan seperti F-16 D+ Block 52, JAS-39 Gripen,dan SU-30 MKI sudah mampu menangkap target sejak di jarak 160 Nm – 173Nm. Ditambah dengan teknologi IFF (Identification Friend or Foe) yang dimilikinya barisan pesawat kawasan telah memiliki interrogator sehingga apa yang tertampil di radar akan langsung terbaca sebagai lawan atau kawan.
Keadaan ini menjadi lebih rumit di masa perang jika suatu hari tanpa terduga negara kita dihadapkan pada seranganudara. Jika kita asumsikan pesawatpesawat musuh adalah F-16 D+ Block 52, JAS-39 Gripen,dan SU-30 MKI, selain sudah menangkap target sejak di 160-173 mil laut, mereka dapat mengaktifkan kemampuan ECCM/ anti jamming, melaksanakan mekanisme notching. Hal ini akan dilakukan pesawat musuh untuk mencegah radar pesawat hibah menangkap posisi mereka hingga bisa lepas dari jarak tembak efektif misil Amraam atau R27RI di 40-45 mil laut.
Permasalahan lain, 24 pesawat hibah kita yang terdiri atas double seater dan single seater rata-rata sudah mencapai usia 6.500 jam terbang sehingga yang akan tersisa hanya +1500 jam terbang. Mengingat time line delivery pesawat hibah kita pada 2014,ini akan menjadikan pesawat hibah hanya dapat digunakan +10 jam/bulan agar bisa digunakan hingga 2024, saat pesawat tersebut siap digantikan oleh pesawat tempur KFX kerja sama kita dengan Korea.
Jumlah penggunaan jam tersebut sulit diwujudkan karena fungsi pesawat tempur kita memiliki tugas rangkap, baik sebagai pesawat latih, pesawat pengamanan, maupun sebagai pesawat pertahanan udara. Artinya, usia pesawat hibah akan lebih pendek dari 10 tahun dan akan terdapat jeda kekosongan kekuatan pertahanan udara kita antara usainya waktu penggunaan pesawat hibah dan datangnya pesawat KFX.
Kemampuan untuk mengidentifikasi sisi kelemahan pertahanan udara kita terhadap ancaman merupakan langkah awal yang strategis dalam membangun kekuatan sistempertahanan dan postur. Mengingat persoalan kepentingan nasional tidak mengenal istilah KNM (Kepentingan Nasional Minimum), penetapan Minimum Essential Force (MEF) haruslah turun dari logika pembangunan pertahanan negara yang didasarkan pada identifikasi ancaman terhadap kepentingan nasional yang harus tetap terjaga.
Karena itu, ukuran akan perubahan geopolitik kawasan, spektrum ancaman, kuantitas alutsista yang berkualitas, dan perimbangan kekuatan relatif menjadi hal terpenting yang harus digaris bawahi.Bukankah lebih baik kita memiliki lebih sedikit pesawat tempur yang memiliki kualitas perimbangan daya tempur relatif terhadap kekuatan udara kawasan dibandingkan mengedepankan kuantitas dengan segala keterbatasannya?
Polemik pembelian alutsista TNI dapat dihindari dengan berpedoman pada grand strategy pertahanan, program pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang bagi kebutuhan satuan skuadron, kebijakan serta politik anggaran yang tepat dan tidak selalu memutuskan pembelian alutsista dengan orientasi keterbatasan, serta fluktuasi dan alokasi anggaran. Dalam mewujudkan kepentingan nasional, supremasi udara dan citacita TNI AU akan The First Class Air Force,pepatah telah mengatakan: Nervi Belli Pecunia Infinita, anggaran tak terbatas merupakan kekuatan perang itu sendiri. (CONNIE RAHAKUNDINI BAKRIE/Direktur Institute of Defense and Security Studies-Indonesia Maritime Institute,Dosen FISIP Universitas Indonesia)
Sumber: SINDO
Thursday, January 26, 2012
TNI Juga Perlu Cermati Produk Alutsista Turki
Armored Combat Vehicle (ACV) produksi FNSS Turki. (Foto: FNSS)
27 Januari 2012, Senayan: Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq berpendapat, alutsista TNI, khususnya untuk kebutuhan tank, jangan hanya berkiblat pada Belanda. Masih ada negara lain yang bisa dijadikan pilihan. Turki adalah salah satunya, mengingat sistem persenjataan Turki berstandar NATO.
"Dimana Turki pun telah menawarkan skema kerja sama dengan industri pertahanan nasional. Sayangnya, Kemhan belum serius menindaklanjutinya, meski sudah ada MoU di level Presiden dan Menhan," tegasnya.
Menurut Mahfudz, prioritas modernisasi alutsista harus diberikan ke penguatan kemampuan pengamanan wilayah maritim dengan prinsip matra terpadu. Selain untuk memperkuat keamanan nasional, modernisasi alutsista juga mesti memberi dampak ekonomi, yaitu menekan potensi kerugikan ekonomi akibat lalu-lintas ilegal di kawasan maritim Indonesia, termasuk di tiga jalur ALKI.
"Jadi, modernisasi alutsista Rp 150 triliun tidak akan punya nilai tambah, tanpa diikuti kebijakan revitalisasi industri pertahanan nasional. SDM BUMNIP (Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan) kita pun saat ini banyak dan sekarang tersebar di banyak negara. Karena itu, saatnya kita berdayakan mereka. End-user produk BUMNIP banyak. Ada TNI, Polri, Kemhub, KKP, BNPT, BNPB, Kemenkominfo, ddan lainnya. Total belanja modal mereka tiap tahun besar," ujarnya.
