Friday, March 12, 2010

Habibie: Perhatikan Industri Dirgantara


13 Maret 2010, Depok -- MantanPresiden Prof Dr Ing BJ Habibie meminta pemerintah meningkatkan anggaran untuk riset dan teknologi serta kembali mengembangkan industri berbasis teknolgi dan kedirgantaraan.

Dengan pengembangan tersebut, diharapkan Indonesia mampu mengembangkan produk teknologi sebagai sumber devisa tanpa harus terus terjebak dengan menjual sumber daya alam (SDA)-nya, yang kian hari kian tipis. ”Kita pernah mengembangkan sendiri pesawat terbang CN 235 dan N250 untuk membuktikan bahwa sumber daya manusia (SDM) Indonesia mampu menguasai, mengembangkan, dan menerapkan teknologi, secanggih apa pun. Begitu pula dengan industri maritim yang turn overnya mencapai USD10 miliar.

Di mana itu semua sekarang?” ujar Habibie saat menyampaikan kuliah umum bertema ”Filsafat dan Tekhnologi untuk Pembangunan”di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI) kemarin. Habibie juga meminta pemerintah tak lagi berkutat dengan eksplorasi SDA dan energi saja. Dengan pertimbangan kondisi geografis dan maritim yang melingkupi negara ini, pemerintah seharusnya mulai kembali mengembangkan industri kedirgantaraan dan maritimnya. Hal itu diawali dengan pengembangan prasarana pendidikan di bidang kedirgantaraan, mulai dari tingkat dasar, menengah hingga perguruan tinggi. ”Globalisasi hendaknya jangan diartikan pada pemahaman status quo bahwa peran negara berkembang sebagai pengekspor energi dan SDA saja.

Jangan sampai globalisasi dimanfaatkan untuk memasukkan produk karya SDM luar negeri ke pasar domestik sehingga menghambat perkembangan industri dalam negeri yang sangat dibutuhkan untuk penyediaan lapangan kerja,”paparnya. Mantan Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini mengatakan, saat pemerintah mengembangkan industri pesawat terbang, kepercayaan diri dan kredibilitas bangsa Indonesia di mata dunia meningkat.Kondisi ini diiringi dengan peningkatan devisa Indonesia dari aktivitas pemasaran dan layanan purna jual produk-produk pesawat buatan Indonesia.

” Semuanya itu terlaksana dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan apa yang terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan Kanada. Untuk diketahui, membuat pesawat penumpang yang memiliki sertifikasi dari Amerika Serikat dan Eropa lebih sukar dibandingkan dengan membuat pesawat tempur,”paparnya. Kuliah umum dari mantan Menteri Riset dan Teknologi tersebut dipadati mahasiswa UI.

Mereka berdesakan memenuhi ruangan dalam dan luar Balai Sidang UI di Depok,Jawa Barat.Akibat membeludaknya mahasiswa, pihak panitia menyediakan dua televisi besar di halaman Balai Sidang.

SEPUTAR INDONESIA

No comments:

Post a Comment