Tuesday, September 7, 2010

RI Berhak Tegas

Anggota Laskar Merah Putih berunjuk rasa menentang Malaysia di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (7/9). Mereka menuntut kepada Pemerintah RI untuk tetap melindungi dan menjaga kedaulatan NKRI. (Foto: ANTARA/Fanny Octavianus/ama/10)

08 September 2010 -- Dalam sengketa perbatasan wilayah dengan Malaysia, Indonesia tidak selayaknya bersikap lembek. Karena kuncinya ada dalam Konvensi Hukum Laut PBB atau UNCLOS, yang justru merupakan hasil perjuangan para diplomat kawakan kita pada masa lalu.

Mengherankan bila dalam ingar-bingar masalah penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan dan sengketa perbatasan RI-Malaysia tidak cukup terdengar suara keras dari jajaran Pemerintah Indonesia mengenai konvensi yang dihasilkan para diplomat Indonesia dengan susah payah.

Salah satu pokok persoalan terkait sengketa perbatasan laut itu adalah keengganan Malaysia memperbaiki kembali peta wilayah tahun 1979-nya dengan ketentuan UNCLOS 1982. Padahal, Malaysia juga meratifikasi kesepakatan hukum laut internasional (UNCLOS) itu. Dengan demikian, dari sisi ini saja, Indonesia berada di ”atas angin” dan sudah seharusnya menekan Malaysia segera menyesuaikan diri dengan ketentuan hukum laut PBB itu.

Peta Malaysia bermasalah

Perlu diingat kembali, ketika Malaysia mengumumkan peta wilayahnya pada tahun 1979, negara-negara tetangga Malaysia, termasuk Indonesia, langsung memprotes peta wilayah itu yang seenaknya saja mencaplok wilayah negara-negara mereka.

Menurut kebiasaan hukum internasional, sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal Perjanjian Internasional, Keamanan, dan Kewilayahan Kementerian Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno, jika klaim atas sebuah wilayah oleh sebuah negara tidak mendapatkan protes dari negara lain, setelah dua tahun klaim itu dinyatakan sah.

Dalam kasus peta Malaysia 1979, Indonesia, Singapura, Filipina, Vietnam, dan beberapa negara lainnya langsung memprotes. Dengan demikian, peta Malaysia 1979 tidak punya kekuatan secara internasional.

Oleh karena itulah, tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tunduk apalagi mengakui peta Malaysia yang bermasalah itu.

Sebaliknya, setelah berlakunya UNCLOS, Indonesia segera menyesuaikan peta wilayah sesuai ketentuan hukum laut internasional. Sebagaimana negara kepulauan, menurut UNCLOS, Indonesia mendapatkan sejumlah keistimewaan untuk menarik garis batas wilayahnya sehingga wilayah negara kepulauan berada dalam satu kesatuan.

Sebagai negara kepulauan, menurut UNCLOS, Indonesia berhak menarik garis di pulau-pulau terluar sebagai patokan untuk garis batas wilayah kedaulatannya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 47 UNCLOS. Hal yang sama tidak berlaku untuk Malaysia, yang tidak termasuk kategori negara kepulauan, tetapi berusaha menempatkan diri sebagai negara kepulauan sehingga bisa menggunakan keistimewaan sebagai negara kepulauan itu. (Rakaryan Sukarjaputra)

KOMPAS

No comments:

Post a Comment