Secara ekonomi dan politik,kata Mahfudz, posisi Rusia, Cina, dan Turki akan terus menguat. Sehingga Indonesia perlu kembangkan kerja sama dengan negara-negara ini, selain tetap melanjutkan kerja sama dengan AS, Eopa, dan Korsel. Ini implementasi dynamic equilibrium yang digagas Presiden SBY. Kalau tidak, maka itu hanya sekadar retorika.
Kebijakan politik luar negeri dari Kemlu juga harus jadi bagian integral dari kebijakan pengadaan alutsista TNI dan juga bagi Polri.
"Sayang selama ini Kemlu belum banyak terlibat atau dilibatkan. Fenomena menguatnya Asia, khususnya Asia Timur harus dikaji dan ditindaklanjuti secara khusus," tegasnya.
Di Asean misalnya, neraca perdagangan RI dengan Singapura dan Thailand defisit sangat besar. Secara total Indonesia pun mengalami defisit dengan Asean.
"Belum lagi Asean plus tiga dan plus enam. Makin berat defisitnya. Cina sudah berhasil ikat Asean dengan CAFTA. Sementara Indonesia masih belum mampu identifikasi aktor-aktor kekuatan yang harus jadi mitra strategis secara ekonomi dan politik. Kita pun masih asyik dengan panggung diplomasi politik di arena regional dan multilateral.Kalo saja kapasitas ekonomi kita belum bisa jadi leverage, minimal kita tidak boleh defisit dalam national self-pride," pungkasnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
27 Januari 2012, Senayan: Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq berpendapat, alutsista TNI, khususnya untuk kebutuhan tank, jangan hanya berkiblat pada Belanda. Masih ada negara lain yang bisa dijadikan pilihan. Turki adalah salah satunya, mengingat sistem persenjataan Turki berstandar NATO.
"Dimana Turki pun telah menawarkan skema kerja sama dengan industri pertahanan nasional. Sayangnya, Kemhan belum serius menindaklanjutinya, meski sudah ada MoU di level Presiden dan Menhan," tegasnya.
Menurut Mahfudz, prioritas modernisasi alutsista harus diberikan ke penguatan kemampuan pengamanan wilayah maritim dengan prinsip matra terpadu. Selain untuk memperkuat keamanan nasional, modernisasi alutsista juga mesti memberi dampak ekonomi, yaitu menekan potensi kerugikan ekonomi akibat lalu-lintas ilegal di kawasan maritim Indonesia, termasuk di tiga jalur ALKI.
"Jadi, modernisasi alutsista Rp 150 triliun tidak akan punya nilai tambah, tanpa diikuti kebijakan revitalisasi industri pertahanan nasional. SDM BUMNIP (Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan) kita pun saat ini banyak dan sekarang tersebar di banyak negara. Karena itu, saatnya kita berdayakan mereka. End-user produk BUMNIP banyak. Ada TNI, Polri, Kemhub, KKP, BNPT, BNPB, Kemenkominfo, ddan lainnya. Total belanja modal mereka tiap tahun besar," ujarnya.
Secara ekonomi dan politik,kata Mahfudz, posisi Rusia, Cina, dan Turki akan terus menguat. Sehingga Indonesia perlu kembangkan kerja sama dengan negara-negara ini, selain tetap melanjutkan kerja sama dengan AS, Eopa, dan Korsel. Ini implementasi dynamic equilibrium yang digagas Presiden SBY. Kalau tidak, maka itu hanya sekadar retorika.
Kebijakan politik luar negeri dari Kemlu juga harus jadi bagian integral dari kebijakan pengadaan alutsista TNI dan juga bagi Polri.
"Sayang selama ini Kemlu belum banyak terlibat atau dilibatkan. Fenomena menguatnya Asia, khususnya Asia Timur harus dikaji dan ditindaklanjuti secara khusus," tegasnya.
Di Asean misalnya, neraca perdagangan RI dengan Singapura dan Thailand defisit sangat besar. Secara total Indonesia pun mengalami defisit dengan Asean.
"Belum lagi Asean plus tiga dan plus enam. Makin berat defisitnya. Cina sudah berhasil ikat Asean dengan CAFTA. Sementara Indonesia masih belum mampu identifikasi aktor-aktor kekuatan yang harus jadi mitra strategis secara ekonomi dan politik. Kita pun masih asyik dengan panggung diplomasi politik di arena regional dan multilateral.Kalo saja kapasitas ekonomi kita belum bisa jadi leverage, minimal kita tidak boleh defisit dalam national self-pride," pungkasnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
Sasaran Kebijakan TNI AU 2012
Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat, S.IP., memberikan keterangan pers kepada wartawan usai pembukaan Rapim TNI AU dan Apel Komandan Satuan Tahun 2012 di AAU, Yogyakarta, Kamis. (26/1).
27 Januari 2012, Yogyakarta: Kesiapan operasional TNI Angkatan Udara difokuskan pada tercapainya kemampuan operasional secara terpadu dari satuan-satuan TNI Angkatan Udara, dengan demikian kesiapan operasional dan tuntutan kualitas Sumber Daya Manusia ( SDM) TNI Angkatan Udara dapat tercapai dan diandalkan.
Demikian dikatakan Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat, S.IP., pada pembukaan Rapim TNI AU dan Apel Komandan Satuan Tahun 2012 di AAU, Yogyakarta, Kamis. (26/1).
Rapim TNI AU merupakan tindak lanjut dari Rapim TNI yang baru saja dilaksanakan dan sebagai upaya untuk memantapkan konsolidasi dalam jajaran Angkatan Udara, sehingga lebih memantapkan peran pengabdian sesuai bidangnya serta kepadulian Angkatan Udara terhadap agenda nasional beserta dinamikanya.
