KRI Kakap kapal patroli buatan PT. PAL.
19 Juni 2009, Jakarta -- Perundingan sengketa batas wilayah perairan Ambalat, Kalimantan Timur antara Indonesia dan Malaysia diperkirakan berlangsung sangat alot. "Penyelesaiannya bisa puluhan tahun," kata pengamat hukum laut Hasjim Djalal saat seminar "Ketegangan di Ambalat" di Jakarta, Kamis (18/6).
Perundingan diplomasi membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan daya tahan tinggi. Tidak bisa diselesaikan secara cepat. Hasjim mencontohkan, perundingan batas wilayah maritim barat antara RI-Singapura yang memakan waktu lebih dari 20 tahun.
Begitu pula perundingan batas laut Vietnam dan China yang baru selesai dalam jangka waktu setengah abad. "Karena itu butuh dukungan semua pihak," katanya. Terkait perbatasan Ambalat, setidaknya masih ada beberapa titik segmen perbatasan yang masih bersengketa. Antara lain, sepuluh titik perbatasan darat Malaysia, tiga segmen Timor Lester, zona ekonomi ekslusif (ZEE) dengan Malaysia, India, Vietnam, Thailand, Filipina, Timor Leste, dan Palau.
Hasjim menilai, kekuatan militer yang kuat sangat membantu upaya diplomasi yang dilakukan. "Percuma diplomasi tanpa kekuatan," katanya. Karena itu, dia menyayangkan anggaran militer Indonesia yang sangat kecil. Di kawasan ASEAN, katanya, hanya Indonesia dan Laos yang dana pertahanannya kurang dari satu persen dari produk domestik bruto.
Selain alokasi kecil, orientasi TNI yang cenderung ke darat juga menjadi masalah. "Sudah saatnya laut dan udara diprioritaskan," kata dia. Direktur Jenderal Rencana Pertahanan, Departemen Pertahanan (Dephan) Laksda Gunadi mengakui TNI AD mendapat porsi anggaran terbesar. Dari Rp33,6 triliun dana pertahanan 2009, lebih dari Rp16 triliun diperuntukkan bagi matra darat. TNI AL mendapat jatah Rp5,5, triliun. Sedangkan matra udara hanya kebagian Rp3,9 triliun.
Meski demikian, anggaran TNI AD sebagian besar untuk belanja pegawai. "Hanya Rp2 triliun untuk operasional," kata Gunadi. Jumlah tersebut harus disebar ke 500 satuan kerja yang dimiliki. Diperkirakan, satuan terkecil yaitu komando rayon militer (koramil) hanya mendapat Rp4 juta per bulan.
Dari segi pembelian peralatan militer, TNI AD menjadi yang terkecil. TNI AL mendapat jatah sekitar Rp3 triliun, sedangkan TNI AU berkisar Rp2 triliun. "Matra darat tak sampai Rp1 triliun," kata dia. Hal senada diungkapkan Kepala Pusat Penerangan TNI Marsda Sagom Tamboen. Dia menolak anggaran doktrin TNI berorientasi darat.
Doktrin sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta tidak berarti mengacu kekuatan darat. "Semua komponen bangsa berperan menjadi kekuatan bersama," kata dia. Kekuatan sipil udara dan laut bisa dikerahkan sesuai ancaman yang ada.
JURNAL NASIONAL
No comments:
Post a Comment