Pasukan elit dari berbagai satuan TNI dan Kepolisian RI mengikuti upacara pembukaan latihan gabungan penanggulangan teror di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis (11/3). Sebanyak 3.559 personel TNI - Polri diturunkan untuk latihan bersama 11-13 Maret 2010 di sejumlah titik rawan teror di Jakarta. (Foto: Radar Surabaya/Agung Rahmadiansyah)
12 Maret 2010, Jakarta -- TNI mencium adanya kemungkinan indikasi bahaya saat Presiden AS Barack Obama berkunjung ke Indonesia. Namun, potensi kerawanan tersebut terus diantisipasi.
"Ada kerawanan-kerawanan. Namun kita terus mengadakan antisipasi antara TNI dan Polri," kata Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso usai acara pembukaan Latihan Bersama Penanggulangan Teror TNI-Polri di Monas, Jakarta Pusat, Kamis (11/3).
Namun, sayangnya Djoko enggan menjelaskan lebih lanjut apa dan bagaimana potensi keamanan terkait kedatangan Obama pada 23 Maret nanti. Namun TNI, lanjut Djoko, telah membagi tugasnya dengan kepolisian terkait sistem pengamanan saat Obama berada di Indonesia.
"Kendali (pengamanan) di tangan TNI. Polri membantu ring 2 dan ring 3, terutama dalam rute perjalanan," ungkap Djoko.
Djoko menjelaskan, jelang kedatangan Obama jajarannya terus meningkatkan keamanan di seluruh wilayah Indonesia. Tugas itu dilakukan TNI bekerja sama dengan kepolisian.
"Jumlah kekuatan dan disterilkan di daerah-daerah," jelasnya. Terkait latihan bersama penanggulangan antiteror yang dilakukan TNI Polri, Djoko membantah hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan bahaya saat Obama datang.
Latihan bersama ini dilakukan sebagai kegiatan rutin TNI-Polri menanggulangi bahaya terorisme yang setiap saat bisa terjadi. "Tidak ada. Ini hanya latihan berkala yang sesungguhnya dilakukan akhir tahun 2009, tapi karena kegiatan begitu padat baru dilaksanakan Maret ini," imbuhnya.
Lawatan Obama Kepentingan Energi
Lawatan Barack Obama ke Jakarta menyimpan berbagai agenda. Banyak analisis menilai, salah satu alasan Obama bertemu Presiden SBY untuk memastikan kepentingan energi AS di Indonesia berjalan lancar.
"Saya kira agenda utamanya energy security. Ingin membendung perusahaan minyak China (Petro China)," kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bakti, dalam diskusi 'Hubungan Bilateral Indonesia-Amerika' di Gedung LIPI, Kamis (11/3).
Menurut Ikrar, persaingan dagang China-Amerika membuat Amerika ketar-ketir. Petro China menawarkan biaya produksi lebih murah sepertiga daripada yang dilakukan pertambangan Amerika-Eropa seperti Exxon dan British Petroleum.
"China punya teknologi lebih murah. Teknologi China enggak susah-susah amat. Biayanya sepertiga dari perusahaan biaya Eropa atau Amerika. Bisa hengkang perusahaan-perusahaan Amerika," tegas Ikrar.
Pandangan serupa dilontarkan pembicara lain, Budiarto Shambazy. Menurutnya, kepentingan ekonomi Amerika akan menjadi prioritas kedatangan Obama seperti kedatangan presiden AS sebelumnya, Bush Jr.
"Setelah Bush ke Bogor, Exxon memenangkan tender blok Cepu. Setelah Obama entah manalagi. Mungkin blok Natuna," ucap Shambazy menimpali. Karena itu, SBY diharapkan tidak menjadi anak manis (good boy) saat menjamu Obama. Shambazy mencontohkan, untuk ukuran Timor Leste saja berani menolak kehadiran perusahaan pertambangan Australia yang nyata-nyata menjadi sponsor kemerdekaan Timor Leste.
"Bandingkan dengan negara kecil baru merdeka Timor Leste. Ia memberikan eksplorasi tambang ke Malaysia, bukan ke Australia. Selain lebih murah, Timor berkepentingan ingin dekat dengan ASEAN. Saya tidak tahu nanti SBY akan mengedepankan kepentingan nasional yang seperti apa," ujar wartawan senior tersebut.
Rakyat Aceh
No comments:
Post a Comment