Adapun sasaran kebijakan TNI AU tahun 2012 adalah:
- Tercapainya right sizing organisasi;
- Terbentuknya Satrad 246 Timika;
- Skadron UAV di Lanud Supadio;
- Peningkatan dari Lanud tipe B ke tipe A (Supadio dan Pekanbaru);
- Peningkatan Lanud tipe C ke tipe B (El Tari Kupang, Patimura Ambon, Manuhua Biak, Ngurah Rai Bali);
- Peningkatan Lanud tipe D ke tipe C (Lanud Morotai);
- Pembentukan Sathar 14, Depohar 10;
- Perubahan nama lanud;
- Terwujudnya implementasi kerjasama dengan Negara sahabat di bidang pendidikan dan latihan operasi;
- Sinkronisasi kerjasama industri dalam negeri;
- Percepatan pengadaan alutsista dan peningkatan kesiapan pesawat;
- Inovasi teknologi litbang;
- Tertib perencanaan dan pengelolaan anggaran serta mewujudkan clean and good governance.
Sedangkan untuk melanjutkan program peningkatan kemampuan alutsista TNI Angkatan Udara, sudah dicanangkan dalam renstra pembangunan TNI AU tahun 2010-2014. Dari rencana tersebut tahun anggaran 2012 kebutuhan jam terbang sebanyak 60.061 jam digunakan untuk mendukung kesiagaan penanggulangan bencana, latihan awak pesawat, operasi, pendidikan dan kegiatan lainnya. Sedangkan radar membutuhkan jam operasional sebanyak 18 jam perhari.
Sumber: TNI AU
27 Januari 2012, Yogyakarta: Kesiapan operasional TNI Angkatan Udara difokuskan pada tercapainya kemampuan operasional secara terpadu dari satuan-satuan TNI Angkatan Udara, dengan demikian kesiapan operasional dan tuntutan kualitas Sumber Daya Manusia ( SDM) TNI Angkatan Udara dapat tercapai dan diandalkan.
Demikian dikatakan Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat, S.IP., pada pembukaan Rapim TNI AU dan Apel Komandan Satuan Tahun 2012 di AAU, Yogyakarta, Kamis. (26/1).
Rapim TNI AU merupakan tindak lanjut dari Rapim TNI yang baru saja dilaksanakan dan sebagai upaya untuk memantapkan konsolidasi dalam jajaran Angkatan Udara, sehingga lebih memantapkan peran pengabdian sesuai bidangnya serta kepadulian Angkatan Udara terhadap agenda nasional beserta dinamikanya.
Adapun sasaran kebijakan TNI AU tahun 2012 adalah:
- Tercapainya right sizing organisasi;
- Terbentuknya Satrad 246 Timika;
- Skadron UAV di Lanud Supadio;
- Peningkatan dari Lanud tipe B ke tipe A (Supadio dan Pekanbaru);
- Peningkatan Lanud tipe C ke tipe B (El Tari Kupang, Patimura Ambon, Manuhua Biak, Ngurah Rai Bali);
- Peningkatan Lanud tipe D ke tipe C (Lanud Morotai);
- Pembentukan Sathar 14, Depohar 10;
- Perubahan nama lanud;
- Terwujudnya implementasi kerjasama dengan Negara sahabat di bidang pendidikan dan latihan operasi;
- Sinkronisasi kerjasama industri dalam negeri;
- Percepatan pengadaan alutsista dan peningkatan kesiapan pesawat;
- Inovasi teknologi litbang;
- Tertib perencanaan dan pengelolaan anggaran serta mewujudkan clean and good governance.
Sedangkan untuk melanjutkan program peningkatan kemampuan alutsista TNI Angkatan Udara, sudah dicanangkan dalam renstra pembangunan TNI AU tahun 2010-2014. Dari rencana tersebut tahun anggaran 2012 kebutuhan jam terbang sebanyak 60.061 jam digunakan untuk mendukung kesiagaan penanggulangan bencana, latihan awak pesawat, operasi, pendidikan dan kegiatan lainnya. Sedangkan radar membutuhkan jam operasional sebanyak 18 jam perhari.
Sumber: TNI AU
KSAU : Delapan Pesawat Tempur akan Lengkapi Alutsista
Amerika Serikat mengakuisisi Super Tucano dan diberinama A29. Indonesia membeli 16 unit Super Tucano dari Embraer. (Foto: A29)
26 Januari 2012, Yogyakarta: Delapan pesawat tempur akan didatangkan dari Rusia dan Brasil dalam waktu dekat untuk melengkapi alat utama sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, kata Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat.
"Delapan pesawat tempur itu masing-masing terdiri atas empat pesawat Sukhoi dari Rusia, dan Super Tucano dari Brasil. Kedelapan pesawat tempur baru tersebut akan tiba di Indonesia pada 2012-2014," katanya di sela Rapat Pimpinan (Rapim) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) di Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) tahap berikutnya, TNI AU hingga 2024 juga akan mendatangkan pesawat tempur Sukhoi enam unit, Super Tucano 16 unit, T-50 dari Korea Selatan 16 unit, dan F-16 sebanyak 30 unit.
"Dengan pengadaan alutsista tersebut TNI AU pada 2024 akan memiliki 180 pesawat tempur. Hal itu sebagai upaya TNI AU membangun kekuatan serta memodernisasi dan meregenerasi alutsista yang dimiliki saat ini," kata KSAU.
