Tuesday, March 30, 2010

Indonesia Waspadai Ancaman Nirmiliter


30 Maret 2010, Jakarta -- Indonesia harus mewaspadai ancaman ‘nirmiliter’ berupa ancaman ekonomi, cybercrime, sosial, budaya, serta ideologi.

“Ancaman nirmiliter kepada suatu bangsa sama dashyatnya dengan ancaman militer,” kata mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto dalam workshop Defence Image Building yang digelar Kementerian Pertahanan, di Jakarta, Selasa (30/3).

Ia menilai pembangunan pertahanan negara di luar militer adalah keharusan dengan maraknya ancaman nirmiliter. Menurutnya, tekanan kepentingan ekonomi, hegemoni politik melalui praktik intervensi, tekanan dengan memanfaatkan teknologi informasi, penetrasi budaya, sudah semakin nyata terus menjadi faktor yang tidak dapat disepelekan dalam mengelola pertahanan negara.

Endriartono mengatakan di era keterbukaan informasi peran media semakin dominan untuk mengembangkan pertahanan negara di luar bidang militer.

Dalam konteks serangan terhadap suatu negara, lanjut dia, tekanan-tekanan opini sering.

POS KOTA

Pemerintah Siapkan UU Revitalisasi Industri Pertahanan


31 Maret 2010, Depok -- Belum lagi realisasi program seratus hari pemerintah diwujudkan, pemerintah sudah sibuk mempersiapkan UU Revitalisasi Industri Pertahanan. Menhan Purnomo Yusgiantoro menyatakan bahwa Perpres tentang revitalisasi industri pertahanan hingga saat ini belum selesai dibahas di sekretariat negara untuk disinkronisasi.

"Perpres tentang revitalisasi industri pertahanan sudah selesai kami kerjakan dan diserahkan pada sekretariat negara tapi masih ada sinkronisasi," ujar Menhan kepada wartawan seusai simposium di UI, Depok, Jawa Barat, Selasa (30/3).

Ia menyatakan revitalisasi industri pertahanan merupakan sesuatu yang penting sehingga pemerintah sepakat untuk meningkatkan regulasi dalam bentuk UU. Pemerintah saat ini, aku dia, sedang mebahas draf RUU tersebut untuk selanjutnya bisa diserahkan kepada Balegnas.

Itu merupakan suatu kesepakatan yang disetujui ketika rapat koordinasi menteri di Puncak, beberapa waktu lalu. "Drafnya sedang dikerjakan, begitu juga naskah akademiknya. Kemudian, setelah jadi akan dilimpahkan ke balegnas untuk diputuskan menjadi RUU revitalisasi industri pertahanan," jelas dia.

Ia menyatakan kedua peraturan itu dijalankan berbarengan. Lagipula, UU nantinya akan memayungi kegiatan revitalisasi industri pertahanan dan industri penunjang, seperti sektor keuangan untuk pendanaan.

"Perpres kita jalankan, tapi disisi lain UU-nya juga disiapkan. UU itu juga nanti jadi payung kegiatan revitalisasi industri pertahanan dan mendukung industri penunjang," sahutnya.

Menhan menanggapi wacana untuk memosisikan Kemenhan sebagai pengendali kebijakan teknis industri di tingkat makro. Itu untuk membangun industri Indonesia yang terintegrasi. Meski, ia menyatakan tidak seluruh kapasitas produksi bisa ditampung oleh sektor pertahanan sehingga perlu upaya ekspor keluar.

"Waktu workshop ada wacana bahwa mestinya Dephan menjadi bapak kedua yang tangani kebijakan makro. Nah, ada pertanyaan lain yang harus dijawab bahwaapakah jika Dephan menjadi payung industri pertahanan yang sifatnya makro, apakah mungkin BUMN bisa ditangani ?" jelas Purnomo.

"Kalau seratus persen tidak, kebutuhan kita hanya memapu menampung 30-40 persen, base load saja. Jika 60 persen dipenuhi lewat didorong untuk industri lain pesan, seperti cukai, DKP, Dephub untuk menggunakan industri strategis dagri, lainnya lewat ekspor," tandas Purnomo.

MI.com

Korvet Soobrazitelny Diluncurkan


31 Maret 2010 -- Galangan kapal St. Petersburg's Severnaya Verf akan mengapungkan korvet siluman baru pada Rabu (31/3), diumumkan juru bicara AL Rusia.

Korvet Soobrazitelny merupakan korvet kedua dari Project 20380 yang dirancang oleh Biro Disain Almaz Central Marine.

Korvet pertama Project 20380 Steregushchy, telah beroperasi di Armada Baltik Rusia Oktober 2008, dan dua kapal lainnya Boyky dan Stoyky dalam pembuatan.

Korvet Project 20380 dapat menghancurkan kapal permukaan, kapal selam dan pesawat udara serta mampu melakukan dukungan artileri saat operasi pendaratan pantai.

Rusia berencana memiliki 30 kapal jenis ini guna memastikan pertahanan perairan terutama di Laut Hitam dan Baltik.

Korvet berbobot 2000 ton dengan kecepatan maksimal 27 knot diawaki 100 orang.

RIA Novosti/@info-hankam

Dunia Apresiasi Kontingen Garuda


29 Maret 2010, Jakarta -- Tentara Nasional Indonesia (TNI) semakin mengukuhkan profesionalitas dan kualitasnya di jajaran kemiliteran internasional sebagai pasukan perdamaian dunia menyusul penilaian positif oleh masyarakat internasional.

Selain tangguh dalam tempur, prajurit TNI dinilai sebagai pasukan perdamaian yang punya strategi unik, lain dari strategi pasukan perdamaian dunia negara lainnya. Surat elektronik perwira penerangan Konga XXIII-D/Unifil, Kapten TNI Yogi Nugroho kepada Suara Karya di Jakarta, Sabtu (27/3) menyebutkan, kinerja Konga yang bertugas menjaga perdamaian di wilayah konflik Lebanon Selatan selalu dinilai positif oleh masyarakat setempat maupun masyarakat dari negara lain yang berada di Lebanon. Prajurit TNI selalu mengedepankan profesionalitas dan kualitas dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Satu hal yang menjadi ciri khas prajurit TNI, ialah keramah-tamahan. Hal inipun positif dan patut ditiru pasukan perdamaian dari negara lainnya. "Tugas siap siaga diselingi keramah-tamahan mencairkan situasi yang mencekam dalam setiap saat menjaga keamanan di Lebanon," ujarnya.

Pengakuan ini terlontar dari setiap pengunjung yang akan memasuki Markas Besar United Nations Interim Forces In Lebanon (Unifil) Naqoura, Lebanon Selatan.

Mabes Unifil lebih sterill dan nyaman sejak Satgas Konga menjadi penanggungjawab utama keamanan. "Tugas dan tanggung jawab pengamanan Mabes Unifil dipundak Kompi Mekanis E Indobatt sejak 24 Febuari 2010," ujar Yogi.

Keramah-tamahan

Namun, satu hal yang tidak pernah dijumpai pada diri pemeriksa sebelumnya (kontingen negara lain) adalah senyum keramah-tamahan dari personel Satgas Konga.

"Melalui keramah-tamahan yang mewarnai profesionalisme pasukan Garuda dalam menerapkan prosedur pemeriksaan pengamanan di pintu gerbang Unifil tersebut, terpancar suatu nilai keunggulan positif yang membedakan Kontingen Garuda terhadap kontingen negara lain," ujarnya.

Menurut dia, hal itulah yang membuat pengunjung Markas Besar Unifil merasa nyaman dalam melalui prosedur pemeriksaan dalam rangka pengamanan. Komandan Kompi Mekanis E, Kapten TNI Imam Wicaksana mengatakan, Mabes Unifil memiliki tiga gerbang utama dan tiga pos observasi yang harus intensif diawasi.

Suara Karya

Jelang Latgab Darsasa 7 Indonesia-Malaysia

Sebanyak 452 personel TNI diberangkatkan ke Malaysia dari Pangkalan Komando Lintas Laut Militer Tanjung Priok, Jl Raya Cilincing, Jakarta Utara. Mereka akan melakukan latihan rutin penanggulangan terorisme dengan Tentara Diraja Malaysia. Pasukan TNI itu gabungan dari Angkatan Darat (AD) diwakili oleh Kopassus, Angkatan Laut (AL) diwakili Den Jaka, Angkatan Udara (AU) diwakili oleh Den Bravo. (Foto: detikFoto/Muhammad Taufiqqurahman)

27 Maret 2010, Jakarta -- Pasukan Gabungan Anti-Teror Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah diberangkatkan secara resmi oleh Wakil Asisten Operasi Kepala Staf Umum (Kasum) TNI, Laksma TNI St.Budiyono, dari Mako Lintas Laut Militer TNI AL Tg Priok untuk mengikuti Latihan Gabungan (Latgab) Bersama Indonesia-Malaysia yang bersandi Darsasa 7 AB.

Kegiatan diplomasi militer yang melibatkan matra darat, angkasa dan samudera (Darsasa) atau angkatan darat (AD), angkatan Udara (AU) dan Angkatan Laut (AL) kedua negara itu digelar di Selat Malaka untuk melakukan latihan penanggulangan antiteror pada 30 Maret hingga 10 April 2010.

Latihan militer, apalagi dalam konteks antisipasi teroris, menunjukkan kesiapan TNI dalam menghadapi ancaman bahaya teroris yang bisa muncul kapan saja, di mana saja dan dalam bentuk apa saja yang umumnya tidak bisa kita duga sebelumnya. Hal yang dapat dipastikan adalah aksi teroris terjadi secara mendadak dan umumnya mampu meninggalkan dampak ketakutan dan kengerian serta bersimbah darah korban.

Oleh karena Latgab Darsasa 7/2010 melibatkan Indonesia dan Malaysia, maka skala hal ini mencerminkan juga bukan hanya kesiapan personel Latgab, tetapi juga membiasakan mereka yang terlibat dalam penanggulangan atau antisipasi teroris dari dua negara yang bertetangga di Asia Tenggara ini untuk memacu operasi dan kerjasama militer.

Selat Malaka selama ini merupakan perairan internasional yang oleh Indonesia dan Malaysia perlu diamankan dan bebas dari ancaman bahaya teroris, mengingat arti pentingnya perairan ini dalam jalur atau lintas perairan strategis bagi kepentingan perhubungan laut regional dan perdagangan internasional.

