Saturday, June 6, 2009

Presiden: Hentikan Provokasi Malaysia

6 Mei 2009, Jakarta -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) menerima kunjungan Ketua Komisi I DPR, Theo L. Sambuaga (kedua kanan) dan sejumlah pimpinan dan anggota Komisi I DPR lainnya di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Sabtu (6/6) malam. (Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf/hp/09)

7 Mei 2009, Jakarta -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Malaysia menghentikan provokasi menggunakan armada perangnya di perairan Ambalat, Indonesia. Provokasi yang dilakukan saat diplomasi dan perundingan untuk garis batas perairan berlangsung akan memperburuk hubungan baik selama ini.

Penegasan Presiden disampaikan saat menerima enam anggota Komisi I DPR di Kantor Presiden, Sabtu (6/6) malam. Lima anggota Komisi I DPR yang datang bersama Ketua Komisi I Theo L Sambuaga adalah Yusron Ihza Mahendra, Happy Bone Zulkarnain, Sidky Wahab, Djoko Susilo, dan Andreas Parera. Tim ini akan ke Kuala Lumpur, Malaysia, untuk mengurus masalah Ambalat (wilayah ambang batas lautan antara Indonesia dan Malaysia).

”Hentikan provokasi di Ambalat. Begitu kata Presiden. Tim ke Malaysia untuk mengingatkan. Jangan sambil berbicara (berunding) membuat manuver-manuver di Ambalat. Hentikan manuver itu,” ujar Yusron yang menjadi pemimpin tim ke Malaysia seusai bertemu dengan Presiden.

Di Malaysia, Tim Komisi I DPR akan bertemu dengan unsur pimpinan parlemen Malaysia dan komisi terkait. Setelah itu, bersama-sama dengan parlemen Malaysia, tim Komisi I akan bertemu dengan Pemerintah Malaysia. Surat yang dikirim untuk bertemu Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak belum ada jawaban sampai semalam.

Sampai saat ini belum ada jawaban dari pihak Malaysia soal pertemuan dengan pemerintah karena PM Najib sedang berada di China. Tidak ada penjelasan apakah Najib kembali saat tim Komisi I DPR masih berada di Malaysia. Pertemuan ini, kata Theo, diprakarsai untuk mendesak Malaysia menjaga hubungan baik dengan Indonesia.

”Kami hendak meyakinkan Malaysia lewat parlemen mereka supaya menjaga hubungan baik Indonesia-Malaysia dengan tidak melakukan provokasi-provokasi di perairan Ambalat. Provokasi itu jelas-jelas memperburuk hubungan baik,” ujar Theo dalam jumpa pers seusai melapor kepada Presiden.

Lebih tegas

Dalam pertemuan di Kantor Presiden, Theo dan Tim Komisi I DPR mengaku bahagia karena mendapatkan penegasan dari Presiden soal posisi pemerintah tentang Ambalat. Dalam pertemuan itu, menurut Theo, Presiden menegaskan, perairan Ambalat adalah wilayah Indonesia yang saat ini diklaim secara sepihak oleh Malaysia.

”Pemerintah sangat serius menjaga kedaulatan. Soal kedaulatan adalah harga mati. Selama ini Indonesia menempuh jalur diplomasi. Namun, kalau provokasi Malaysia terus dilakukan dan terus mengganggu, Indonesia akan mengambil langkah-langkah yang lebih tegas untuk mempertahankan kedaulatan,” ujar Theo.

Saat menerima Tim Komisi I DPR, Presiden didampingi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. Untuk acara ini, Yudhoyono membatalkan rencana kampanye Pemilihan Umum Presiden 2009.

Widodo mengemukakan, provokasi dan pelanggaran oleh tentara Malaysia di perairan Ambalat dirasakan sangat mengganggu proses perundingan yang telah disepakati sebagai jalan penyelesaian. Oleh karena itu, sementara perundingan untuk kesepakatan garis batas perairan dilakukan, TNI terus melakukan gelar kekuatan di perairan Ambalat.