Ia mengatakan banyak pesawat yang dimiliki TNI AU saat ini sudah uzur, usianya rata-rata mencapai 30 tahun, sehingga perlu dilakukan peremajaan. Jika tidak diganti biaya perawatannya sangat tinggi, apalagi ada beberapa suku cadang pesawat yang sudah tidak dibuat lagi karena pabrik yang membuat pesawat sudah tidak beroperasi.
"Meskipun beberapa pesawat sudah tidak dapat berfungsi secara maksimal, kami telah memaksimalkan pesawat tempur untuk mengamankan wilayah Ngara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman luar. Hal itu juga didukung oleh penambahan alutsista yang didasarkan penghitungan dari kebutuhan pesawat tempur dan jumlah landasan yang bisa mengoperasikan pesawat tempur," katanya.
Menurut dia, TNI AU sudah mempunyai anggaran rutin dan alutsista melalui pemerintah yang cukup besar dan pengadaan di Kementerian Pertahanan (Kemhan) sehingga bisa membeli persenjataan dan pesawat untuk meningkatkan kemampuan alutsista dan memperkuat pertahanan negara di udara.
"Rencana kesiapan alutsista yang ada untuk melanjutkan program peningkatan kemampuan alutsista sudah dicanangkan dalam Rencana dan Strategi (Renstra) Pembangunan TNI AU 2010-2014," kata KSAU.
TNI AU Berkomitmen Wujudkan Pertahanan Udara Tangguh
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara berkomitmen mewujudkan pertahanan negara di udara yang tangguh dengan memantapkan visi, persepsi, dan interpretasi dalam menghadapi perkembangan lingkungan yang dinamis, kata Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat.
"Komitmen dan konsistensi merupakan modal penting dalam mewujudkan pertahanan negara di udara yang tangguh dengan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang modern, personel yang profesional, motivasi dan dedikasi yang tinggi, dan organisasi yang efektif," katanya pada Rapat Pimpinan (Rapim) TNI AU di Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, Kamis.
Sumber: ANTARA News
26 Januari 2012, Yogyakarta: Delapan pesawat tempur akan didatangkan dari Rusia dan Brasil dalam waktu dekat untuk melengkapi alat utama sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, kata Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat.
"Delapan pesawat tempur itu masing-masing terdiri atas empat pesawat Sukhoi dari Rusia, dan Super Tucano dari Brasil. Kedelapan pesawat tempur baru tersebut akan tiba di Indonesia pada 2012-2014," katanya di sela Rapat Pimpinan (Rapim) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) di Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) tahap berikutnya, TNI AU hingga 2024 juga akan mendatangkan pesawat tempur Sukhoi enam unit, Super Tucano 16 unit, T-50 dari Korea Selatan 16 unit, dan F-16 sebanyak 30 unit.
"Dengan pengadaan alutsista tersebut TNI AU pada 2024 akan memiliki 180 pesawat tempur. Hal itu sebagai upaya TNI AU membangun kekuatan serta memodernisasi dan meregenerasi alutsista yang dimiliki saat ini," kata KSAU.
Ia mengatakan banyak pesawat yang dimiliki TNI AU saat ini sudah uzur, usianya rata-rata mencapai 30 tahun, sehingga perlu dilakukan peremajaan. Jika tidak diganti biaya perawatannya sangat tinggi, apalagi ada beberapa suku cadang pesawat yang sudah tidak dibuat lagi karena pabrik yang membuat pesawat sudah tidak beroperasi.
"Meskipun beberapa pesawat sudah tidak dapat berfungsi secara maksimal, kami telah memaksimalkan pesawat tempur untuk mengamankan wilayah Ngara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman luar. Hal itu juga didukung oleh penambahan alutsista yang didasarkan penghitungan dari kebutuhan pesawat tempur dan jumlah landasan yang bisa mengoperasikan pesawat tempur," katanya.
Menurut dia, TNI AU sudah mempunyai anggaran rutin dan alutsista melalui pemerintah yang cukup besar dan pengadaan di Kementerian Pertahanan (Kemhan) sehingga bisa membeli persenjataan dan pesawat untuk meningkatkan kemampuan alutsista dan memperkuat pertahanan negara di udara.
"Rencana kesiapan alutsista yang ada untuk melanjutkan program peningkatan kemampuan alutsista sudah dicanangkan dalam Rencana dan Strategi (Renstra) Pembangunan TNI AU 2010-2014," kata KSAU.
TNI AU Berkomitmen Wujudkan Pertahanan Udara Tangguh
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara berkomitmen mewujudkan pertahanan negara di udara yang tangguh dengan memantapkan visi, persepsi, dan interpretasi dalam menghadapi perkembangan lingkungan yang dinamis, kata Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat.
"Komitmen dan konsistensi merupakan modal penting dalam mewujudkan pertahanan negara di udara yang tangguh dengan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang modern, personel yang profesional, motivasi dan dedikasi yang tinggi, dan organisasi yang efektif," katanya pada Rapat Pimpinan (Rapim) TNI AU di Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, Kamis.
Sumber: ANTARA News
Wednesday, January 25, 2012
Danpusenkav: Leopard Pilihan Terbaik
Leopard 2. (Foto: KMW)
26 Januari 2012, Jakarta: Pembelian tank tempur utama (main battle tank/MBT) Leopard 2A6 dianggap paling menguntungkan ketimbang memborong MBT jenis lain.Negosiasi dilakukan tim dari TNI Angkatan Darat dengan pihak penjual, yakni Belanda dan Jerman.