Latgab semacam itu juga pernah dilakukan oleh TNI AL bersama dengan Angkatan Laut Singapura beberapa waktu lalu, dan berskala maupun skenario yang berbeda juga di Selat Malaka, tetapi dalam konteks yang sama untuk penanggulangan bersama menghadapi ancaman bahaya teroris.

Esensi yang lain dari Latgab Darsasa 7 Indonesia-Malaysia sekaligus juga merupakan unjuk kekuatan dan persenjataan pihak militer Indonesia dan Malaysia dalam menghadapi ancaman bahaya teroris di kedua negara dan khususnya di Selat Malaka.

Pada situasi damai, Latgab itu bagi TNI dan Tentara Diraja Malaysia (TDM) merupakan unjuk kemampuan profesional militer dalam medan “perang-perangan” yang sesungguhnya yang mengoperasikan penggunaan strategi dan kekuatan persenjataan, serta mobilisasi personel dalam menghadapi ancaman bahaya teroris.

Dengan adanya Latgab Darsasa 7/2010, maka Indonesia paling tidak telah menunjukkan kepada negara tetangga dan dunia bahwa secara eksternal mampu mengantisipasi ancaman serangan dan bahaya teroris, selain secara internal juga telah melakukan Latgab TNI-Polri untuk mengantisipasi terhadap ancaman dan serangan teroris di dalam negeri Indonesia sendiri.

Serangkaian Latgab ini bukanlah suatu hal yang berlebihan dan dapat dipahami jika beberapa kegiatan diantaranya dilakukan bersamaan dengan momentum kedatangan Presiden Amerika Serikat (AS) di Indonesia. Beberapa Latgab tersebut termasuk Darsasa 7 jika dikaitkan dengan ancaman atau bahaya serangan teroris, maka mengekspresikan betapa serius dan prihatinnya Indonesia dan Malaysia dalam menghadapi masalah terorisme yang semakin hari semakin mengkhawatirkan dan mencemaskan rakyat di kedua negara dalam beberapa waktu terakhir ini.

Abdullah Badawi saat menjadi Perdana Menteri (PM) Malaysia pada bulan Maret 2003 memberikan semacam early warning (peringatan dini) berdasarkan kajian khusus bahwa teater laga bagi aksi-aksi terorisme dan tindak kekerasan yang sering terjadi dan berpusat di kawasan Timur Tengah dan Asia Tengah akan bergeser ke kawasan Asia Tenggara. Badawi, yang kini digantikan Nadjib Tun Razak, kala itu mewanti-wanti pergeseran teater laga aksi terorisme sebagai ancaman serius yang bukan hanya perlu disikapi, tetapi juga diantisipasi, dicegah dan diperangi.

Kemudian, maraknya aksi pemboman sepanjang 2000-an an dan terus berlanjut pada Bom Bali, Bom Malam Natal, Bom Kedubes Australia dan Bom Hotel Marriot dan Ritz Carlton, serta penangkapan gembong teroris baik di luar Indonesia maupun di Indonesia sendiri merupakan bukti nyata dari apa yang menjadi peringatan Badawi.

Hal itu membuktikan bahwa ancaman terorisme sejak 5 Februari 1997, ketika Komisi Intelijen Senat AS melakukan semacam uji layak dan kepatutan (fit and proper test) untuk meloloskan George Tennet sebagai calon Direktur Central Intelligence Agency (CIA), antara lain menegaskan bahwa salah satu masalah transnasional yang teramat penting dan merupakan ancaman untuk jangka waktu 20 tahun ke depan bagi dunia dan AS adalah masalah yang terkait dengan terorisme, penghapusan senjata nuklir, penyelundupan narkoba internasional dan kejahatan internasional yang terorganisir. Hal ini dicatat oleh James Adams pada 1998.

Hal yang dapat dicatat adalah penyelenggaraan Latgab antisipasi terhadap ancaman bahaya dan serangan teroris dalam konteks dalam negeri sendiri atau melibatkan kekuatan militer dan polisi luar negeri menggambarkan kesiagaan dan adanya kemampuan untuk mengantisipasi ancaman bahaya dan serangan teroris sesuai skenario dan kepentingan nasional Indonesia.

Namun, semua pihak dalam kaitan yang lebih luas nampaknya harus menyadari bahwa datangnya ancaman bahaya dan serangan selalu tidak dapat diduga dan diprediksi sebelumnya, karena bahaya dan serangan teroris biasanya muncul tiba-tiba dan tidak terduga serta langsung menimbulkan korban.

Oleh karena itu, aparat keamanan harus melakukan pemantauan atau deteksi dari berbagai aksi, gerakkan dan anomali sosial yang ditengarai berkarakter atau hal-hal yang bisa mengarah pada munculnya unsur tindakan teroris seperti tindak kekerasan, pemaksaan, penyanderaan, ancaman, aksi tindakan yang menakutkan atau mengerikan, dan mungkin juga pemerasan, seberapa kecil dan sederhana modusnya harus senantiasa dicermati dan diantisipasi secara komprehensif dan intensif.

Dalam Latgab Darsasa 7/2010 seperti biasanya melibatkan liputan media massa dan wartawan guna diberi kesempatan untuk melihat pembukaan, penurupan, bahkan tidak jarang sejumlah proses Latgab secara resmi. Pelibatan media massa dan wartawan dalam Latgab itu termasuk dalam bingkai program hubungan masyarakat atau penerangan, baik dari pihak TNI maupun TDM.

Pada Latgab dan sekaligus patroli bersama TNI AL dan Angkatan Laut Singapura yang diadakan sekira 2002-2003, Dinas Penerangan TNI AL (Dispenal) ketika itu mengundang media massa dan wartawan untuk secara langsung mengikuti jalannya patroli bersama tersebut. Kala itu TNI AL dan Angkatan Laut Singapura menerapkan skenario penangkalan aksi anti-teroris untuk tindakan pembebasan sebuah kapal penumpang yang dirompak oleh kelompok teroris.

Belasan wartawan dari media massa Indonesia dan Singapura yang meliput jalannya patroli bersama itu diperkenankan meliput dari sebuah kapal perang Indonesia (KRI) yang khusus disediakan untuk peliputan. Setekah keberhasilan peliputan patroli bersama tersebut yang video-klip-nya sampai sekarang masih sering ditayangkan oleh sebuah stasiun TV swasta di Jakarta sekira 20 detik untuk menggambarkan adanya serangaan dan penyanderaan oleh teroris di Selat Malaka. Hal itu memperlihatkan bahwa Dispenal melibatkan fungsi dan peran komunikasi yang bukan sekedar peliputan dalam sebuah Latgab bersama TNI AL dan AL Singapura yang akan dilakukan di masa yang akan datang.

Beberapa tahun kemudian, sekira 2006 gagasan dan keberhasilan Dispenal memodifikasi dan memelopori dilibatkannya media massa dan terlibatnya unsur komunikasi sebagai kekuatan militer dalam sebuah operasi dan latihan militer juga direncanakan pihak Dinas Penerangan TNI AD (Dispenad).

Skenario dan konsep dilibatkannya media massa dan terlibatnya fungsi dan peran komunikasi sebagai perangkat kekuatan militer untuk diterapkan dalam Latgab dan operasi militer tertentu oleh Dispen TNI AD juga telah siap untuk dimasukkan sebagai terobosan baru yang memaksimalkan tugas, peran dan fungsi (tupoksi) maupun peran komunikasi dalam suatu operasi militer atau situasi perang tertentu melampaui fungsi dan peran arus utama (mainstream) komunikasi media massa dalam suatu operasi atau latihan militer.

Masuknya unsur fungsi dan peran komunikasi sebagai perangkat/kekuatan/sistem militer dalam suatu operasi militer atau perang bukanlah hal yang baru. Collin Powell ketika menjabat Kepala Gabungan Para Kepala Staf (Kastaf) Angkatan Bersenjata AS adalah jenderal yang menerapkan dan memelopori bagaimana sistem komunikasi (media massa) digunakan sebagai suatu sistem penting atau sebagai kekuatan militer secara maksimal dalam suatu operasi militer.

Sementara itu, para perwira siswa Pendidikan Reguler (Dikreg) XXXIX dan Sekolah Staf Fungsional (Sesfung) VI Sesko TNI AL TP 2001/2002 yang berjumlah 118 orang termasuk para perwira menengah siswa dari negeri Tiongkok, Malaysia dan Australia pada saat itu sudah mempelajari materi kuliah tentang komunikasi sebagai substansi atau sistem dan kekuatan militer penting dan menentukan dalam suatu operasi militer atau perang.

Permasalahannya adalah apakah dalam Latgab Darsasa 7/2010 Indonesia-Malaysia di Selat Malaka unsur fungsi dan perang komunikasi sebagai suatu sistem atau kekuatan militer penting dan strategis juga telah dimasukkan dalam skenario Latgab ini apalagi dikaitkan dengan ancaman bahaya dan serangan teroris. Tentunya para Direktur Operasi Latgab Darsasa 7/2010 sebagai pihak yang paling tahu apakah konsepsi ini. (Petrus Suryadi Sutrisno (elkainf@yahoo.com) adalah Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Informasi dan Konsultan/Pengajar Senior Ilmu Komunikasi)

ANTARA News

Penyelam AL Korsel Tewas Saat Lakukan Operasi Penyelamatan

Han Joo-ho 53 tahun (tengah) dan rekannya berdiri diatas LST Seonginbong dalam operasi penyelamatan awak kapal Cheonan yang tenggelam, Senin (29/3). Han mengalami kesulitan pernafasan setelah bekerja dibawah air, pingsan tak sadarkan diri dan tewas pada Selasa (30/3). (Foto: Reuters)

30 Maret 2010 – Seorang penyelam Angkatan Laut Korea Selatan tewas Selasa (30/3), setelah jatuh pingsan ketika mencari 46 awak kapal perang yang hilang setelah kapalnya tenggelam terkena ranjau laut bekas Perang Korea.

Han Joo-ho (53 tahun) perwira AL Korsel dan anggota tim demolisi bawah air, jatuh pingsan setelah melakukan operasi penyelamatan seharian penuh di air laut yang dingin, gelap dekat perbatasan dengan Korut.


