Personel Detasemen Khusus 88 Antiteror bersiaga di Jalan Raya Banda Aceh-Meulaboh Kilometer 24 di Kecamatan Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Jumat (12/3). (Foto: KOMPAS/Laksana Agung Saputra)
13 Maret 2010, Aceh Besar -- - Delapan tersangka teroris ditangkap dan dua lainnya ditembak mati di Jalan Raya Banda Aceh-Meulaboh Kilometer 24, Nanggroe Aceh Darussalam, Jumat (12/3).
Dengan penangkapan tersangka teroris di Desa Meunasah Mesjid, Kecamatan Leupung, itu, polisi sudah menangkap 31 tersangka teroris di Aceh, empat di antaranya tewas. Menurut Kepala Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Inspektur Jenderal Adityawarman, Jumat, dengan penangkapan tersebut, masyarakat diharapkan dapat lebih tenang.
Dari kartu tanda penduduk yang diperoleh polisi, dua korban tewas adalah Enceng Kurnia (31) alias Arham dan Pura Sudarma (40) alias Jaja; keduanya berasal dari Bandung, Jawa Barat. Adapun delapan orang yang berhasil ditangkap hidup adalah Adi Munadi (25) dari Bandung, M Yunus alias Anton (29) dari Jakarta Barat, Ahmad Gema (27) dari Tapanuli Selatan (Sumatera Utara), Taufik (28) dari Medan, Ibnu Sina (18) dari Pandeglang (Banten), Abu Batok atau Ali (35) dari Lampung Utara, Hendra Ali (27) dari Belawan (Medan), Zainudin alias Joko Sulistyo (32) dari Boyolali (Jawa Tengah).
Ke-10 tersangka yang ditangkap itu berusia antara 20 dan 30 tahun. Hal itu mengindikasikan kaderisasi gerakan radikal terus berlangsung pasca-tewasnya tokoh-tokoh penting dalam jaringan terorisme. ”Artinya, kaderisasi gerakan radikal ini memang masih terus berlangsung. Sebab, ruang di masyarakat untuk menyebarluaskan ajaran radikal cukup leluasa. Penyebar ajaran radikal itu tak dapat disentuh oleh perangkat hukum di sini,” kata Kepala Desk Antiteror Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Ansyaad Mbai, Jumat.
Bersamaan dengan penangkapan itu ditemukan lima senjata laras panjang berupa dua jenis AK-47 dan tiga jenis M-16 serta satu pistol merek Glock. Pistol itu diduga milik Boas Woasiri, anggota Detasemen Khusus 88, yang tewas dalam kontak senjata, Kamis (4/3). Polisi juga menemukan ratusan peluru, magasin, dan uang puluhan juta rupiah.
Adityawarman mengatakan, kelompok ini dipergoki oleh aparat kepolisian Leupung yang tengah melakukan razia terhadap kendaraan yang melintas di jalan. Sebelumnya, Polsek Leupung mendapat informasi dari pihak Kodim Aceh Besar, yang memberitahukan ada sekelompok orang mencurigakan naik mobil angkutan umum Mitsubishi jenis L300 warna hitam bernomor polisi BK 116 GU. ”Terima kasih karena ada anggota koramil yang memberi informasi,” kata Adityawarman.
Kelompok ini dilaporkan naik dari Terminal Lambaro, Aceh Besar, sekitar 10 kilometer arah selatan pusat Kota Banda Aceh. ”Diduga mereka turun dari pegunungan Lampage, Kuta Cotglee, Aceh Besar,” kata Adityawarman.
Sekitar pukul 10.15, delapan polisi menghentikan kendaraan yang dicurigai itu persis di depan markas polsek. Polisi menemukan karung goni berisi benda keras saat memeriksa bagian belakang mobil. Orang di dalam mobil mengaku berisi gergaji.
Sebelum sempat menggeledah isi karung goni tersebut, dua orang yang duduk di bangku depan bergegas keluar dan lari. Dia sempat melepaskan tembakan menggunakan pistol merek Glock. Polisi dengan cepat menembaki keduanya sehingga akhirnya tewas, sekitar 50 meter dari mobil L300 tersebut.