Menurut Komandan Pusat Kesenjataan Kavaleri (Danpusenkav) Kodiklat TNI Angkatan Darat Brigjen TNI Purwadi Mukson, ada beberapa keuntungan yang didapat jika pemerintah membeli MBT Leopard, di antaranya transfer of technology (ToT) sehingga dapat membantu pembangunan industri tank di dalam negeri. “Ada jaminan purna jual sampai sekian puluh tahun,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Dia mengakui,ada berbagai jenis MBT lain dengan kualitas yang mumpuni, seperti Merkava dari Israel, Abrams dari Amerika Serikat,ataupun T-90 asal Rusia. Pemerintah tidak melirik Merkava karena ToT sulit didapat, lagi pula belum tentu Israel bersedia melego. “Buat apa kita beli kalau tidak ada ToT,kita ini kan tidak hanya beli,”katanya. Begitu juga dengan Abrams dan T-90 masih kalah memikat,setidaknya berdasarkan segi penggunaan bahan bakar dan harga yang lebih mahal.
Kedua MBT tersebut memakai satu jenis bahan bakar, sedangkan Leopard multifuel. Dari segi kemampuan, lanjut dia, Leopard 2A6 memiliki keunggulan jarak tembak dibandingkan dengan tank buatan Rusia yang kini dipakai Malaysia, PT-91M, yakni 6 km untuk Leopard dan 5 km untuk PT- 91M. Leopard juga mampu menyelam dalam air berkedalaman tak lebih dari empat meter dan mampu menembak siang dan malam. Namun,PT- 91M memiliki kaliber lebih besar, yakni 125 mm berbanding 120 mm.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) TNI Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menuturkan, pada21 Desember 2011lalu dirinya melakukan komunikasi dengan tim dari Belanda terkait rencana pembelian Leopard di Jakarta.“Besok 30 Januari mereka mengundang secara resmi kepada saya untuk meninjau ke sana. Mereka membutuhkan untuk menjual tank itu,”ujarnya.
Meski demikian, proses penjajakan tidak hanya dilakukan dengan pihak Belanda, tapi juga dari Jerman selaku negara produsen Leopard. “Tanggal 26 esok, tim dari Jerman datang kepada saya. Saya akan bandingkan apakah lebih baik dari Jerman atau dari Belanda,”katanya. Dia mengaku tidak menentukan jenis MBT yang akan dibeli. Semuanya diserahkan kepada prajurit di lapangan yang nantinya menggunakan alutsista tersebut.
“Saya wajib memenuhi permintaan prajurit. Jangan sampai yang dibutuhkan tidak dibeli,yang dibeli tidak digunakan,”tuturnya. Pengamat militer dari Universitas Indonesia Connie Rahakundini Bakrie menyatakan, pengadaan alutsista sebaiknya memang diserahkan kepada pengguna, bukan oleh elite politik. Merekalah yang mengetahui senjata seperti apa yang dibutuhkan.
Sumber: SINDO
26 Januari 2012, Jakarta: Pembelian tank tempur utama (main battle tank/MBT) Leopard 2A6 dianggap paling menguntungkan ketimbang memborong MBT jenis lain.Negosiasi dilakukan tim dari TNI Angkatan Darat dengan pihak penjual, yakni Belanda dan Jerman.
Menurut Komandan Pusat Kesenjataan Kavaleri (Danpusenkav) Kodiklat TNI Angkatan Darat Brigjen TNI Purwadi Mukson, ada beberapa keuntungan yang didapat jika pemerintah membeli MBT Leopard, di antaranya transfer of technology (ToT) sehingga dapat membantu pembangunan industri tank di dalam negeri. “Ada jaminan purna jual sampai sekian puluh tahun,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Dia mengakui,ada berbagai jenis MBT lain dengan kualitas yang mumpuni, seperti Merkava dari Israel, Abrams dari Amerika Serikat,ataupun T-90 asal Rusia. Pemerintah tidak melirik Merkava karena ToT sulit didapat, lagi pula belum tentu Israel bersedia melego. “Buat apa kita beli kalau tidak ada ToT,kita ini kan tidak hanya beli,”katanya. Begitu juga dengan Abrams dan T-90 masih kalah memikat,setidaknya berdasarkan segi penggunaan bahan bakar dan harga yang lebih mahal.
Kedua MBT tersebut memakai satu jenis bahan bakar, sedangkan Leopard multifuel. Dari segi kemampuan, lanjut dia, Leopard 2A6 memiliki keunggulan jarak tembak dibandingkan dengan tank buatan Rusia yang kini dipakai Malaysia, PT-91M, yakni 6 km untuk Leopard dan 5 km untuk PT- 91M. Leopard juga mampu menyelam dalam air berkedalaman tak lebih dari empat meter dan mampu menembak siang dan malam. Namun,PT- 91M memiliki kaliber lebih besar, yakni 125 mm berbanding 120 mm.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) TNI Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menuturkan, pada21 Desember 2011lalu dirinya melakukan komunikasi dengan tim dari Belanda terkait rencana pembelian Leopard di Jakarta.“Besok 30 Januari mereka mengundang secara resmi kepada saya untuk meninjau ke sana. Mereka membutuhkan untuk menjual tank itu,”ujarnya.
Meski demikian, proses penjajakan tidak hanya dilakukan dengan pihak Belanda, tapi juga dari Jerman selaku negara produsen Leopard. “Tanggal 26 esok, tim dari Jerman datang kepada saya. Saya akan bandingkan apakah lebih baik dari Jerman atau dari Belanda,”katanya. Dia mengaku tidak menentukan jenis MBT yang akan dibeli. Semuanya diserahkan kepada prajurit di lapangan yang nantinya menggunakan alutsista tersebut.