Anggota tim penyelamat AL Korsel menggunakan perahu karet mencari para korban yang hilang. (Foto: AP)

Anggota tim penyelamat AL Korsel turun dari kapal Gwangyang guna melakukan operasi penyelamatan menggunakan perahu karet. (Foto: Reuters)


Satu grup penyelam marinir Korsel melakukan operasi penyelamatan awak kapal yang masih hilang setelah kapalnya korvet Cheonan tenggelam di perairan yang berbatasan dengan Korut. (Foto: YONHAP)

Pada Senin (29/3), para penyelam berusaha mencapai bagian belakang reruntuhan kapal dimana sebagian besar pelaut berada saat terjadi ledakan. Mengingat persedian oksigen pada kabin kedap air hanya cukup hingga Senin malam. Para penyelam berusaha memompa udara kedalam reruntuhan kapal guna memenuhi kebutuha oksigen bagi para korban yang mungkin masih hidup.

YONHAP/@info-hankam

Melihat Industri Bom di Kedungkandang yang Bikin Kagum Staf Presiden SBY


29 Maret 2010 -- Siapa sangka jika persenjataan enam pesawat Sukhoi milik Indonesia selama ini tidak dipasok dari Rusia, tapi dari sebuah industri bom skala kecil di Kota Malang. Adalah Ricky Hendrik Egam, orang di balik industri persenjataan made in Indonesia ini.

Yosi Arbianto

---

Dua bengkel teknik di Jalan Muharto, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, menjadi tempat produksi bom P-100. Jenis bom P-100 ini termasuk kategori drop bom atau bom yang dijatuhkan dari pesawat.

Dua bengkel itu disewa Ricky dari seorang pengusaha lokal sejak 2007. Dulu, bengkel itu untuk membuat knalpot motor dan reparasi mesin-mesin industri. Termasuk bengkel pembuatan beberapa suku cadang bus. Sebelum dijadikan lokasi produksi bom, masyarakat setempat mengenal bengkel itu sebagai bengkel knalpot berbendera Raja Knalpot. Kini, nyaris warga sekitar tidak tahu kalau bengkel tersebut membuat persenjataan pesawat tempur Sukhoi.

"Orang sini nyebutnya bengkel teknikal. Biasanya banyak yang ndandakno mesin, mbubut besi, gawe knalpot. Mosok saiki gawe bom nang kene," tanya Nanang, warga Jalan Muharto heran.

Ricky menggunakan satu bengkel yang luasnya separo lapangan bola menjadi lokasi asembling dan finishing bom. Di sana banyak alat-alat teknik. Beberapa jenis mesin bubut, mesin bor, peralatan las, hingga alat-alat untuk pengecatan dan balancing (keseimbangan). Di bengkel ini, juga ada kantor dan penyimpanan casing bom yang sudah jadi.

Sedangkan satu bengkel lagi dengan letak berseberangan, menjadi lokasi pengecoran badan bom. Di bengkel yang ukurannya lebih kecil itu, Ricky membuat casing (selongsong) bom dari besi nodular. Juga membuat fin (penyeimbang/ekor) dari besi ST-37, suslug (cantelan) dari baja VCN 45, tabung isian, nose (bagian depan bom), dan juga pelontar.

Minggu (28/3) kemarin, empat belas anggota staf khusus kepresidenan datang berkunjung. Mereka melihat aktivitas pembuatan bom yang bisa compatible dipasang di dua jenis pesawat ini. Yakni pesawat Sukhoi 27/30 dan pesawat standar Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), seperti F-5. Staf khusus kepresidenan tertarik karena ada industri kecil yang bisa menopang kebutuhan alutsista (alat utama sistem persenjataan) dalam negeri.

"Terus terang saya baru tahu ini. Mestinya pemerintah memberikan perhatian. Sehingga nanti bisa dikembangkan untuk industri pertahanan," ungkap Purwatmojo, ketua rombongan staf khusus kepresidenan bidang bantuan sosial dan bencana.


Ada dua jenis bom yang dipabrikasi di bengkel sederhana tersebut. Yakni bom latih P-100 berwarna biru dan bom P-100 L (life) berwarna hijau militer. Dimensi keduanya hampir sama. Bom memiliki panjang 1.100 milimeter, berat 100-125 kilogram, dan diameter 273 milimeter. Untuk panjang ekor (fin) lebih kurang 550 milimeter.

Bom yang berwarna biru hanya bisa mengeluarkan asap ketika dijatuhkan dan hidungnya menyentuh tanah. Asap berasal dari gas TiCl2 (titanium diclorida) yang dimasukkan dalam tabung di dalam badan bom. Gas di dalamnya keluar karena tabung pecah saat membentur tanah.

Bom latih berkaliber 100 kilogram ini telah digunakan sejak 2007 oleh pesawat tempur Sukhoi SU 27/30 di Skuadron 11 Ujung Pandang. Bekerjasama dengan Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Udara (Dislitbangau) sudah ratusan buah bom latih diluncurkan dari Sukhoi.

Untuk bom yang berwarna hijau militer, bisa meledak. Karena di dalamnya diisi dengan bahan peledak. Proses pengisian bahan peledak dilakukan di dua BUMNIS (Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis). Yakni, di PT Pindad untuk jenis bahan peledak militer dan PT Dahana, Tasikmalaya, Jawa Barat, untuk jenis bahan peledak komersial.

"Kalau sudah diisi bahan peledak, bomnya langsung diangkut TNI AU sebagai pengguna bom buatan kami. Kami tidak punya izin untuk menyimpan bahan peledak," kata Ricky, pria kelahiran Surabaya 50 tahun lalu ini.

Khusus untuk bom P-100 L yang bisa meledak, Ricky telah melakukan uji coba statis dan dinamis pada 29 Desember 2009 lalu. Lokasinya di AWR (air weapon range) Pandanwangi, Lumajang. Bom dipasang di pesawat Sukhoi dan dijatuhkan pada ketinggian 4.500 feet (sekitar 1.350 meter). Dislitbangau menilai trajectory (lintasan bom) P-100 L layak. Seperti halnya P-100 versi latih yang telah mendapatkan sertifikat kelaikan.

"Usai uji coba tersebut, kami mendapatkan perintah untuk membuat 24 buah P-100 L yang akan digunakan dalam fire power demo bulan depan di hadapan presiden," kata sarjana pertanian Universitas Brawijaya (UB) ini.

Atas hasil kepiawaiannya di bidang pembuatan industri kecil bom ini, Ricky juga pernah diundang dua kali oleh Tentara Udara Diraja Malaysia (TUDM). Malaysia bahkan ingin memesan 1.000 unit P-100 L dan P-100. Bom tersebut akan digunakan untuk latihan pengeboman 18 unit pesawat Sukhoi milik Malaysia.

Selama ini, Sukhoi milik Malaysia saat latihan menggunakan drop bom jenis OFAB-50 buatan Rusia. Bom jenis ini tidak ada yang jenis latih. Semuanya bisa meledak. Malaysia rupanya berhitung terhadap mahalnya biaya latihan bila terus-terusan menggunakan OFAB-100-120.

"Kalau dibandingkan dengan biaya membeli bom latih ini, satu banding lima harganya," ungkap putra seorang purnawirawan angkatan laut ini.

Radar Malang

Pembangunan Industri Militer tidak Perlu Tunggu Negara Kaya


30 Maret 2010, Depok -- Industri militer memiliki peran strategis bagi pertahanan suatu negara. Pembangunan industri militer tak perlu menunggu suatu negara sudah kaya.

"Tidak ada satu negara yang tidak didukung industrial military complex. Untuk membangun itu, tidak perlu tunggu kaya dulu, miskin pun bisa dimulai," ujar pengamat ekonomi Faisal Basri dalam simposium nasional di UI, Depok, Selasa (30/3).

Pembangunan industri pertahanan tidak bisa tergantung pada negara lain. Sayangnya, industri penunjang yang paling utama untuk industri pertahanan malah kondisinya paling buruk di Indonesia, yakni KrakataU Steel (KS).

Menurut Faisal, PT KS bahkan tak mampu untuk memproduksi steel alloy dan aluminium alloy yang menjadi bahan dasar industri lain, termasuk industri militer. "Saya enggak mengerti dengan perencanaan industri pertahanan. Industri pertahanan kita malah membuat panser, sementara perang darat sudah tidak ada lagi. Akibatnya, panser disuruh menjaga Istana Wapres. Padahal, kita lebih butuh kapal karena kita negara kepulauan," ujarnya.

Ia menilai hal itu membuktikan bahwa orientasi pembangunan di Indonesia sudah melenceng. Padahal, industri yang paripurna bisa mendukung munculnya masyarakat kelas menengah. Kelas inilah yang akan memacu pertumbuhan di Indonesia.

"Kelas menengah akan memunculkan buruh militan, bukan pegawai bank, pegawai asuransi, artis. Industri yang didukung buruh militanlah yang akan maju. Itu tidak akan tercipta di Indonesia karena 85 persen pekerja tidak dilindungi kontrak sehingga tidak ada job security. Akhirnya, tercipta radikalisasi," cetusnya.

Untuk memulainya, industri militer mulai dari subsidi negara. Itu yang juga terjadi pada pembangunan industri Airbus dan Boeing sehingga maju saat ini. "Dulu ketika Menperin Rini Sugandi berdebat keras dengan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Purnomo ingin membeli kapal tanker. Dia mengusulkan itu semua impor karena lebih murah. Bu Rini ingin semua diproduksi dalam negeri tapi akhirnya nego, masing-masing lima. Itu juga yang bisa membangun industri kita ke depan," tandasnya.

MI.com

Monday, March 29, 2010

Pasukan Katak TNI AL dan RSN NDU Kuasai Banongan


29 Maret 2010, Situbondo -- Hari masih gelap, pasukan Katak TNI Angkatan Laut dan RSN NDU (Republic Of Singapure Navy Naval Diving Unit) dengan peralatan fins, masker dan life vest berenang dengan jarak 3 mil laut bergerak menuju pantai pendaratan dengan tujuan untuk mengamankan Pantai Banongan dari ancaman musuh di Situbondo, Jumat (26/3).

Setelah dirasakan aman, para perenang rintis ke dua pasukan elit dari TNI AL dan RSN NDU ini kemudian memberikan informasi kepada pasukan lainnya yang masih berada di tengah laut dengan menggunakan lampu isyarat. Beberapa saat kemudian pasukan yang ada di tengah laut meluncur ke pantai pendaratan dengan menggunakan sekoci karet.

