Panser Anoa produksi PINDAD. (Foto: Puslatpur)
2 September 2012, Bandung: Timor Leste akan memesan panser atau tank dari PT Pindad Persero pada tahun ini. "Saat ini masih proses negosiasi, tinggal penyelesaiannya," kata Direktur Utama Pindad Adik Avianto, Sabtu, 1 September 2012.
Ia akan berangkat ke Timor Leste pada 12 September 2012 mendatang bersama tim perusahaan untuk menandatangani surat perjanjian dengan delegasi Timor Lester. Menurut Adik, Kementerian Pertahanan dan Kementerian Keuangan telah setuju dengan rencana ekspor panser.
Setelah penandatanganan, proses selanjutnya adalah membicarakan perjanjian pembayaran. Nantinya negara tersebut membayar secara kredit ke Bank Mandiri. Mengenai nilai pembelian, Adik belum bisa menjelaskan. Sebab, "Timor Leste belum memastikan jenis panser yang dipesan. Jadi tergantung kebutuhan," ujar Adik. Begitu juga dengan jumlah yang akan dipesan.
Harga panser dengan jenis 4 x 4 atau yang biasa digunakan pada medan ringan, seperti perkotaan, harga per unitnya Rp 4 miliar. Namun harga akan naik jika ditambah dengan aksesori seperti senjata atau kamera pengintai. Sedangkan panser bagi medan berat, atau jenis 6 x 6, harga per unitnya Rp 8 miliar.
Penjualan Alutsista ke Luar Negeri Diperketat
Pemerintah menerapkan kebijakan satu pintu untuk penjualan alutsista ke luar negeri. Nantinya, alutsista produksi perusahaan di bawah BUMN itu harus dijual melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan). Pemerintah tidak ingin penyimpangan dalam kasus penjualan senjata ke Filipina beberapa tahun lalu terulang lagi.
"Belajar dari kasus penjualan senjata sebelumnya yang ditengarai tidak sesuai negara tujuan, maka dalam penjualan produk-produk alutsista buatan dalam negeri, ke depannya akan dilakukan secara ketat, hanya satu pintu saja, yaitu Kemhan," ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro seusai menghadiri Raker dengan Komisi I DPR, Senin (3/9).
Hal ini disampaikan Menhan, terkait meningkatnya minat dan permintaan alutsista produksi dalam negeri oleh negara-negara di kawasan Afrika dan Timur Tengah.
Menhan mengatakan, penjualan senjata, Panser Anoa, pesawat patroli militer buatan PT DI, hanya akan dilakukan secara government to government atau G to G. "Hal ini sekaligus agar jelas, negara mana yang minat dengan produksi alutsista kita itu, jenisnya apa dan tingkat kebutuhannya. Kita tidak ingin alutsista produksi dalam negeri disalahgunakan juga," ujarnya.
Lebih lanjut Menhan mengatakan, tingginya minat negara lain terhadap alutsista produksi dalam negeri ini, diharapkan dapat menambah pemasukan negara di luar pajak. Menhan menambahkan, tingginya ketertarikan alutsista produksi dalam negeri dari negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika, merupakan potensi besar untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai pasar terbuka dari produk alutsista RI.
Sementara, Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq menyatakan memahami kebijakan pemerintah untuk menjual alutsista dalam negeri lewat satu pintu yaitu Kemhan. Meski demikian, DPR berharap ke depannya hal ini mesti dikaji ulang. Misal, membuat semacam perusahaan konsorsium atau holding company sendiri, yang khusus bertugas memasarkan alutsista produksi dalam negeri. Hal ini sejalan dengan pembahasan RUU Industri Pertahanan (Inhan).
"Kita harapkan UU Inhan itu nantinya, termasuk juga mengatur mekanisme penjualan alutsista dalam negeri, akan dilakukan oleh lembabaga mana. Sekarang ini kan yang berkembang akan dilakukan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), di mana di dalamnya juga ada Kemhan dan Menneg BUMN," ujarnya.
Sumber: TEMPO/Jurnal Parlemen
No comments:
Post a Comment