“Saya wajib memenuhi permintaan prajurit. Jangan sampai yang dibutuhkan tidak dibeli,yang dibeli tidak digunakan,”tuturnya. Pengamat militer dari Universitas Indonesia Connie Rahakundini Bakrie menyatakan, pengadaan alutsista sebaiknya memang diserahkan kepada pengguna, bukan oleh elite politik. Merekalah yang mengetahui senjata seperti apa yang dibutuhkan.
Sumber: SINDO
Mafia Alutsista Buat Kisruh Pembelian Leopard dari Belanda
Leopard 2. (Foto: Bundeswehr)
25 Januari 2012, Jakarta: Ribut mengenai rencana pembelian tank Leopard 2 dari Belanda ternyata didalangi mafia Alutsista, karena rencana pembelian tersebut sifatnya G to G, tidak melibatkan perantara sama sekali. Oleh sebab itu, mafia-mafia Alutsista itu melobi DPR agar menolak rencana tersebut, sebab merasa dirugikan. Menurut sumber yang dekat dengan kalangan politisi di DPR kepada itoday.
Sudah menjadi menjadi rahasia umum bahwa setiap pembelian senjata dari luar negeri, mafia Alutsista selalu ikut-ikutan dan mengatur semua kontrak yang dapat merugikan negara. Mafia Alutsista ini biasanya mark up harga senjata yang dibeli, menyuap oknum pejabat di kemhan dan DPR.
Berbeda dengan pembelian tank Leopard 2 dan pembelian senjata untuk kebutuhan TNI AD lainnya, KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menegaskan tidak akan menggunakan jasa perantara, dan tidak akan ada satu sen pun uang negara yang terbuang percuma. Akibatnya rencana pembelian tank oleh KSAD ditentang habis-habisan.
Hal senada juga diungkap RE. Baringbing. Kepada itoday, Minggu (22/1). Mantan perwira Badan Intelijen Strategis (Bais) ini mengatakan, setiap pembelian peralatan militer memang selalu ada “calo.”
Intinya, TNI tidak bisa mendapatkan senjata sesuai dengan keingginannya, tetapi harus sesuai dengan kemauan mafia Alutsista.
Kejadian hampir serupa juga pernah terjadi di pertengahan dekade 1990-an, dimana TNI sudah melakukan kajian untuk membeli tank berat. Namun yang terjadi, TNI justru mendapatkan tank ringan Scorpio buatan buatan Alvis Vickers, Inggris.
Dikemudian hari baru diketahui, ternyata tank ringan Scorpio buatan Inggris ini dibeli seharga tank berat Challanger 2. Diduga kasus mark up tersebut melibatkan keluarga Cendana.
Rusia Sesuaikan Kebutuhan Sukhoi Pesanan Indonesia
Pemerintah Rusia menyesuaikan pemesanan pesawat tempur jenis Sukhoi dari Indonesia.
“Pemesanan itu disesuaikan dengan perjanjian, termasuk masalah tempat duduk Sukhoi, “ kata Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI Imam Sufaat kepada itoday.
Imam Sufaat juga mengatakan, pembelian pesawat tempur Sukhoi itu untuk menguatkan pertahanan Indonesia, bukan untuk menyerang negara tetangga.
Indonesia sendiri sudah menggunakan pesawat tempur buatan Sukhoi buatan Rusia sejak 2003, dan hingga kini sudah mengoperasikan sebanyak 10 unit Sukhoi, yang terdiri dari tipe Su-27 SK/SKM dan Su-30 MK/MK2. Dan berencana menambah enam unit lagi.
Sumber: Indonesia Today
25 Januari 2012, Jakarta: Ribut mengenai rencana pembelian tank Leopard 2 dari Belanda ternyata didalangi mafia Alutsista, karena rencana pembelian tersebut sifatnya G to G, tidak melibatkan perantara sama sekali. Oleh sebab itu, mafia-mafia Alutsista itu melobi DPR agar menolak rencana tersebut, sebab merasa dirugikan. Menurut sumber yang dekat dengan kalangan politisi di DPR kepada itoday.
Sudah menjadi menjadi rahasia umum bahwa setiap pembelian senjata dari luar negeri, mafia Alutsista selalu ikut-ikutan dan mengatur semua kontrak yang dapat merugikan negara. Mafia Alutsista ini biasanya mark up harga senjata yang dibeli, menyuap oknum pejabat di kemhan dan DPR.
Berbeda dengan pembelian tank Leopard 2 dan pembelian senjata untuk kebutuhan TNI AD lainnya, KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menegaskan tidak akan menggunakan jasa perantara, dan tidak akan ada satu sen pun uang negara yang terbuang percuma. Akibatnya rencana pembelian tank oleh KSAD ditentang habis-habisan.
Hal senada juga diungkap RE. Baringbing. Kepada itoday, Minggu (22/1). Mantan perwira Badan Intelijen Strategis (Bais) ini mengatakan, setiap pembelian peralatan militer memang selalu ada “calo.”
Intinya, TNI tidak bisa mendapatkan senjata sesuai dengan keingginannya, tetapi harus sesuai dengan kemauan mafia Alutsista.
Kejadian hampir serupa juga pernah terjadi di pertengahan dekade 1990-an, dimana TNI sudah melakukan kajian untuk membeli tank berat. Namun yang terjadi, TNI justru mendapatkan tank ringan Scorpio buatan buatan Alvis Vickers, Inggris.
Dikemudian hari baru diketahui, ternyata tank ringan Scorpio buatan Inggris ini dibeli seharga tank berat Challanger 2. Diduga kasus mark up tersebut melibatkan keluarga Cendana.
