Monday, September 13, 2010

Polri Bantah Tim Densus 88 Siksa Tahanan Politik Separatis Maluku

(Foto: JPPN)

13 September 2010, Jakarta -- Mabes Polri membantah tuduhan pemerintah Australia yang menyebut jika Densus 88 Anti Teror Polri telah melakukan penyiksaan tahanan politik di Ambon Maluku. Menurut Polri Densus tak pernah berurusan dengan tahanan separatis politik Ambon.

"Untuk penangkapan RMS dan separatis, Densus 88 tidak dilibatkan. Yang menangkap dan mengurusi itu anggota Polda, seperti Brimob dan lainnya," kata Kabid Penum Polri, Kombes Pol Marwoto Soeto di Mabes Polri, Jakarta, Senin (13/9/2010).

Namun demikian, Marwoto mengaku Polri akan mengecek kebenaran tuduhan dari pemerintah Australia itu. Densus dituduh pemerintah Australia telah melakukan penyiksaan terhadap tahanan politik yang terlibat aksi separatisme di Maluku.

Menurut data ada 12 anggota separatis di Maluku yang ditutup wajahnya dan dipukuli di wajah dan tubuhnya dengan pentungan. Salah satu tahanan mengatakan bahwa mereka dipaksa menelan cabe mentah, dan dua lainnya dipaksa untuk berciuman dan saling memeluk kalau menolak mereka dipukuli.

Australia, seperti diberitakan RNW, menyayangkan dan prihatin dengan kekejaman terhadap tahanan politik yang dilaporkan oleh Human Rights Watch dan Amnesty International itu. Mereka mengaku akan mengirim tim ke Indonesia menyelidiki penyiksaan yang dilakukan oleh anggota pasukan anti teror Detasemen Khusus Anti Teror (Densus 88) atas tahanan anggota separatis Maluku.

Apa maumu Australia

Pengiriman tim investigasi Australia guna menyelidiki penyiksaan, menempatkan Indonesia sebagai negara bawahan Australia. RMS tidak layak digolongkan tahanan politik, mereka kaum separatis. Jika pemerintah mengijinkan tim ini datang ke Indonesia, tindakan ini lebih buruk dibandingkan reaksi kemayu terhadap Malaysia dalam kasus penyanderaan tiga petugas DKP oleh Kepolisian Malaysia.

Tindakan pemerintah Australia ini, kemungkinan dilatarbelakangi bantuan ke POLRI. Mereka merasa berhak mencampuri suatu urusan, jika kepentingannya terancam.

Keberhasilan melepaskan Timor Timur dari Indonesia, menjadikan mereka merasa superior dan terus berusaha secara konsisten melepaskan provinsi-provinsi di Indonesia Timur dari NKRI secara sistematis.

Keberhasilan mereka akhirnya ditentukan oleh kualitas kepemimpinan pemerintah Republik Indonesia. Kami berharap Indonesia dianugerahi pemimpin berkarakter kuat dan tegas agar negara asing tidak menganggap Indonesia sebagai obyek kepentingan nasional mereka.

--00--

Indonesia backdown on state 'torturers'
Tom Allard
September 14, 2010

The Ambon-based unit of Detachment 88, accused of brutality and the torture of peaceful political protesters, will be disbanded, the head of the elite counter-terrorism force, Tito Karnavian, has said.

The decision to remove Detachment 88 entirely from the Malukas archipelago came as a Herald investigation exposed serious abuses of political prisoners in the province by its members last month.

Brigadier General Karnavian said it was clear the Malukan separatists were peaceful, and therefore there was no need for Detachment 88 to be involved in the province. ''Detachment 88 in Ambon will be dismissed very soon,'' he said.

The Herald yesterday revealed allegations by a group of men who were arrested last month and taken to Detachment 88's Ambon headquarters. They said they were beaten for up to a week; brought to the point of suffocation with plastic bags placed over their heads; pierced with nails while forced to hold stress positions; and ordered to eat raw chillies. Two men were hospitalised.

It was also revealed the Australian embassy in Jakarta had sent an official to investigate the abuses, and the US had blacklisted members of Detachment 88 based in Ambon, the Maluku capital, and had refused to train or equip them since 2008.

Brigadier General Karnavian denied there was a systemic problem of excessive force within Detachment 88, a criticism that has also surfaced because of the number of terrorist suspects - 17 in the past year - who have been shot dead rather than arrested.

He said the new allegations of abuses in Maluku could be investigated by local authorities or, possibly, internal affairs.

But Kontras, Indonesia's leading human rights group, said an independent review of Detachment 88 was the only way to have a serious investigation into its alleged abuses. (the Sdyney Morning Herald)

Tribun News/Berita HanKam

No comments:

Post a Comment