”Patut diduga senjata ini (pistol Glock) adalah milik Boas. Patut diduga mereka yang pernah terlibat kontak senjata dengan kita karena tangan salah satu korban tewas mengalami luka yang sudah membusuk,” kata Adityawarman.
Dalam pengembangan kasus, Polsek Suka Makmur di Kabupaten Aceh Besar memeriksa Rahmat (35), penjual tiket di Terminal Lambaro. Menurut Rahmat, rombongan itu tiba di Lambaro menggunakan angkutan umum dari arah Banda Aceh.
Dua orang di antaranya membeli 10 tiket angkutan umum L300 tujuan Medan seharga Rp 150.000 per lembar. Mereka sempat menunggu setengah jam di Lambaro. Mereka mengaku sebagai pekerja kayu dan membawa bungkusan gergaji mesin.
Menguasai medan
Penangkapan tersangka teroris di ruas jalan menuju Aceh Barat itu cukup mengejutkan mengingat wilayah pergerakan mereka selama dua pekan terakhir lebih banyak di kawasan lintas timur, mulai dari Gunung Jalin di Janto (Aceh Besar) hingga Padang Tiji (Pidie). Personel Brigade Mobil dan Densus 88 juga kebanyakan berjaga-jaga dan menyisir di wilayah tersebut dan cenderung melonggarkan penyisiran di kawasan pantai barat.
Kelompok ini diduga sangat mengenal wilayah pegunungan yang semasa konflik menjadi medan gerilya Gerakan Aceh Merdeka sehingga bisa melewati pengepungan aparat. Namun, ketika turun gunung, ternyata mereka melalui rute jalan raya. ”Yang melumpuhkan 10 anggota teroris ini adalah delapan anggota Polsek Leupung,” kata Irjen Adityawarman.
Menurut Adityawarman, kedua orang yang tewas itu diduga pelatih gerakan tersebut di Aceh. Mereka juga diduga tokoh penting dalam jaringan teroris yang telah lama menjadi buron polisi.
Dari data di kepolisian, Enceng Kurnia merupakan anggota Ring Banten yang ditangkap polisi antiteror pada Juli 2005 atas perannya membantu Dulmatin dan Umar Patek ke Filipina tahun 2003. Enceng juga membantu mengirim orang yang direkrut Abdullah Sunata ke Mindanao. Enceng besar dan sekolah (SD, SMP, STM) di Bandung.
Enceng juga pernah ke Mindanao untuk berlatih militer pada 1999 kemudian ikut terlibat dalam konflik di Ambon tahun 2001. Enceng juga berperan besar dalam mengatur jalur utama pengiriman orang-orang yang berlatih militer ke Mindanao melalui Kalimantan Timur dan Sabah, Malaysia. Sejak Juli 2004, Enceng juga merupakan instruktur pelatihan militer di Maluku. Dia juga sempat menjadi instruktur pelatihan di kamp pelatihan militer yang didirikan kelompok Kompak dan DI (Darul Islam).
Sementara Pura Sudarma alias Jaja merupakan buron lama sejak tahun 2001. Jaja juga sempat menampung orang-orang yang terlibat dalam pengeboman Plaza Atrium di kawasan Senen, Jakarta Pusat, pada 2001.
Jaja juga terlibat dalam konflik di Poso. Salah satu anak buah Jaja, yakni Heri Gulun, menjadi pelaku bom bunuh diri di Kedutaan Australia tahun 2004. Jaja juga instruktur pelatihan militer yang telah berkiprah sejak tahun 2004, salah satunya di kamp pelatihan tersembunyi di kawasan Sukabumi. Jaja diindikasi merupakan anggota NII.
Sementara itu, jenazah Dulmatin atau Joko Pitono dimakamkan oleh keluarganya di Pemalang, Jawa Tengah, Jumat pukul 08.20. Pemakaman dilaksanakan di tanah keluarga di Desa Loning, Kecamatan Petarukan.
KOMPAS
No comments:
Post a Comment