Rusia Sesuaikan Kebutuhan Sukhoi Pesanan Indonesia
Pemerintah Rusia menyesuaikan pemesanan pesawat tempur jenis Sukhoi dari Indonesia.
“Pemesanan itu disesuaikan dengan perjanjian, termasuk masalah tempat duduk Sukhoi, “ kata Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI Imam Sufaat kepada itoday.
Imam Sufaat juga mengatakan, pembelian pesawat tempur Sukhoi itu untuk menguatkan pertahanan Indonesia, bukan untuk menyerang negara tetangga.
Indonesia sendiri sudah menggunakan pesawat tempur buatan Sukhoi buatan Rusia sejak 2003, dan hingga kini sudah mengoperasikan sebanyak 10 unit Sukhoi, yang terdiri dari tipe Su-27 SK/SKM dan Su-30 MK/MK2. Dan berencana menambah enam unit lagi.
Sumber: Indonesia Today
Modernisasi Alutsista Butuh Industri Pendukung
(Foto: Detik Finance)
25 Januari 2012, Bontang: Kementrian Pertahanan menggenjot pembangunan industri pendukung di antaranya industri bahan baku bahan peledak untuk mendukung modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista).
Hingga saat ini, Indonesia telah mampu memproduksi bahan peledak, namun dengan bahan baku yang didatangkan dari luar negeri. “Dalam modernisasi alutsista harus dipikirkan juga amunisinya, karenanya kami mendorong pembangunan industri bahan peledak. Selama ini kami mengimpor propellant yang menjadi bahan baku bahan peledak,” kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin saat meninjau kesiapan produksi perdana PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang, Kalimantan Timur, Rabu (25/1).
Industri seperti ini, tutur Sjafrie, merupakan industri pendukung pertahanan karena dapat mendukung kebutuhan alutsista bagi TNI serta alat dan material khusus (almatsus) bagi Polri. "Selain itu, dari sini industri pertahanan nonmiliter bisa dikembangkan," jelas Wamenhan.
Karenanya Sjafrie menolak jika kunjungannya ini dikaitkan dengan kepentingan bisnis. Menurut dia, Kemhan berwenang mengatur perizinan Badan Usaha Bahan Peledak berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 125/1999 tentang Bahan Peledak yang merupakan salah satu kebijakan strategis nasional di bidang bahan peledak. "Ini industri pendukung pertahanan. Persoalannya di bahan peledak, bukan persoalan komersial. Kami tidak melihat dari aspek bisnis," ujarnya.
Apalagi, tambahnya, kebijakan Kemhan 2010-2014 adalah defense supporting economy yang menjadikan Kemhan fokus terhadap bidang pertahanan yang dapat mendukung perekonomian.
Indonesia Butuh 700 Ribu Ton Bahan Peledak Tiap Tahun
KEBUTUHAN Indonesia terhadap bahan baku bahan peledak yaitu amonium nitrat mencapai 700 ribu ton per tahun.
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan, jumlah ini untuk memenuhi kebutuhan peledak komersial dan militer.
“Kebutuhan 700 ribu ton per tahun, tapi belum bisa terpenuhi kapasitas itu. Ini peluang dan tantangan,”kata Wemenhan saat meninjau kesiapan produksi perdana PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang Kalimantan Timur, Rabu (25/1).
Dia berharap, KNI yang akan memulai produksi Februari mendatang dapat membantu pemenuhan kebutuhan ini.
Keterlibatan Kementerian Pertahanan dalam pengoperasian pabrik ini, jelas Sjafrie, sejalan dengan kebijakan pertahanan 2010-2014 yaitu defence supporting economy. Menurut dia, kehadiran KNI dapat memberikan keuntungan timbal balik antara Kemhan dan KNI, serta bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Manager Operasi PT KNI Indra Prasetyo mengungkapkan, kebutuhan Indonesia terhadap bahan peledak cukup besar. Selama ini, PT Pindad telah memproduksi bahan peledak, namun bahan bakunya masih mengandalkan import. Jika bahan baku bahan peledak dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri, kata Indra, Indonesia bisa melakukan penghematan yang cukup besar. “Bisa menyumbang devisa sebesar US$150 juta kalau bisa produksi sendiri,”ujarnya.
Sekilas Pabrik PT. Kaltim Nitrate Indonesia (PT KNI)
(Foto: Kemhan)
Dari pertama dibangunnya Pabrik Ammonium Nitrat PT. KNI pada tahun 2009 hingga kini kesiapan dari konstruksi mencapai 99%, dengan kata lain pabrik siap dioperasikan. Rencananya akan dioperasikan pada Febuari 2012 mendatang dan melibatkan 160 tenaga kerja yang terdiri dari tenaga engineer, teknisi dan dibantu oleh 2 tenaga dari luar negeri. Sementara itu sekitar 80 teknisi sudah menjalani proses training di Australia.
PT Kaltim Nitrate Indonesia menggandeng PT Rekayasa Industri membangun pabrik amonium nitrat (bahan peledak) senilai US$ 173 juta yang berlokasi di Kaltim Industrial Estate, Bontang, Kalimantan Timur ini. Pabrik milik PT. Kaltim Nitrate Indonesia yang ada di Bontang, Kalimantan Timur merupakan Pabrik ammonium nitrate terbesar di Asia. Pabrik yang dibangun di atas lahan seluas 10 hektar ini diperkirakan memiliki kapasitas produksi ammonium Nitrate sebesar 300.000 ton per tahun atau sebesar 970 metri ton per hari. Lisensi teknologi proses untuk pabrik ini diperoleh dari UHDE Jerman.