Pasukan ini terdiri dari 3 tim, diantaranya satu tim EOD/penjinak ranjau, sedangkan tim lainnya melaksanakan parimeter pantai yang tugasnya mengamankan pantai pendaratan. Tidak lama kemudian, tim EOD ini berhasil memusnahkan rintangan ranjau yang sengaja dipasang oleh musuh. Saat itu matahari sudah mulai nampak dari balik cakrawala, tiga tim Pasukan Katak TNI AL dan RSN NDU melakukan patroli dan pengejaran terhadap musuh yang melarikan diri ke hutan.

Selanjutnya, ke dua pasukan elit ini melaksanakan harbouring dan konsolidasi di kaki gunung Selogiri Banyuwangi untuk melaksanakan serangan lanjutan kepada musuh. Serangkaian kegiatan tersebut merupakan sekenario latihan bersama yang digelar di Pantai Banongan dan hutan Selogiri antara Pasukan Katak TNI AL dan RSN NDU (REPUBLIC OF SINGAPORE NAVY NAVAL DIVING UNIT) dengan sandi “EX PANDU 10/10” yang di buka senin (18/03) di Surabaya.

Adapun peserta yang terlibat dalam LATMA kali ini terdiri dari 16 personil RSN NDU yang di pimpin langsung oleh komandan NDU sendiri yaitu LTC Yip Wai Choong, sedangkan dari Kopaska TNI AL terdiri dari 21 personil pelaku lathan.

Penarmatim

Sukhoi dan Hawk Latihan Bersama Di Lanud Iswahjudi

Komandan Lanud Iswahjudi memberikan ucapan selamat datang kepada Komandan Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar, Kolonel Pnb Agus Supriyatna, didepan pesawat Sukhoi SU-27/30 di Shelter Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi, Senin (29/3).

30 Maret 2010, Madiun -- Pesawat-pesawat tempur jenis Hawk 109/209 dari Skadron Udara 1 Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat dan Skadron Udara 12 Lanud Pekanbaru, Riau mulai hari Sabtu (27/3) berdatangan di Lanud Iswahjudi, yang kedatangan diterima langsung oleh Komandan Wing 3 Lanud Iswahjudi, Kolonel Pnb Tatang harlyansyah, S.E., di Shelter Skadron Udara 15, Sabtu (27/3).

Sementara pesawat tempur Sukhoi SU-27/30 dari Skadron Udara 11 Lanud Sultan Hasanuddin, Makasar, Sulawesi Selatan dibawah pimpinan langsung Komandan Lanud Sultan Hasanuddin, Kolonel Pnb Agus Supriyatna mendarat di Lanud Iswahjudi, yang diterima langsung oleh Komandan Lanud Iswahjudi, Kolonel Pnb Ismono Wijayanto di Shelter Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi, Senin (29/3).

Kedatangan pesawat-pesawat tempur dari luar Lanud Iswahjudi tersebut, dalam rangka melaksanakan pemusatan latihan terbang selama beberapa hari, untuk persiapan Fly Pass dan demo udara pada acara peringatan ke-64 Hari Jadi TNI Angkatan Udara tanggal 9 April 2010, yang akan dilaksanakan di Lanud Halim Perdanakususma, Jakarta.

Selama di Lanud Iswahjudi, semua jenis pesawat tempur yang akan tampil bermanuver di udara pada acara Hari Jadi ke-64 TNI AU tersebut akan melaksanakan beberapa latihan secara bersama-sama diantaranya terbang formasi maupun aerobatic baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Lanud Iswahjudi kali ini, selain sebagai tempat pemusatan latihan, juga sekaligus menjadi pangkalan aju bagi pesawat-pesawat tempur jenis Hawk 209/109 dan Sukhoi SU-27/30, disamping pesawat-pesawat tempur yang ada di Lanud Iswahjudi yaitu F-16/Fighting Falcon, F-5/ Tiger dan Hawk/MK-53 dari Skadron Udara 3, 14 dan 15 semua juga terlibat dalam acara demo udara Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta nanti

PENTAK LANUD ISWAHJUDI

TNI AL Gelar Latihan Penegakan Hukum di Laut


30 Maret 2010, Jakarta -- Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal III), Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul mengatakan prajurit TNI AL Lantamal III menggelar latihan operasi penegakan hukum di laut. Latihan tersebut secara khusus untuk menangkap pelaku tindak pidana perikanan dan perusak ekosistem laut dengan menggunakan kapal patroli Patkamla Salmaneti berlangsung di perairan Kepulauan Seribu dan sekitarnya.

Dalam siaran pers Dispen Lantamal III yang diterima Jurnal Nasional, Danlantamal III Iskandar Sitompul mengatakan, latihan operasi penegakkan hukum di laut yang dilaksanakan TNI AL dapat berjalan dengan efektif dan tepat sasaran. "Simulasi ini dimulai dengan adanya laporan dari masyarakat bahwa di sebelah barat perairan Pulau Bunder telah terjadi tindak pidana penangkapan ikan menggunakan potas," kata Iskandar.

Menindaklanjuti laporan masyarakat ini, kata Iskandar, satuan kewilayahan TNI AL segera meneruskan informasi ini melalui sarana komunikasi kepada kapal patroli TNI AL yang berada paling dekat dengan tempat kejadian perkara (TKP). Kebetulan Patkamla Salmaneti yang sedang melaksanakan patroli rutin di wilayah perairan Kepulauan Seribu menerima informasi ini segera melaksanakan operasi pengejaran dan penangkapan.

"Dari operasi ini Patkamla Salmeneti berhasil menangkap pelaku di TKP dengan barang bukti yang cukup," katanya.

JURNAL NASIONAL

AL Turki Akan Beli 1 LPD dan 6 Frigate


30 Maret 2010 -- Angkatan Laut Turki berencana membeli kapal perang jenis Landing Platform Dock (LPD) pertama yang mampu membawa 8 helikopter guna meningkatkan kemampuan pengerahan kekuatan amphibi ke luar negeri sebagai bagian dari kekuatan NATO dan penjaga perdamaian.

Kontraktor utama proyek senilai 500 juta dolar adalah perusahaan lokal, dengan melibatkan perusahaan asing yang akan melakukan alih teknologi pembuatan LPD.

Pemerintah Turki membuka tender akhir Februari dengan peserta tender tujuh perusahaan lokal dimana diharapkan akan bekerjasama dengan perusahaan asing, termasuk perusahaan dari Italia, Korea Selatan, Spanyol, Belanda, Inggris dan Jerman.

AL Turki mensyaratkan LPD mampu membawa satu batalyon bersenjata lengkap sekitar 1000 prajurit dan personil, 8 helikopter serba guna, tiga pesawat nirawak, 13 tank dan 81 kendaraan lapis baja. Harga kapal diharapkan sekitar 500 juta dolar tidak termasuk helicopter.

Proyek Frigate TF 2000

Korvet kelas Milgem pertama TCG Heybeliada.

Selain akan membeli LPD, AL Turki akan membangun 6 frigate anti peperangan udara guna meningkatkan kemampuan pertahanan. Proyek ini sudah direncanakan 9 tahun lalu tetapi ditunda karena krisis ekonomi.

Program ini diberi nama frigate TF 2000 menelan anggaran sekitar 3 milyar dolar berdasarkan harga saat ini.

Frigate TF 2000 diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu 10 – 12 tahun.

Program ini dibuat pada akhir 1990-an, tetapi dihentikan pada 2001 karena krisis ekonomi, pada 2006 pemerintah Turki mengurangi jumlah frigate yang akan dibangun dari 8 unit menjadi 6 unit.

Frigate akan dipersenjatai sistem pertahanan anti rudal dan pesawat terbang tercanggih, begitu pula senjata lainnya. Frigate direncanakan dapat mengoperasikan helikopter serta pesawat nirawak.

Sejumlah perusahaan pertahanan, termasuk perusahaan Blohm + Voss Jerman, Kongsberg Norwegia, Lockheed Martin Amerika Serikat tertarik dengan program TF 2000 menurut analis pertahanan.

Saat ini AL Turki memiliki 19 frigates, terdiri dari frigate kelas Knoxx buatan AS, kelas Meko buatan Jerman. Beberapa frigate Knoxx yang sudah uzur akan dipensiunkan segera.

Turki saat ini sedang membangun 6 kapal selam buatan Jerman bekerja sama dengan galangan dalam negeri serta membangun 12 korvet kelas Milgem. Korvet pertama TCG Heybeliada telah selesai akhir 2008 dan direncanakan dioperasikan AL Turki 2011.

HURRIYET DAILY NEWS/@info-hankam

Prajurit 133/YS Gelar Latihan


29 Maret 2010, Medan -- Senin (29/3) prajurit Yonif 133/YS mulai menjalani latihan pratugas mempersiapkan diri untuk tugas Operasi PAM di Maluku.

Mereka akan menggantikan prajurit Yonif 125/Simbisa yang masa tugasnya berakhir pada 27 Juni mendatang. “Latihan pratugas ini untuk memperkuat kemampuan prajurit sehingga berhasil dalam menjalankan misinya nanti,”tutur Pangdam seperti disampaikan Kasdam Brigjen TNI Asman Yusri Yusuf ketika membuka Latihan Pratugas Satgas Yonif 133/Yudha Sakti di Lapangan Apel Mako Yonif 133/YS Air Tawar, Padang,kemarin. Pangdam menambahkan,situasi dan kondisi di Maluku berangsurangsur pulih. Namun,berbagai kerawanan berupa konflik horizontal masih dimungkinkan terjadi di beberapa wilayah. Masalah tersebut masih dimungkinkan terjadi karena belum tuntasnya perbedaan pendapat dan perselisihan antara kelompok masyarakat masih sering terjadi.

“Jika perselisihan antara masyarakat terus dipicu, bukan tak mungkin akan menjadi tindakan anarkistis. Itulah perlunya digelar kekuatan TNI guna mencegah perselisihan antara kelompok,” paparnya. Latihan Pratugas yang diselenggarakan Satuan Yonif 133/YS juga bertujuan membekali para prajurit agar memiliki kemampuan dan keterampilan guna kesiapan operasi dalam rangka pengamanan daerah rawan Maluku dan sekitarnya.Menurut Pangdam, dengan modal semangat ,disiplin ,dan kesungguhan mengikuti latihan para tugas, prajurit akan mampu menjawab semua tantangan tugas meski dirasa berat. Kapendam I/BB Letkol Caj Asren Nasution menambahkan,latihan pratugas Yonif 133/YS tersebut digelar bertahap dan berlanjut.

