Departemen Kelautan dan Perikanan, HNSI Nunukan didukung TNI AL memasang rumpon Merah Putih guna mempertegas batas negara di wilayah Ambalat di bulan Februari 2009. Pemasangan rumpon menggunakan KRI Hasan Basri, dikawal KRI Patola.
8 Juni 2008, Nunukan -- Bukan hanya pihak Indonesia yang bersiap siaga dalam menghadapi segala kemungkinan terkait memanasnya sengketa blok Ambalat di Kaltim. Malaysia pun meningkatkan kesiagaan pasukan keamanan, utamanya di wilayah perbatasan.
Misalnya saja di Pos Penjagaan PGA (Polis Gerak Am) -di Indonesia biasa disebut Brimob- di Begusong, perbatasan Indonesia – Malaysia di Pulau Sebatik, yang biasanya dikepalai oleh sersan, saat ini diganti dengan personel berpangkat kapten.
“Kita tahulah situasi sekarang ‘kan macam (agak, Red) lain. Mesti ada perubahan,” terang warga Malaysia yang tak mau identitasnya dikorankan.
Selain pergantian komandan jaga, pihak Malaysia juga menambah personel. Jika sebelumnya hanya diperkuat 7 orang per pos jaga, sekarang ditambah menjadi 10 personel untuk setiap pos. Status pos jaga pun dinaikkan menjadi balai atau kantor.
Salah seorang anggota PGA di Wallace Bay (Pulau Sebatik bagian Malaysia) yang bertemu koran ini mengatakan, PGA telah dilatih tempur. Seragam pun diganti. Yang sebelumnya bermotif loreng warna kombinasi biru hitam, beberapa hari terakhir sudah berganti bermotif loreng kombinasi hijau tua dan hitam. Seragam baru pasukan PGA ini lebih gelap dibanding seragam loreng milik TNI. “Uniform (seragam) pun tak macam dulu. Sekarang kami gunakan uniform baru. Uniform lama susah nak (mau) disamarkan. Gampang terlihat. Mesti gunakan uniform tersamar,” terang personel PGA yang mengaku berasal dari salah satu negara bagian di Semenanjung Malaysia dan baru beberapa bulan terakhir ditugaskan pada Pos PGA di Wallace Bay.
Tuding Melanggar
Sementara itu, Pemerintah Malaysia tidak ingin dijadikan satu-satunya pihak yang disalahkan terkait kasus memanasnya masalah perbatasan di Ambalat. Mereka mencatat, Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebenarnya juga telah melakukan pelanggaran perbatasan sebanyak 13 kali.
Menteri Pertahanan Malaysia Datuk Seri Ahmad Zahid Hamidi juga siap menyampaikan nota protes ke pemerintahan RI. Protes itu disampaikan kepada delegasi Komisi I DPR RI Effendy Choirie dan Ali Mochtar Ngabalin. Kedua pihak bertemu dan melakukan pembicaraan di Putrajaya, Malaysia, pada Sabtu malam (6/6) lalu. Dua anggota dewan itu mendahului rombongan resmi yang baru akan berangkat Senin ini (8/6).
“Dia sampaikan TNI kita 13 kali melanggar. Tapi, sebenarnya dia (Menhan Malaysia, Red) tidak ingin memperpanjang masalah Indonesia-Malaysia terutama di blok Ambalat,” ungkap Effendy Choirie, kemarin (7/6).
Menurut Effendy, pemerintah Malaysia mengaku bisa memahami kalau pemerintah dan rakyat Indonesia memprotes keras masuknya kapal militer Malaysia ke wilayah Indonesia di Ambalat. Mantan ketua FKB di DPR RI itu menambahkan, Menhan Ahmad Zahid secara umum memberikan tanggapan positif atas keberatan Indonesia tersebut.
“Dia berjanji akan mempercepat proses penyelesaian sengketa RI-Malaysia,” tambah tokoh yang akrab disapa Gus Choi itu. Meski demikian, pemerintah Malaysia sadar jika jalan keluar penyelesaian tidak akan berlangsung mudah. Sebab, persoalannya bukan hanya sekedar soal perbatasan, tapi juga soal ekonomi.
Menurut Gus Choi, pemerintah Malaysia juga mengaku ingin tetap bertetangga baik dengan Indonesia. “Kami tidak akan berperang dengan Indonesia. Ya, bagaimana kami mau berperang, kalau pakaian tentara Diraja Malaysia itu masih produk Sritex Indonesia,” ungkap Gus Choi, menirukan apa yang disampaikan Ahmad Zahid.
Selain meminta agar segera ada penyelesaian dalam kasus perbatasan RI-Malaysia, Gus Choi dan Ali Mochtar juga menyampaikan protes pemerintah dan masyarakat Indonesia kepada menhan Malaysia yang baru menjabat sekitar 2 bulan tersebut. Pemerintah negeri jiran itu diminta tidak lagi melakukan provokasi militer di sekitar perairan Ambalat.
Siap Perang
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen menegaskan, posisi TNI di Ambalat sangat jelas, yakni mengamankan kedaulatan. “Tunjukkan dimana kita melanggar. Kita selalu sesuai prosedur,” katanya.
Menurut Sagom, TNI tidak akan bergeser sejengkalpun dari Ambalat. “Tidak hanya di sana, tapi di seluruh wilayah perbatasan negara. Kita berada di garis terdepan,” ujarnya. Bahkan, seluruh satuan TNI baik darat, laut maupun udara siap berperang jika memang ada perintah dari panglima tinggi, yakni Presiden SBY.
Penegasan komitmen siap perang itu juga disampaikan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso di Istana Negara pada Sabtu (6/6) malam. Usai mendampingi SBY menerima delegasi komisi 1, Djoko menjelaskan operasi rutin sudah dilakukan sepanjang tahun di sekitar Ambalat. “Prinsip TNI adalah kalau kita ingin damai kita harus siap perang,” tegasnya.
Perintah perang sesuai undang-undang, diberikan oleh presiden. Begitu komando turun, TNI harus langsung berperang. Dalam dua hari setelah perintah itu, DPR RI harus memberi persetujuan. Namun, jika tak disetujui, perintah itu harus dihentikan.
(Kaltim Post)
No comments:
Post a Comment