Gubernur Nanggroe Aceh Darusallam (NAD), Irwandi Yusuf (kiri) memaparkan keterangan seputar penangkapan teroris di Aceh, Jakarta, Selasa (9/3). Gubernur Nangroe Aceh Darusallam, Irwandi Yusuf (kedua kiri), didampingi (dari ki-ka) fasilitator, Elfian Effendi, Ketua Partai Aceh, Muzakir Manaf, serta Ketua Bid.Ekonomi Partai Aceh, Teuku Irsyadi memaparkan keterangan seputar penangkapan teroris di Aceh, Jakarta, Selasa (9/3). Irwandi menegaskan bahwa keberadaaan teroris di Aceh tidak ada kaitannya dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dan bertekad mengusut tuntas kasus penangkapan tersebut bersama Kepolisian RI. (Foto: ANTARA/Yudhi Mahatma/hp/10)
09 Maret 2010, Jakarta -- Senjata yang digunakan teroris untuk berlatih di hutan Aceh Besar diperkirakan masuk dari jalur laut. Pasalnya, Aceh memiliki garis pantai yang panjang, sehingga tak bisa seluruh titik terawasi.
Hal itu disampaikan oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf kepada wartawan di Jakarta Selasa (9/3). "Aceh punya pantai sepanjang 1.800 km, dimana saja ada titik lemahnya yang tidak mungkin dikawal. Jadi, senjata bisa masuk tapi tidak bebas," ujarnya.
Ia memperkirakan senjata yang dimiliki teroris sekitar 27 unit. Pada saat penggerebekan, aparat mempertunjukan ada ratusan amunisi, senjata jenis AK 47 dan senapan jenis M16. Ia menyebut ada lima pucuk senjata yang sudah dirampas oleh aparat.
"Kira-kira mereka punya senjata di sana ada 27 unit. Yang jatuh ke tangan aparat lima pucuk," sambungnya.
Kejadian tersebut, menurutnya, dikhawatirkan mengganggu investasi Aceh. Meski saat ini tidak ada yang menarik investasinya, ia berpendapat investor yang baru akan masuk akan mempertimbangkan untuk menanamkan uangnya di Aceh. Hal itu tentu sangat berbahaya bagi Aceh.
"Sudah pasti terganggu karena siapapun investornya pasti merasa khawatir ngapain bawa modal ke Aceh dan bawa nyawa sekalian. Jadi, sangat berbahaya untuk Aceh," cetusnya.
Irwandi Tuding "Sampah Pulau Jawa" Dibuang ke Aceh
Aparat Kepolisian Polda Aceh menyisir kawasan pegunungan untuk memburu kelompok teroris di desa Teladan Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar, Selasa (9/3). Dalam penyisiran tersebut aparat kepolisian menemukan satu tas ransel yang berisi pakaian, jas hujan, air mineral, kain surban dan satu Al-Quran kecil di desa Teladan yang diduga milik kelompok radikal itu. (Foto: ANTARA/Irwansyah Putra/ss/ama/10)
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menegaskan bahwa gerakan terorisme yang berada di Kabupaten Lamkabeu, Aceh Besar bukan orisinil buatan rakyat Aceh. Ia menuding sampah dari Pulau Jawa yang menggerakkan aktivitas itu.
Pernyataannya disampaikan kepada wartawan dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (9/3). "Kalau gerakan itu bukan gerakan orisinil. Ini barang impor, sampah-sampah dari Pulau Jawa dibuang ke Aceh. Oleh karena itu, saya minta kepada kapolri untuk bersihkan sampah-sampah dari tempat lain yang ada di Aceh," kata Irwandi.
Ia enggan merinci pihak mana saja yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Ia menyerahkan penjelasan rinci kepada kapolri. Namun, ia menyebutkan ada anggota teroris yang merupakan alumnus Mindanao berdasarkan pengakuan dari teroris yang tertangkap.
"Yang saya tahu, anggota mereka ada yang alumnus Mindanao. Saya sudah mengantongi beberapa nama, tapi tidak bisa saya sebutkan. Ini porsi kapolri untuk menjelaskan," tukasnya.
Ia menyatakan ada sekitar lima puluh orang yang ikut dalam pelatihan tersebut. Delapan orang diantaranya berasal dari Aceh, tapi bukan berarti hal itu menjadi bukti bahwa masyarakat Aceh mudah menerima infiltrasi luar. "Seandainya masyarakat Aceh terima mereka, masalah ini tidak bocor," cetusnya.
Tentang atribut militer yang ditemukan aparat, ia menyatakan bahwa ada atribut militer Malaysia dan atribut militer Indonesia. Itu tidak berarti bahwa tentara Malaysia dan TNI terlibat karena atribut bisa dibeli dimanapun. Atribut yang ditemukan pun campuran, terdiri dari warna hijau loreng, hijau polos dan hitam dan ia menegaskan bahwa temuan itu tidak ada hubungannya dengan keterlibatan militer.
Ia juga menanggapi kemungkinan penggelaran operasi militer kembali di Aceh, terlebih setelah operasi itu memakan korban tiga polisi tewas. Ia menilai hal itu bukan sebagai alasan yang cukup karena kepolisian tidak mengerahkan kekuatan sepenuhnya, melainkan hanya Densus 88 dan brimob sebagai pendukung.
"Jadi, secara militer, ini kasus kecil. Tapi, karena bawa teroris jadi besar dan di pihak GAM, seperti saya katakan tadi, pihak GAM bahu membahu dengan aparat kepolisian menangani masalah ini. Dan dari awal informasi yang masuk ke saya dari mantan GAM," tukasnya.
MEDIA INDONESIA
No comments:
Post a Comment