Latihan itu selaras dengan visi TNIAD, yakni solid, profesional, modern, berwawasan kebangsaan, dicintai dan mencintai rakyat, serta bermoral. Kapendam menuturkan, prajurit yang kini bertugas di daerah rawan Maluku, yakni Yonif 125/Simbisa. Mereka berjumlah 488 orang dipimpin langsung Dan Yonif 125/ SMB Letkol Inf Totok Sulistyono. Sebelumnya, prajurit Yonif 126/ KC. Mereka telah kembali dari tugas operasi rawan Maluku selama satu tahundenganhasilmembanggakan. Di tempat terpisah, Pangdam I/BB Mayjen TNI M Noer Muis membuka resmi penataran hukum Humaniter dan HAM bagi prajurit intelijen operasi dan teritorial jajaran Kodam I/BB di Makodam I/BB, Jalan Binjai Km 7,5 Medan.

Penataran diikuti 50 personel perwira intelijen dengan tim penataran dari Direktorat Hukum Angkatan Darat (AD), di antaranya Dirkum AD Brigjen TNI S Supriyatna, pelaksana petatar Kolonel Chk Natsri Ansari, Kolonel Chk Wahyu Wibowo, Kolonel Chk Achmad Fadillah dan Dari ICRI (International Committee Of The Red Cross) Dinihari Puspita, serta didampingi Kakumdam I/BB Kolonel Chk Wiwik Dwi Harsono.

SEPUTAR INDONESIA

10 Negara Asia Bahas Perdagangan Senjata

Bea Cukai dan Penjaga Pantai Filiphina menahan kapal niaga berbendera Panama MV Captain Ufuk di pelabuhan Mariveles, Bataan pada 21 Agustus 2009, karena membawa senjata gelap produksi PT. PINDAD. (Foto: Reuters)

30 Maret 2010, Kuta, Bali -- Untuk membatasi perdagangan gelap senjata ringan dan kaliber kecil, sebanyak 45 ahli yang mewakili 10 Negara di Kawasan Asia Tenggara serta perwakilan organisasi Internasional dan akademisi melakukan pertemuan di Kuta Bali, Senin 29 Maret 2010.

Deputi Direktur Jenderal untuk Urusan Multilateral Departemen Luar Negeri Hadi Hartono mengatakan, acara ini merupakan perwujudan dari POA (Programme of Action) yang sudah disahkan oleh PBB.

"POA ini telah disetujui untuk menghadapi tantangan serius bagi kemanusiaan dan keamanan" ujarnya

Apabila terlambat dalam menerapkannya maka akan berakibat banyak kematian dari ribuan orang setiap hari. Meski tak lebih sebagai ikatan politik namun menurutnya POA telah merancang kerjasama Internasional dalam menangani perdagangan illegal.

Perdagangan illegal senjata kecil dan kaliber ringan merupakan masalah dunia, pelaku-pelakunya pun dapat merancang pelanggaran untuk memenuhi kebutuhan perang sipil diberbagai wilayah.

Umumnya pelanggaran itu dapat berpotensi menghidupkan kegiatan teroris dan penyelundupan narkoba diseluruh dunia.

Hadi mengatakan aksi kerjasama regional tidak bisa dianggaap remeh, untuk itu perlu memperkuat kapasitas kerjasama antar negara tetangga supaya dapat melawan perdagangan illegal.

"Kita perlu sekali memperkuat kerjasama dengan Negara tetangga, karena ini akan membatu sekali dalam mengurangi perdaganngan illegal senjata" jelasnya.

VIVAnews

Lockheed Martin Jamin F-16IN Lebih Canggih Dari F-16 Pakistan

F-16 unjuk gigi di pameran dirgantara Aero India 2009. (Foto: the Hindu)

30 Maret 2010 -- Perusahaan dirgantara Amerika Serikat Lockheed Martin menjamin jet tempur F-16 yang ditawarkan kepada India lebih canggih dibandingkan yang dimiliki Pakistan.

Wakil Presiden Business Development (India) Orville Prins mengatakan pada para wartawan India yang diundang ke Dallas,Texas, “Saya menjamin pada anda, Super Viper jauh lebih maju dalam segala aspek dibandingkan F-16 yang diberikan ke Pakistan.”

Seusai pernyataan Lockheed Martin, F-16IN Super Viper merupakan jet tempur generasi keempat terbaik dan dibuat secara khusus guna memenuhi atau melebihi prasyarat program Medium Multi Role Combat Aircraft (MMRCA) senilai 10 milyar dolar.

Lockheed Martin memastikan F-16IN siap berintegrasi denga infrastruktur dan sistem operasi India saat ini.

India perlu diyakinkan bahwa F-16 yang akan ditawarkan ke Pakistan tidak sebaik dengan F-16IN. Akan menjadi masalah krusial secara geopolitik ketika AU India memutuskan pemenang teder MMRCA. Lockheed Martin bersaing dengan lima perusahaan dirgantara dari empat negara dalam tender alutsista terbesar di dunia saat ini.

The Hindu/@info-hankam

Israel Siap Gempur Iran


30 Maret 2009 -- Genderang perang mulai ditabuh Israel, AU Israel telah melakukan latihan simulasi penyerangan fasilitas nuklir Iran menggunakan wilayah udara sedikitnya dua negara Arab yang tidak teridentifikasi, diberitakan harian di Jerusalem Timur.

Sejumlah jet tempur Israel melakukan latihan pemboman akhir Februari dengan sasaran diketahui sebagai fasilitas nuklir Iran di dua negara Arab di Teluk Persia, yang dekat dengan wilayah territorial Republik Islam Iran dan bekerjasama dengan Israel dalam isu ini, menurut Al Manar.

Al Manar mengatakan Israel mendapat ijin dari pemimpin tertinggi negara Arab tersebut dan restu dari Washington kepada Tel Aviv guna melakukan latihan tersebut.

Pihak Barat menekan Iran menghentikan pengayaan uranium karena dicurigai akan digunakan untuk senjata nuklir.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu belum lama ini meminta masyarakat internasional menjatuhkan sangsi baru ke Iran agar menghentikan program nuklirnya.

Selain itu Israel dan Amerika Serikat menekan Rusia membatalkan penjualan sistem pertahanan anti serangan udara S-300 ke Iran. Sistem ini akan menyulitkan AU Israel melakukan serangan udara ke fasilitas nuklir Iran.

RIA Novosti/@info-hankam

Militer, Polisi Mustahil Bersama Tangani Operasi Antiteror

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) Jajaran Panglima Kodam Iskandar Muda, 111, 113 dan 114 dibawah komando Korem 011 Lila Wangsa menggelar simulasi penangkapan separatis bersenjata dan teroris di Lapangan Jenderal Sudirman Lhokseumawe Propinsi Aceh, Senin. (29/3). Penguatan basic dan kemampuan TNI AD sebagai kesiapan TNI mematahkan ancaman aksi separatis bersenjata dan menumpas teroris di Aceh. (Foto: ANTARA/Rahmad/NZ/10)

29 Maret 2010, Jakarta -- Militer dan polisi mustahil bergabung untuk menangani operasi antiteror secara bersamaan. Pasalnya, operasi terorisme di Indonesia dilakukan bersifat sel dan bisa terjadi bersamaan di beberapa tempat di Indonesia.

Hal itu disampaikan oleh Dosen FISIP UI Andi Widjajanto dalam diskusi bertajuk Kerjasama Polisi dan Militer dalam Operasi Antiterorisme di Jakarta, Senin (29/3).

"Saya pernah bertanya apakah bisa terjadi kerjasama operasi antara militer dan polisi? Mereka menyatakan pada saya agar jangan naif," kata Andi.

Ia beralasan bahwa paradigma antara polisi dan militer sekaligus kapasitas kedua institusi yang berbeda. Dalam perspektif militer, terorisme merupakan ancaman yang harus dihabisi tanpa melihat akar permasalahan. Sebaliknya, perspektif polisi sebagai penegak hukum akan melihat bahwa terorisme merupakan tindakan melawan hukum yang harus ditelisik jejaknya serta dilucuti kemampuannya. Pemerintah bisa menggunakan kedua kapasitas ini untuk menangani hal yang berbeda, tidak bisa digabungkan dalam satu operasi.

"Jadi, pemerintah itu memecah kekuatan jika situasinya semakin memburuk. Misalnya, polisi menangani dua hal di sini, gultor (penanggulangan teror) menangani 3 kelompok di sana. Tidak bisa digabungkan dalam satu operasi," jelasnya.

Sejumlah personil TNI-AD Jajaran Panglima Kodam Iskandar Muda, 113 dibawah komando Korem 011 Lila Wangsa mengikuti latihan Pertempuran Jarak Dekat (PJD) di Lapangan Jenderal Sudirman Lhokseumawe Propinsi Aceh. Senin. (29/3). (Foto: ANTARA/Rahmad/NZ/10)

Pengamat militer UI Edy Prasetyono mengungkapkan bahwa untuk mendukung operasi kedua institusi diperlukan aturan baku perbantuan. Kedua institusi selama ini hanya mengandalkan hasil praktek lapangan yang tidak mengontrol peminjaman sumber daya antar institusi.

Padahal, aset yang dipinjamkan bisa saja sensitif sehingga perlu pihak yang bisa bertanggung jawab atas itu. "Regulasi bisa hanya di tingkat kepmen, tak perlu sampai UU. Yang sekarang berjalan diantara kedua institusi adalah karena ada praktek, tapi tidak ada sistem yang mapan. Bahayanya kalau tidak ada itu, kalau ada material sensitif siapa yang mau bertanggungjawab," ujarnya.

Mantan menhan Juwono Sudarsono memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, semakin sedikit perundang-undangan, semakin baik. Apalagi, ada kesepakatan antara TNI-Polri terkait pelibatan TNI dalam penanganan terorisme di tingkat lapangan.

"Yang penting kemampuan efektifnya. Kalau di lapangan kan sudah ada kesepakatan. Terlalu banyak UU yang terjadi malah hukum rimba karena ada yang harus disinergikan satu sama lain. Sementara itu di lapangan, mereka tidak begitu peduli tentang payung hukum," tandasnya.

MEDIA INDONESIA

Ranjau Laut Eks Perang Korea Penyebab Tenggelamnya Korvet Cheonan

Menhan Korsel Kim Tae-young melakukan rapat kerja dengan parlemen Korsel komisi pertahanan membahas penyebab ledakan yang mengakibatkan tenggelamnya korvet Cheonan, Jumat (26/3). (Foto: Reuters)

29 Maret 2009 -- Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Tae-young, Senin (29/3) mengatakan dihadapan parlemen komisi pertahanan, kemungkinan penyebab ledakan yang merobek buritan korvet Cheonan 1200 ton ranjau laut Korea Utara.