”(Malaysia) hormatilah proses diplomasi sehingga tidak ada provokasi-provokasi di lapangan,” ujar Widodo.

Meskipun provokasi di lapangan terus dilakukan tentara Malaysia, Indonesia belum menambah jumlah armada dan pasukan di perairan Ambalat. Sejauh ini, sepanjang tahun, hanya enam kapal Republik Indonesia (KRI) dan tiga pesawat yang terus berpatroli di perairan Ambalat.

Widodo mengemukakan, sejak perundingan mengenai garis batas perairan dilakukan dan akan memasuki perundingan ke-24, interaksi dan gesekan antara tentara Malaysia dan Indonesia kerap terjadi di lapangan. Berdasarkan catatan TNI Angkatan Laut, sepanjang 2009 Malaysia melakukan 13 kali pelanggaran. Tahun 2008 tercatat 23 kali pelanggaran dan 2007 tercatat 76 kali pelanggaran.

Selama ini tentara Malaysia dengan kapal perangnya dapat diusir meskipun mencoba melanggar lagi masuk ke perairan Ambalat dan diusir lagi. Terhadap sekitar 100 kali pelanggaran ini, TNI AL menyurati Panglima TNI yang ditembuskan ke Departemen Luar Negeri untuk dibuatkan nota diplomatik.

Terhadap pelanggaran yang sering dilakukan tentara Malaysia dan sepertinya dibiarkan saja dengan fakta terus berulangnya pelanggaran itu, Yusron menyayangkan Departemen Luar Negeri yang kurang bersikap tegas. ”Jika Malaysia terus tidak mau peduli, Deplu bisa memanggil Dubes RI di Malaysia pulang dan memulangkan Dubes Malaysia di Indonesia. Jika masih tidak peduli, kita bisa menutup kedutaan,” ujar Yusron.

Usir

Soal keberangkatan Tim Komisi I DPR ke Malaysia, Theo kembali menegaskan, tujuannya adalah mengingatkan Malaysia untuk menghentikan provokasi agar tidak mengundang hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Tim Komisi I DPR meminta Malaysia menjaga hubungan baik.

Jika peringatan itu kemudian tidak diindahkan pihak Malaysia, mekanisme lain yang lebih tegas akan ditempuh. ”Pertama, kita halau dan usir mereka. Jika hal itu tidak diindahkan dan mengganggu kedaulatan Indonesia, mekanisme lain yang lebih tegas akan diambil. Kedaulatan adalah harga mati,” ujar Theo.

Indonesia memahami, provokasi yang dilakukan tentara Malaysia di perairan Ambalat merupakan bagian dari alat penekan selama diplomasi dilakukan. Kesediaan tentara Malaysia mundur saat dihalau dan diusir TNI merupakan penegasan akan benarnya posisi Indonesia yang harus terus dipertahankan.

Perundingan soal garis batas perairan Ambalat antara Indonesia dan Malaysia ke-24 akan dilakukan pada Juli mendatang di Malaysia. Perundingan disepakati dan ditempuh sebagai jalan penyelesaian setelah Malaysia mengklaim perairan Ambalat yang kaya akan kandungan minyak dan gas sebagai wilayahnya pada 2005-2006.

Dalam pertemuan itu, Presiden menyatakan komitmennya terus meningkatkan jumlah anggaran untuk pembelian alat utama sistem persenjataan TNI. Presiden juga menekankan perlunya terus diberdayakan industri strategis nasional untuk menopang TNI.

Soal kemandirian untuk persenjataan TNI melalui industri strategis nasional, ini juga ditekankan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam posisinya sebagai calon presiden pada sambutan deklarasi Relawan Berani Bangkit Mandiri di Jakarta, Sabtu kemarin.

(KOMPAS)

No comments:

Post a Comment