C-130H Hercules A97-012 terbang diatas Richmond, 22 Agustus 2006. RAAF memiliki 12 C-130H Hercules, dua unit (A97-009 dan A97-012) digrounded tanpa mesin di Richmond sejak 2009. RAAF berencana mempensiunkan C-130H dan hanya mengoperasikan 12 C-130J Hercules, 10 C-295J Spartan dan 6 C-17 Globemaster III. (Foto: RAAF)
17 Juli 2012, Jakarta: Biaya hibah empat unit pesawat Hercules dari Australia kepada Indonesia dinilai terlalu mahal. Hal ini dikatakan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq, saat menerima kunjungan Menlu Australia Bob Carr dan Dubes Australia untuk Indonesia Greg Moriarty serta sejumlah stafnya, di Ruang Pimpinan Komisi I, di Gedung Nusantara II lantai 2, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (16/7).
"Tadi juga ditanyakan soal hibah Hercules, yang informasi yang kita terima itu membutuhkan biaya sekitar 60 juta dolar AS. Ada informasi, biaya itu terlalu tinggi untuk retrofit, pengiriman, plus suku cadang," ujar Mahfudz.
Kata Mahfudz, sampai sekarang Komisi I sendiri belum mendapatkan penjelasan secara resmi dari Kementerian Pertahanan mengenai kontrak hibah tersebut, berapa besaran biayanya dan untuk item apa saja. "Tetapi dengan 60 juta dolar AS itu, Komisi I menganggap itu terlalu tinggi. Dan anggaran sebesar itu sebenarnya bisa digunakan untuk membeli beberapa Hercules yang baru," ujarnya.
Kata Mahfudz, pihak Menlu dan Dubes Australia pun mengatakan bahwa semua itu tergantung pada kontrak yang disepakati kedua belah pihak dan mereka mengatakan pihak Kemhan yang lebih paham untuk menjelaskan hal itu. "Yang jelas Komisi I belum duduk bersama Kemhan, karena tahun lalu Komisi I sudah pernah membahas bersama Kemhan di anggaran 2011 mengenai anggaran hibah empat Hercules. Itu sudah ada pembahasan, sudah disepakati, tetapi waktu itu Kemhan menyatakan ditunda hibah ini. Lalu anggaran hibah itu direalokasi untuk retrofit dan perawatan lima Hercules yang ada," tegasnya.
Jadi, kata Mahfudz, anggaran yang diajukan Kemhan untuk biaya hibah pesawat Hercules dari Australia yang diajukan pada 2011 itu, sudah direalokasi. Jadi, untuk hibah empat Hercules dari Australia yang disepakati antara Presiden SBY dan PM Australia beberapa pekan lalu, belum ada anggarannya.
"Oleh karena itu Komisi I menunggu usulan baru dari Kemhan mengenai sumber pembiayaan dari hibah ini. Ini yang akan kita tanyakan, kenapa lebih besar, seperti apa kontraknya. Dan, Komisi I meminta Kemhan untuk segera mengajukan inisiatif baru untuk anggaran hibah Hercules ini. Kalau tidak, dari mana sumber uangnya," ujarnya.
Kata Mahfudz, jika biaya perbaikan empat hibah Hercules itu diambil dari anggaran 2012, bisa terjadi penyalahgunaan anggaran, karena realokasi tanpa pembahasan dengan DPR.
"Ini baru MoU dan kontraknya belum berjalan. Kita mau lihat seperti apa kontraknya, kita belum tahu. Setelah kontrak, baru pembiayaan. Paling tidak akhir tahun ini rencana pengirimannya. Ini juga menjadi pertanyaan apakah ini akan dianggarkan di 2013, tapi yang kita dengar ini didorong pengirimannya akhir 2012. Apakah akan menggunakan anggaran lain-lain dari Kementerian Keuangan atau anggaran perubahan realokasi anggaran Kemhan."
Yang jelas, lanjut Mahfudz, sampai sekarang Kemhan belum mengajukan. "Tapi saya mendapat informasi kemarin bahwa ada pejabat Kemhan yang mengatakan bahwa anggaran itu masih ada karena belum pernah direalokasi. Saya katakan tidak," tegasnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
No comments:
Post a Comment