“Suatu kemungkinan ranjau laut Korut dapat mengapung kedalam perairan kita,” ujar Kim.

“Meskipun banyak ranjau laut dibersihkan, sangat mustahil menemukan 100 persen,” ungkap Kim. “satu (ranjau laut Korut) ditemukan pada 1959, dan lainnya pada 1984.”

Korut menebarkan banyak ranjau laut saat Perang Korea 1950 – 1953, sekitar 4000 ranjau laut dibeli dari bekas Uni Sovyet. Hampir 3000 ranjau laut dipasang di Laut Kuning dan Laut Timur.

Kim mengatakan juga bahwa tidak ada tanda-tanda serangan torpedo penyebab ledakan, mengutip awak kapal yang selamat dimana bertugas mengoperasikan radar kapal.

Kim menepis spekulasi Korut terlibat dalam insiden ini.

Operasi Penyelamatan

Tim penyelamat AL Korsel berpatroli dengan perahu karet dekat sebuah buoy sebagai tanda posisi tenggelamnya korvet Cheonan. Kapal membawa 104 pelaut, 46 pelaut masih dinyatakan hilang. (Foto: Reuters)

Presiden Korsel Lee Myung-bak memerintahkan pihak militer menggunakan seluruh sumber daya manusia dan peralatan yang tersedia guna melakua operasi penyelamatan secepat mungkin, menurut juru bicara kepresidenan Kim Eun-hye.

Operasi penyelamatan Senin ini melibatkan 25 kapal militer termasuk kapal penyelamat milik Armada ketujuh AL AS Salvo dan kapal AL Korsel LHD Dokdo 14.000 ton, menurut Kementrian Pertahanan di Seoul.

Jika ada pelaut yang terjebak dan masih hidup didalam reruntuhan kapal, mereka terlalu lemah atau terluka untuk menjawab regu penyelamat yang memukul-mukul kapal, ungkap pejabat AL Korsel.



Para penyelam tidak menemukan tanda-tanda awak kapal yang selamat didalam reruntuhan kapal, tidak ada jawaban ketika penyelam memukul lambung kapal dengan palu. Tetapi operasi penyelamatan akan dilanjutkan hingga malam dengan menyakini masih ada yang selamat, ujar Lee Ki-shik.

Oksigen pada kabin kedap air hanya tersedia maksimum 69 jam setelah kapal tenggelam.

Insiden tenggelamnya korvet Cheonan salah satu yang terburuk dalam sejarah kecelakaan AL Korsel. Sebuah kapal angkatan laut tenggelam karena cuaca buruk menewaskan 159 pelaut dan personil penjaga pantai pada 1974. Pada 1967, 39 pelaut tewas karena artileri Korut.

Korvet Cheonan mempunyai panjang 88 meter dan lebar 10 meter, dioperasikan AL Korsel pada 1989. Kapal dipersenjatai dengan rudal dan torpedo.

YONHAP/@info-hankam

Pasukan Elit Gultor Beraksi di Malaysia


29 Maret 2009, Tanjung Beruas -- Setelah menempuh perjalanan laut selama empat hari dengan mengangkut 452 prajurit TNI yang terdiri dari Detasemen-81 Gultor Kopasus TNI AD, Denjaka TNI AL dan Denbravo TNI AU serta pasukan pendukung, KRI Surabaya 591 melakukan lego jangkar di Pelabuhan Tanjung Beruas Malaysia. Selanjutnya setelah debarkasi peralatan dan personel di dermaga Tanjung Beruas, KRI Surabaya 591 akan kembali ke Indonesia.

TNI dan Angkatan Tentera Malaysia (ATM), rencananya akan menyelenggarakan Latihan Gabungan Bersama (Latgabma) Malaysia-Indonesia Darat Samudera Angkasa (Latgabma Malindo Darsasa) 7AB/2010. Pada Latgabma tahun ini, TNI dan ATM akan melaksanakan operasi gabungan bersama dalam rangka menanggulangi serangan teroris dan dampak bencana bagi kemanusiaan yang dapat terjadi di wilayah kedua negara.

Latihan ini dilaksanakan berdasarkan hasil keputusan sidang High Level Committe (HLC) ke-3 pada 10 Mei 2007 di Jakarta tentang persetujuan Direktif Malindo Latgabma Darsasa-7AB/2010. Latihan gabungan bersama antara ATM dan TNI pada tahun ini bertujuan untuk melatih Combine Joint Task Forces – Counter Terorism (CJTF-CT) yang dibentuk dalam rangka meningkatkan kerjasama, pengertian dan profesionalisme diantara kedua pasukan ATM dan TNI beserta komponen lainnya.

Perwira Penerangan Latgabma Malindo, Letda Sus Santoso, S.Sos, menjelaskan latihan gabungan bersama Malaysia-Indonesia, menurut rencana dibuka oleh Panglima ATM Jenderal Tan Sri Dato Sri Azizan Arifin bersama dengan Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso pada 2 April 2010 di Malaysia. Latihan dan aksi ini akan digelar di tempat-tempat strategis di Malaysia seperti Everly Resort Hotel, Selat Malaka dan Bandara Batu Berendam.

PUSPEN TNI/POS KOTA

KRI Karel Satsuitubun Tangkap Kapal Angkut BBM Ilegal


29 Maret 2009, Surabaya -- Kapal Perang TNI Angkatan Laut KRI Satsuitubun (KST)-356 dari unsur jajaran Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) yang sedang patroli keamanan laut menahan kapal yang memuat BBM ilegal di sekitar Laut Banda. Kapal itu diamankan pada Kamis (25/3/2010).

Kapal yang diamankan adalah KM Bintang Mutiara II di nahkodai Trisno dengan membawa 15 orang ABK (Anak Buah Kapal). Semuanya warga Negara Indonesia. Kapal tersebut berbobot mati 30 GT (Gros Ton) sedang memuat BBM jenis
solar berjumlah kurang lebih 20 Ton.

Komandan KRI Karel Satsuitubun (KST)-356 Letkol Laut Yos Suryono Hadi mengungkapkan kapal itu diduga telah melakukan pelanggaran. "Membawa BBM jenis Solar secara Ilegal yang di tempatkan di dalam Palkah yang biasa untuk tempat ikan," tuturnya dalam rilis yang diterima detiksurabaya.com, Senin (29/3/2010).

Untuk penyelidikan dan proses hukum lebih lanjut, kapal bersama barang bukti di kawal menuju Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) IX Ambon.

Penarmatim

Menhan: Media Massa Bisa Lakukan Bela Negara


29 Maret 2010, Jakarta -- Menteri Pertahanan (Menhan), Purnomo Yusgiantoro, mengatakan bahwa media massa dapat terlibat dalam bela negara, apalagi ancaman nirmiliter (nonmiliter) semakin meningkat dibanding ancaman militer.

"Media massa bisa membantu kita menumbuhkan efek tangkal apabila ada pihak yang mau menggangu kita, terutama ancaman nonmiliter. Kita ingin menumbuhkan semangat bela negara. Yang menangkal itu tidak hanya TNI, tapi kita semua. Kita ingin itu disosialisasikan," katanya dalam pembukaan Lokakarya Membangun Citra Pertahanan di Jakarta, Senin.

Bela negara, menurut Purnomo, berbeda dengan militerisme. Bela negara diamanatkan untuk semua elemen masyarakat, sipil ataupun militer. Media massa bisa ikut berperan tanpa harus angkat senjata, tapi bersikap mencintai negara dengan memberikan informasi terkait kelemahan lawan yang mau mengganggu negara.

"Kami tidak ingin mereka berpihak pada kita, tapi kita ingin media massa itu seimbang. Biasanya kalau wawancara kan nadanya negatif, tapi setelah itu harus ada nada positif. Objektif menyampaikan posisi pandangan mata, tanpa dikurangi atau dilebihkan. Berita itu juga harus faktual, terkini. Pemberitaan memasukkan kondisi terkini kalau gambarnya sudah berubah. Terakhir, akurat," tutur Menhan.

Ia mengatakan, media massa kini berada dalam era industrialisasi. "Sebagai industri, tentu saja ada aturan ekonomi yang berlaku. Ia tak ingin jika industri media massa hanya dikuasai segelintir pihak sehingga akhirnya terjadi monopoli. Anda sendiri tidak suka dengan neolib. Anda sendiri ingin ada kebebasan. Maka itu, jangan sampai media tidak dikuasai oleh salah satu pihak saja," ujar Purnomo.

Menhan berharap media massa menghormati informasi pertahanan yang tidak bisa diakses sangat terbuka kepada publik karena risikonya tinggi terhadap posisi negara, sesuai UU Kebebasan Informasi Publik.

"Kita lihat betapa strategisnya pertahanan ini. Kita punya posisi strategis keutuhan bangsa, rahasia negara, peradilan militer. Terkait internal kita, ada hal-hal yang tidak bisa dibuka karena menyangkut kekuatan kita. Sebelum UU Rahasia Negara, sudah ada dalam UU Penyiaran Publik. Apalagi, tetangga kita saja ada UU yang lebih keras lagi. Kita sendiri tidak punya terkait itu," demikian Purnomo.

Media Berperan Bangun Citra Institusi Pertahanan

Membangun citra institusi pertahanan melalui media massa merupakan langkah yang harus dilakukan oleh pemimpin militer, agar wibawa TNI di mata masyarakat Indonesia sendiri menjadi meningkat serta disegani oleh pihak luar negeri, ujar pengamat komunikasi, Prof Dr Tjipta Lesmana.

Berbicara dalam lokakarya mengenai membangun citra institusi pertahanan di Jakarta, Senin, Tjipta mengatakan bahwa seluruh prajurit TNI menjadi bagian yang tak terpisahkan dari upaya pembentukan citra positif di mata masyarakat.

Hal ini diakui tidak mudah dan membutuhkan waktu lama, tegasnya dan menambahkan bahwa pembentukan citra dapat juga dilakukan dengan memperbanyak dialog dari hati ke hati antara pimpinan TNI dan pimpinan media massa, mengikutsertakan wartawan dalam kegiatan-kegiatan penting TNI termasuk latihan perang.

Menurut dia, wartawan dapat dilibatkan dalam kunjungan ke barak-barak militer untuk melihat langsung kehidupan keluarga prajurit, meninjau daerah perbatasan yang rawan dari segala jenis ancaman.