Dengan beroperasinya pabrik PT KNI di Bontang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ammonium nitrate dalam negeri sebesar 300.000 ton per tahunnya. Selama ini pemenuhan ammonium nitrate baru sekitar 10%-nya saja yang dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri. Bahan baku utama berupa amoniak (NH3) akan disuplai oleh perusahaan-perusahaan lokal di Kalimantan Timur. Produksi amonium nitrat akan memenuhi kebutuhan pasar domestik akan bahan baku peledak komersil untuk industri pertambangan.
Sumber: Jurnas
25 Januari 2012, Bontang: Kementrian Pertahanan menggenjot pembangunan industri pendukung di antaranya industri bahan baku bahan peledak untuk mendukung modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista).
Hingga saat ini, Indonesia telah mampu memproduksi bahan peledak, namun dengan bahan baku yang didatangkan dari luar negeri. “Dalam modernisasi alutsista harus dipikirkan juga amunisinya, karenanya kami mendorong pembangunan industri bahan peledak. Selama ini kami mengimpor propellant yang menjadi bahan baku bahan peledak,” kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin saat meninjau kesiapan produksi perdana PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang, Kalimantan Timur, Rabu (25/1).
Industri seperti ini, tutur Sjafrie, merupakan industri pendukung pertahanan karena dapat mendukung kebutuhan alutsista bagi TNI serta alat dan material khusus (almatsus) bagi Polri. "Selain itu, dari sini industri pertahanan nonmiliter bisa dikembangkan," jelas Wamenhan.
Karenanya Sjafrie menolak jika kunjungannya ini dikaitkan dengan kepentingan bisnis. Menurut dia, Kemhan berwenang mengatur perizinan Badan Usaha Bahan Peledak berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 125/1999 tentang Bahan Peledak yang merupakan salah satu kebijakan strategis nasional di bidang bahan peledak. "Ini industri pendukung pertahanan. Persoalannya di bahan peledak, bukan persoalan komersial. Kami tidak melihat dari aspek bisnis," ujarnya.
Apalagi, tambahnya, kebijakan Kemhan 2010-2014 adalah defense supporting economy yang menjadikan Kemhan fokus terhadap bidang pertahanan yang dapat mendukung perekonomian.
Indonesia Butuh 700 Ribu Ton Bahan Peledak Tiap Tahun
KEBUTUHAN Indonesia terhadap bahan baku bahan peledak yaitu amonium nitrat mencapai 700 ribu ton per tahun.
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan, jumlah ini untuk memenuhi kebutuhan peledak komersial dan militer.
“Kebutuhan 700 ribu ton per tahun, tapi belum bisa terpenuhi kapasitas itu. Ini peluang dan tantangan,”kata Wemenhan saat meninjau kesiapan produksi perdana PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang Kalimantan Timur, Rabu (25/1).
Dia berharap, KNI yang akan memulai produksi Februari mendatang dapat membantu pemenuhan kebutuhan ini.
Keterlibatan Kementerian Pertahanan dalam pengoperasian pabrik ini, jelas Sjafrie, sejalan dengan kebijakan pertahanan 2010-2014 yaitu defence supporting economy. Menurut dia, kehadiran KNI dapat memberikan keuntungan timbal balik antara Kemhan dan KNI, serta bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Manager Operasi PT KNI Indra Prasetyo mengungkapkan, kebutuhan Indonesia terhadap bahan peledak cukup besar. Selama ini, PT Pindad telah memproduksi bahan peledak, namun bahan bakunya masih mengandalkan import. Jika bahan baku bahan peledak dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri, kata Indra, Indonesia bisa melakukan penghematan yang cukup besar. “Bisa menyumbang devisa sebesar US$150 juta kalau bisa produksi sendiri,”ujarnya.
Sekilas Pabrik PT. Kaltim Nitrate Indonesia (PT KNI)
(Foto: Kemhan)
Dari pertama dibangunnya Pabrik Ammonium Nitrat PT. KNI pada tahun 2009 hingga kini kesiapan dari konstruksi mencapai 99%, dengan kata lain pabrik siap dioperasikan. Rencananya akan dioperasikan pada Febuari 2012 mendatang dan melibatkan 160 tenaga kerja yang terdiri dari tenaga engineer, teknisi dan dibantu oleh 2 tenaga dari luar negeri. Sementara itu sekitar 80 teknisi sudah menjalani proses training di Australia.
PT Kaltim Nitrate Indonesia menggandeng PT Rekayasa Industri membangun pabrik amonium nitrat (bahan peledak) senilai US$ 173 juta yang berlokasi di Kaltim Industrial Estate, Bontang, Kalimantan Timur ini. Pabrik milik PT. Kaltim Nitrate Indonesia yang ada di Bontang, Kalimantan Timur merupakan Pabrik ammonium nitrate terbesar di Asia. Pabrik yang dibangun di atas lahan seluas 10 hektar ini diperkirakan memiliki kapasitas produksi ammonium Nitrate sebesar 300.000 ton per tahun atau sebesar 970 metri ton per hari. Lisensi teknologi proses untuk pabrik ini diperoleh dari UHDE Jerman.
Dengan beroperasinya pabrik PT KNI di Bontang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ammonium nitrate dalam negeri sebesar 300.000 ton per tahunnya. Selama ini pemenuhan ammonium nitrate baru sekitar 10%-nya saja yang dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri. Bahan baku utama berupa amoniak (NH3) akan disuplai oleh perusahaan-perusahaan lokal di Kalimantan Timur. Produksi amonium nitrat akan memenuhi kebutuhan pasar domestik akan bahan baku peledak komersil untuk industri pertambangan.
Sumber: Jurnas
Subscribe to:
Posts (Atom)