Kapal Selam mini rancangan Dislitbangal. (Foto: Berita HanKam)
19 Nopember 2010, Jakarta -- Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Soeparno menyatakan, TNI Angkatan Laut (AL) membutuhkan tambahan dua unit kapal selam sebagai alat pertahanan dan keamanan seluruh perairan Indonesia.
"Dua unit kapal selam ini memang masih jauh dari kebutuhan ideal apabila dibandingkan dengan luas perairan yang kita miliki," ujar Soeparno kepada wartawan usai memimpin upacara serah terima jabatan Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat (Pangrmbar) dari Laksdya TNI Marsetio kepada Laksda TNI Hari Bowo, di Mako Armabar Jakarta, Kamis (18/11). Sementara, Marsetio menempati pos baru sebagai Wakil KSAL.
Setidaknya, dua unit itu patut dipenuhi dalam menghadapi antangann dan ancaman ke depan yang semakin kompleks. Soeparno mengatakan, pemenuhan dua unit kapal selam yang akan ditempatkan di wilayah timur Indonesia tetap mengacu pada minimum essential force (MEF).
"Untuk jumlah dan dari negara mana pengadaan kapal selam tersebut, kita menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Tentunya, itu akan disesuaikan dengan anggaran yang ada," ujar KSAL.
Dinamika lingkungan strategis masih diwarnai dengan masalah perbatasan negara, pengamanan alur pelayaran, pelanggaran hukum di laut dan penanggulangan bencana alam. Persoalan ini juga masuk wilayah tanggungjawab Koarmabar, yang memiliki permasalahan keamanan maritim yang kompleks dan heterogen.
Fokus ke Laut
Secara terpisah dihubungi Suara Karya, Direktur The National Maritime Institute (NMI) Siswanto Rusdi, mengatakan, orientasi pembangunan tak perlu terfokus pada sektor darat. Seharusnya, pemerintah intensif melakukan pembangunan pada sektor laut.
"Pemerintah kita masih setengah hati untuk mendongkrak pembangunan nasional melalui sektor laut. Pasalnya, pembangunan kita monoton di daratan," ujarnya.
Menurut dia, untuk fokus pada pembangunan maritim harus dimulai dari mengubah cara pandang dan pola fikir pada strategi dan kebijakan pembangunan. Hampir setengah abad, perhatian pemerintah Indonesia larut di sektor darat.
Seharusnya, dikatakan Siswanto, kebijakan pembangunan Indonesia tetap seimbang di darat dan laut sehingga menjadi elaborasi pembangunan yang utuh darat dan laut.
"Yang terjadi sebaliknya. Pasca era pemerintahan Soekarno, pemerintah kita seakan mengabaikan sektor laut. Pembangunan yang dilakukan pemerintah pada sektor maritim terkesan setengah hati atau pelengkap pembangunan saja, ujarnya.
Suara Karya
No comments:
Post a Comment