Bila perlu, wartawan juga dapat ikut menghayati bagaimana prajurit TNI yang bertugas di daerah terpencil dan bahaya, namun dengan fasilitas yang sangat minim, ujarnya.

Dalam sistem demoktratis, pengaruh media massa sangat dominan dan sering disebut bahwa media sangat berkuasa karena dapat membentuk agenda publik yang bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Media kerap sekali dapat menggiring pandangan masyarakat tentang suatu permasalahan yang kontroversial, ujarnya dan menambahkan bahwa invansi militer AS di Irak menjadi contoh yang tepat.

Kemarahan masyarat AS yang selalu beralasan bahwa penyerang ke Irak disebabkan dikawatir negara tersebut memiliki senjata pemusnah massal, tapi kenyataan alasan ternyata bohong. Akibatnya media di AS menyerang balik terhadap kepemimpinan Presiden George Bush, pencitraan terhadap Presiden AS menjadi negatif.

Agar pencitraan positif, menurut Tjipta, pimpinan Kementerian Pertahanan dan TNI harus terus menerus berupaya membina hubungan baik dengan kalangan media massa dan sejumlah LSM yang selama ini bersikap kurang simpatik terhadap TNI.

Jika media massa terus menyuarakan sisi positif terhadap TNI, maka publik tentu akan terpengaruh dan citra TNI di mata masyarakat akan meningkat. Tapi apabila pemberitaan selaku yang negatif, dengan sendirinya keyakinan publik terhadap TNI juga menjadi buruk.

Selain ini, paham tentang nasionalisme dan ketahanan nasional perlu juga diberikan TNI kepada setiap insan wartawan yang bergerak di bidang politik dan keamanan. Sikap meremehkan bukan sikap antipati media terhadap TNI dilihat sebagai salah satu penyebab pencitraan buruk terhadap TNI atau mungkin juga terkait dengan ketiadaan pengetahuan wartawan tentang nasionalism dan ketahanan nasional.

Tjipta menjelaskan bahwa dalam era globalisasi dan induvidualisme ini, wacana tentang cinta tanah air sering dianggap kuno oleh masyarakat. Padahal bangsa yang tidak mencintai tanah airnya dan selalu mencintai apa saja yang berbau asing adalah bangsa yang memiliki ketahanan yang lemah.

ANTARA News

Sunday, March 28, 2010

PT. IPTN dan KAI Produksi Bersama Jet Tempur

Jet tempur T-50B Golden Eagle melepaskan tanki bahan bakar tambahan, dimungkinkan PT. IPTN akan produksi bersama dengan KAI 200 jet tempur jenis ini. (Foto: DID)

29 Maret 2010, Bandung -- " Kita pernah mengembangkan sendiri pesawat terbang CN-235 dan N-250 untuk membuktikan bahwa SDM Indonesia mampu menguasai dan mengembangkan teknologi secanggih apa pun. Di mana itu semua sekarang?" tegas B.J. Habibie, mantan presiden RI, di depan peserta kuliah umum bertema Filsafat dan Teknologi untuk Pembangunan di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI), Depok, Jumat lalu (12/3).

Ya, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) memang tidak bisa dibandingkan dengan ketika perusahaan itu masih bernama Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) dan Habibie masih menjabat presiden direktur. Saat itu IPTN memiliki 16 ribu karyawan. Kompleks gedung IPTN di kawasan Jalan Pajajaran, Bandung, berdiri megah, menempati lahan seluas 83 hektare.

Yang paling laris adalah pesawat CN-235. Pesawat berkapasitas 35 sampai 40 orang itu paling banyak diorder dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, ada pesawat C-212 (kapasitas 19-24 orang). Produk chopper alias helikopter juga tak mau kalah. Ada NBO-105, NAS-332 Super Puma, NBell-412, dan sebagainya. Semua produk burung besi tersebut begitu membanggakan bangsa saat itu.

Namun, persoalan muncul saat krisis ekonomi menggebuk Indonesia pada 1998. Ketika itu, PT DI yang bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) mendapat order membuat pesawat N-250 dari luar negeri. Pesawat terbang ini berkapasitas 50 hingga 64 orang. Sebuah kapasitas ideal untuk penerbangan komersial domestik. Umumnya pesawat domestik di tanah air saat ini menggunakan pesawat dari kelas yang tak jauh berbeda dari N-250.

PT DI menerima pesanan 120 pesawat. Ongkos proyek yang disepakati USD 1,2 milliar. PT DI langsung tancap gas. Ribuan karyawan direkrut. Mesin-mesin pembuat komponen didatangkan. ''Kami berupaya keras menyelesaikan proyek itu sesuai target,'' tutur Direktur Integrasi Pesawat PT DI Budiwuraskito saat ditemui Jawa Pos di Bandung pekan lalu.

Namun, PT DI harus menelan pil pahit. Pemulihan krisis ekonomi bersama International Monetary Fund alias IMF mengharuskan Indonesia menerima sejumlah kesepakatan. Salah satunya, Indonesia tak boleh lagi berdagang pesawat. ''Itu benar-benar memukul kami,'' kata Budiwuraskito, pria Semarang ini.

Padahal, kata Budi, PT DI telanjur merekrut banyak karyawan. Sejumlah teknologi dan peralatan sudah didatangkan. Semua siap produksi. Pesawat contoh bahkan sudah jadi, sudah bisa terbang, dan siap dijual. Tinggal menunggu proses sertifikasi penerbangan. ''Nggak tahu, mungkin ada negara yang takut tersaingi kalau Indonesia bikin pesawat,'' ujarnya mengingat sejarah kelam PT DI itu.

Bayangan menerima duit gede USD 1,2 milliar menguap. Malah, PT DI harus memikirkan cara menghidupi karyawan yang telanjur direkrut. Proyek memang batal, tapi orang-orang yang hidup dari PT DI juga tetap harus dikasih makan. ''Akhirnya, mau tidak mau, kami mem-PHK karyawan secara baik-baik,'' katanya.

Pada 2003, PT DI memutus kerja sembilan ribu lebih karyawan. Jumlah itu terus bertambah. Dari 16 ribu pekerja, PT DI hanya menyisakan tiga ribu pekerja. Baik di bagian produksi maupun manajemen. Kondisi itu semakin membuat PT DI terpuruk. Apalagi, tak ada lagi order pesawat yang datang. Roda perusahaan pun tak berjalan.

Namun, PT DI berupaya mempertahankan diri. Semua pasar yang bisa menghasilkan duit disasar. Mulai pembuatan komponen pesawat hingga industri rumah tangga seperti pembuatan sendok, garpu, dan sejenisnya. Salah satunya membuat alat pencetak panci.

''Pabrik-pabrik pembuat panci itu kan perlu alat pencetak. Biasanya mereka impor dari luar negeri. Mengapa harus impor kalau bisa kita bikinin. Dan, itu lumayan untuk membuat roda perusahaan berjalan,'' kata Budi. Tapi, urusan panci itu tak banyak membantu. Pada 2007, BUMN yang didirikan pada 26 April 1976 itu dinyatakan pailit alias bangkrut.

PT DI tak lantas almarhum. Pemerintah masih punya keinginan mengembangkannya meski modal yang diberikan tak terlalu deras. Dan, kendati sudah dinyatakan pailit, masih ada rekanan dari mancanegara yang percaya akan kualitas produk PT DI.

Salah satunya British Aerospace (BAE). PT DI mendapat order sebagai subkontrak sayap pesawat Airbus A380 dari pabrik burung besi asal Inggris itu. Juga ada order dari dua negara Timur Tengah enam pesawat jenis N-2130. Apalagi, Indonesia sudah menceraikan IMF. Artinya, PT DI sudah leluasa berdagang pesawat.

Budi menuturkan, order enam pesawat itulah yang bisa dibilang ''menyelamatkan'' PT DI saat itu. Laba dari pesanan itu digunakan sebagai modal pengembangan. Selain itu, PT DI semakin fokus menggarap pasar komponen dan bagian-bagian pesawat dengan menjadi subkontrak atau offset program. Antara lain bagian inboard outer fixed leading edge (IOFLE) dan drive rib alias ''ketiak'' sayap milik Airbus A380.

Airbus A380 adalah pesawat bikinan Airbus SAS (Prancis) yang sudah kondang di jagat dirgantara. Pesawat ini biasanya digunakan untuk penerbangan internasional lintas benua dengan muatan 500 hingga 800 penumpang. ''Kita mencoba meraih untung dengan menjadi subkontrak dari pemain besar,'' kata Budi.

Kondisi PT DI terus membaik. Dalam waktu dekat mereka akan memproduksi pesawat tempur dengan dana urunan bersama pemerintah Korea Selatan (Korsel) sebesar USD 8 milliar. Indonesia menyumbang USD 2 milliar, sedangkan pemerintah Korsel USD 6 milliar. ''Tapi, untuk Indonesia itu akan kita konversikan dalam bentuk tenaga, teknologi, dan pengembangan pesawat tersebut,'' katanya.

Kemampuannya tak jauh berbeda dengan F-16 Fightning Falcon, pesawat tempur kondang buatan Amerika Serikat yang digunakan 24 negara di dunia. Rinciannya, 200 unit untuk Korsel dan 50 untuk Indonesia. ''Proyek ini memakan waktu sampai tujuh tahun,'' kata Budi.

Selain itu, order dari Timur Tengah terus berdatangan. Sejumlah negara memesan CN-235untuk pesawat pengawas pantai, pengangkut personel militer, dan pemantau perbatasan. Dari dalam negeri, Kementerian Pertahanan (Kemhan) juga memesan enam unit helikopter dan Badan SAR Nasional (Basarnas) empat unit.

Budi mengakui, tren industri dirgantara di Indonesia terus naik kendati perlahan. Paling tidak, tujuh tahun ke depan, PT DI bisa meraup laba yang lumayan dari membuat pesawat. Sebenarnya, kata Budi, keuntungan itu bisa didongkrak bila ada keberanian mencari pinjaman. Tapi, itu bakal sulit. ''Tidak banyak bank yang mau. Sebab, risikonya terlalu tinggi. Padahal, semakin tinggi risiko, janji revenue juga besar,'' kata Budi yang lulusan Teknik Penerbangan, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan menyelesaikan gelar MBA di Belanda itu.

Strategi pengembangan PT DI saat ini, kata Budi, tak bisa terlalu ekspansif. PT DI memilih berjalan perlahan dengan memanfaatkan margin keuntungan sebagai modal pengembangan. ''Begini saja, lebih aman,'' kata Budi lantas tersenyum.

