Suasana di lokasi jatuhnya helikopter Super Puma milik TNI Angkatan Udara di Lanud Atang Sandjaja, Bogor, Jawa Barat, Jumat (12/6). Empat orang anggota TNI meninggal dalam peristiwa ini. (Foto: Warta Kota/Soewidia Henaldi)
14 Juni 2009, Kendari -- Berkaitan dengan terjadinya kecelakaan Helikopter Puma di Lanud Atang Sandjaja, Bogor, Jumat (12/6), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan jajaran TNI untuk melakukan konsolidasi total sekaligus melakukan pembatasan penerbangan pesawat-pesawat TNI. Presiden menegaskan, pembatasan penerbangan TNI tidak perlu menggangu pelaksanaan tugas pokok TNI.
"Patroli dan pengamanan wilayah, tetap berjalan. Tetapi di luar itu dilakukan pembatasan-pembatasan," kata Presiden SBY sebelum berkampanye di GOR Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (13/6).
Menurut SBY, segera setelah mendapat laporan tentang terjadinya kecelakaan itu, langsung menelpon Panglima TNI, Menko Polhukam, dan pejabat-pejabat lainnya untuk mendapatkan kejelasan dan apa sesungguhnya yang terjadi. Kepala Negara menyatakan sudah menginstruksikan untuk melakukan evaluasi dan investasigasi. Tim evaluasi sedang kita persiapkan, sebagaimana dulu, dua tahu yang lalu, ketika meningkat kecelakaan pesawat umum, dibentuk tim nasional evaluasi, dan ada langkah-langkah kongkret setelah itu. Pernerbangan umum kondisi lebih baik.
"Saya ingin evaluasi dan investigasi ini benar-benar menyeluruh, tidak ada hanya sebab kecelakaan, meskipun itu penting. Evaluasi akan melibatkan mereka yang ahli tentang pesawat TNI. Ingin melihat aspek latihan, aspek pendidikan, aspek kepemimpinan, apakah benar-benar pertimbangan cuaca, sebagaimana saya ingatkan berkali-kali untuk menjaga keselamatan dan banyak hal," kata SBY.
SBY berharap investigasi dan evaluasi bisa betul-betul menjadi solusi pencegahan, dan tindakan-tindakan yang lain, termasuk regulasi yang berlaku di lingkungan TNI. "Inilah langkah yang pemerintah lakukan atas instruksi saya, dan dalam waktu dekat akan memulai tugasnya secara obyektif supaya kita menemukan mengapanya. Jika ditemukan mengapannya, maka kita akan menemukan solusinya," kata SBY
Helikopter Puma SA 330 bernomor registrasi H-3306 jatuh di lapangan rumput Pangkalan TNI Angkatan Udara Atang Sendjaja, Bogor, Jumat (12/6). Empat dari tujuh awak yang berada di heli naas tersebut tewas.
Dua korban tewas di lokasi kejadian, yaitu Sersan Kepala Catur Heli dan Sersan Dua Dodi H. Dua lainnya, pilot Mayor Sobic Fanani dan kopilot Letnan Satu Wisnu menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Lanud Atang Sendjaja. Tiga korban lain, yakni Letnan Satu Ronny Umiarso, Sersan Kepala Efram, dan Sersan Kepala Ferdinand masih dalam perawatan.
Dua penyebab
Puma TNI AU. (Foto: dispenau)
Ketua Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Marsekal Muda Purnawirawan Tatang Kurniadi mengatakan, kerusakan auto pilot dan sistem kontrol udara pada helikopter Puma SA 330 tidak bisa dijadikan prinsip investigasi.
"Setiap kecelakaan memiliki dua jenis kategori penyebab, yakni unsafe condition (kondisi yang tidak aman) dan unsafe action (aksi keliru awak)," katanya kepada Antara di Bogor, Sabtu.
Menurut Tatang, penyebab kecelakaan kerja yang ditemukan adalah prilaku tenaga kerja yang berbahaya atau unsafe action seperti berada di ketinggian tanpa sabuk pengaman tubuh, dan kondisi tempat kerja yang berbahaya seperti mesin atau alat kerja yang tidak ada pengamannya atau unsafe condition.
"Tim investigasi harus segera menemukan dua kategori kecelakaan tersebut. Meski, kecelakaan ini jelas karena pengaruh autopilot namun jangan dijadikan sebagai prinsip investigasi," katanya.
Dia juga mendorong pihak lain turut menyumbangkan pemikiran dan analisisnya mengenai penyebab kecelakaan guna menghindari opini negatif yang berkembang di masyarakat.
Pengaruh pengecekan alat autopilot saat melakukan penerbangan helikopter, menurutnya adalah inisiatif baik dalam upaya merawat kelaikan terbang pesawat, namun patut dipertanyakan pengaruh pada perawatan helikopter. "Seharusnya pihak lanud lebih mengutamakan keamanan alat autopilot sebelum melakukan pengetesan terbang," kata dia.
Jurnal Nasional
No comments:
Post a Comment