Menanti Gelombang Pensiun Besar PT DI pada 2014

Saat ini PT DI memiliki 4.200 karyawan. Tapi, jumlah itu akan turun tiap tahun. Pada 2014, badan usaha milik negara (BUMN) produsen burung besi itu hanya akan dioperasikan 300 orang. ''Yang senior banyak yang harus pensiun,'' kata Manager Corporate Communication Rakhendi Triyatna saat ditemui di kompleks PT DI di Bandung pekan lalu.

Kondisi itu tak bisa dibiarkan. Apabila, jika tidak ada penanganan, grafik perkembangan PT DI yang terus menanjak bisa terjun bebas. Mereka akan mengalami persoalan krisis tenaga kerja. ''Karena itu, secara bertahap dalam beberapa tahun ke depan akan ada rekrutmen besar-besaran,'' kata Rakhendi yang juga akan pensiun dua tahun lagi.

Tahun ini 25 orang akan ditarik menjadi karyawan. Pada 2011, sebanyak 700 lebih tenaga kerja akan direkrut. Mereka yang direkrut tidak hanya dari bagian produksi, tapi juga bagian manajemen perusahaan. ''Setiap 300 orang yang direkrut terdapat 30 orang lulusan ITB (Institut Teknologi Bandung, Red),'' kata lelaki 53 tahun itu.

Hingga sekarang, kata Rakhendi, PT DI masih cukup bisa mengandalkan tenaga dari dalam negeri. Pekerja di bagian produksi umumnya adalah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Penerbangan atau umum. Selain SMK, tenaga sarjana yang diambil kebanyakan dari Teknik Penerbangan ITB.

Direktur Integrasi Pesawat PT DI Budiwuraskito mengatakan, karyawan yang bekerja di PT DI tak perlu susah beradaptasi. Sebab, budaya kerja PT DI sudah sangat kuat terbentuk. Mereka yang bertugas mengebor dan mengecor aluminium alloy (bahan ringan kuat pembuat bodi pesawat) dan komposit cukup mengikuti para senior. ''Dua bulan di sini kami training pasti sudah bisa,'' katanya.

Soal tenaga kerja, PT DI memang tak punya banyak masalah. Yang menjadi masalah hanyalah peralatan dan mesin untuk membuat pesawat. Peralatan yang dipakai kini masih terbatas. Bahkan, untuk meng-handle order yang terus berdatangan, peralatan tersebut sampai overload.

Menurut Budi, pesawat dibuat dalam beberapa bagian yang terpisah untuk kemudian disatukan. Biasanya, panjang setiap bagian sekitar 5 meter. Nah, mesin yang berkapasitas 5 meter itulah yang cukup terbatas. Proses produksi menjadi lama karena mesinnya terbatas. ''Harus antre,'' kata Budi, lantas tersenyum.

JAWA POS

Dansatgas FPC Kunjungi Kapal Perang Jerman‎


29 Maret 2010, Lebanon -- Komandan Satgas (Dansatgas) INDO Force Protection Company (FPC) Konga XXVI-B2, Letnan Kolonel Inf Fulad, melaksanakan kunjungan kerja ke Kapal Perang Jerman FGS Mosel A 512 yang tengah melaksanakan misi United Nations di wilayah perairan laut Lebanon Selatan.

Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk membina hubungan baik serta kerjasama antar dua kontingen yakni Jerman dan Indonesia yang sama-sama sedang bertugas di Negara Lebanon di bawah bendera United Nations Interim Force In Lebanon (UNIFIL).

Dalam kunjungannya ke Kapal Perang FGS Mosel A 512, Dansatgas INDO FPC didampingi oleh tiga Perwira dari Satgas FHQSU dan FPC yakni Mayor Laut Koko Komaruddin (Pasilog FHQSU), Kapten Mar R Saragih (Plh Pasiops FPC) dan Lettu Laut Rully Ramadhiansyah (Papen FHQSU).Setibanya di Kapal Perang Jerman, rombongan disambut oleh Komandan Satgas Maritim Jerman Letkol Christian Teichert dan Komandan Kapal Perang FGS A512 Mosel Kapten Gierahn.

Selanjutnya, Dansatgas beserta rombongan menerima penjelasan dari perwira Kapal Perang FGS Mosel A 512 tentang tugas pokok Satgas Maritim Jerman, asal dan tahun pembuatan serta fungsi dari kapal perang itu sendiri. Disamping itu, dijelaskan pula tentang misi dan tugas dari Kapal Perang Jerman serta fungsi peralatan yang ada di dalam kapal seperti persenjataan, alat-alat navigasi pelayaran dan perlengkapan komunikasi.

Dansatgas dan rombongan juga berkesempatan melihat-lihat ruang Pusat Informasi Tempur (PIT), ruang kemudi serta mengoperasikan alat navigasi kapal untuk mendeteksi kapal-kapal yang berada di sekitar wilayah perairan laut Lebanon Selatan. Dalam kesempatan itu, Komandan Satgas INDO FP Coy melaksanakan pendeteksian kapal perang dan kapal-kapal sipil yang sedang berada di sekitar Kapal Perang FGS Mosel A 512 dengan menggunakan alat navigasi yang berada di ruangan PIT.


Menurut Komandan FGS Kapten Gierahn, Kapal Perang FGS Mosel A 512 milik Angkatan Laut Jerman yang diawaki oleh 61 personel merupakan kapal jenis bantu yang bertugas sebagai pendukung untuk mensuplai logistik bagi kapal-kapal kecil yang membutuhkan bahan bakar saat melakukan operasi MTF (Maritime Task Force) di wilayah perairan laut Lebanon Selatan, sehingga kapal FGS Mosel A 512 dilengkapi kemampuan untuk mengisi bahan bakar ke kapal lain tanpa berhenti melakukan sailling. Sedangkan untuk pengisian ulang bahan bakar di kapal, kapal FGS Mosel A 512 melakukan refuell di negara Cyprus yang menyediakan logistik cair bagi kapal-kapal MTF. Kapal Perang Jerman jenis Kapal bantu tersebut menjalani penugasan bersama UNIFIL selama 6 bulan sampai kapal pengganti berikutnya tiba.

Perwira Penerangan Konga XXVI-B2, Lettu Laut (KH) Rully Ramadhiansyah, S.Sos, menambahkan FGS A 512 Mosel adalah kapal perang yang dibuat pada 12 Juli 1993 di Kiel Naval Base Bremen berukuran 100,58 x 15,40 x 4,2 meter, memiliki kecepatan maksimum 15 knot dan dilengkapi dengan persenjataan diantaranya 2 Senjata utama Rheinmetall MLG kaliber 27 milimeter, Senjata jenis Stinger dengan kaliber 12,5 mm dan 7,62 mm, juga dilengkapi landasan helikopter.

PUSPEN TNI/POS KOTA

AL Pakistan Akan Beli 10 Kapal Selam


29 Maret 2010 – Angkatan Laut Pakistan sedang mendiskusikan dengan Cina dan Perancis guna pembelian tujuh kapal selam konvensional, negosiasi pembelian U-214 dengan Jerman juga dilakukan.

Cina menawarkan kapal selam dengan harga ekonomis sekitar 230 juta dolar perunit.

Menurut sumber AL Pakistan kepada DawnNews setelah tiga tahun secara terus menerus melakukan negosiasi dengan Jerman, keputusan pembelian tiga kapal selam U-214 sudah final.

Menurut sumber lainnya Pakistan sangat tertarik membeli empat kapal selam kelas Yuan dan Song dari Cina dan tiga kelas Marlin dari Perancis guna menghadapi peningkatan kekuatan kapal selam AL India.

DawnNews/@info-hankam

Lanud Supadio Tidak Memiliki Radar Militer


29 Maret 2010, Kubu Raya -- Pangkalan Udara TNI Angkatan Udara Supadio, Kalimantan Barat, tidak memiliki radar militer. Akibatnya, pesawat-pesawat asing yang terbang secara ilegal di wilayah Kalbar tidak bisa dideteksi secara dini.

Demikian dikatakan mantan Komandan Pangkalan Udara (Lanud) Supadio Kolonel (Pnb) Yadi Indrayadi, Sabtu (27/3), yang menyerahkan jabatan kepada Kolonel (Pnb) Imran Baidirus. Serah terima jabatan itu dipimpin oleh Panglima Komando Operasi TNI Angkatan Udara I Marsekal Muda Eddy Suyanto. ”Upaya deteksi terhadap melintasnya pesawat-pesawat asing selama ini dilakukan melalui patroli rutin. Namun, dari patroli rutin itu tidak ditemukan pelanggaran dari pesawat-pesawat asing,” ujar Yadi.

Padahal, Lanud Supadio, seperti diungkapkan Eddy, merupakan salah satu pangkalan yang strategis di Indonesia karena memiliki tanggung jawab pengamanan langsung terhadap batas wilayah negara Indonesia dengan Malaysia.

”Selama ini operasi di Kalimantan Barat untuk mendeteksi dan menindak pelanggaran udara memang masih ompong karena radar belum tergelar,” kata Yadi.

Imran menambahkan, dari sejumlah rapat yang pernah diikutinya, sudah ada komitmen dari TNI AU untuk segera merealisasikan pengadaan radar militer di Kalbar.

”Sudah pernah ada survei dengan hasil menyatakan bahwa radar militer akan ditempatkan di sebuah kawasan di Kabupaten Sambas yang bisa menjangkau seluruh Kalimantan Barat,” kata Imran. Kabupaten Sambas terletak di bagian utara Kalbar dan berbatasan langsung dengan Malaysia.

Kendati belum ada kepastian waktu pembangunan dan pengoperasian radar militer, Imran menyatakan bahwa setidaknya pada tahun 2014 radar militer sudah dapat dioperasikan.

Untuk kepentingan-kepentingan tertentu, Lanud Supadio selama ini masih menggunakan bantuan radar sipil milik Bandara Supadio.

Eddy Suyanto mengungkapkan, pengembangan alat utama sistem persenjataan (alutsista) menjadi isu strategis bagi TNI dan selama ini menjadi perhatian pemerintah.

”Hanya memang karena anggaran negara lebih banyak dialokasikan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Alokasi untuk alutsista memang masih belum mencukupi. Namun, komitmen pemerintah untuk terus mengembangkan alutsista patut diapresiasi,” kata Eddy.

KOMPAS