Upacara penandatanganan MoU hibah empat C-130H Hercules dari Pemerintah Australia ke Indonesia, yang dihadiri seorang anggota DPR RI. (Foto: RAAF)
10 Juli 2012, Jakarta: Wakil Komisi I DPR, Ramadhan Pohan, menolak tudingan penerimaan hibah C-130 Hercules melanggar UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara). Sebab, menurutnya, penerimaan hibah itu sudah dialokasikan dari tahun lalu.
"Sejak tanggal 19 agustus 2011 sudah ada wacananya," ujarnya di Senayan Jakarta, Selasa (10/7). Dikatakannya, alokasi dana itu sebesar Rp 64,4 trilyun untuk biaya perawatan, perbaikan, dan pengangkutan akomodasi pesawat.
"Biaya alokasi ini masuk dalam empat prioritas yang diajukan Komisi I DPR," tambahnya. Selain itu, hibah Hercules ini kata dia juga dapat berfungsi untuk mobilisasi bantuan bencana yang sudah sesuai dengan prosedur.
Penetapan alokasi ini, jelas Ramadhan, telah mendapat persetujuan dari anggota Komisi I DPR. Adapun penolakan itu hanya pada fraksi PDIP, namun tidak mencerminkan suara Komisi I secara keseluruhan.
Dia menjelaskan, alokasi anggaran yang dicanangkan saat ini bukanlah biaya pasti. Sebab, lanjutnya, biaya perawatan tiap pesawat akan berbeda. "Anggaran maksimal untuk tiap pesawat berbeda," jelas Ramadhan.
Sementara soal dugaan pembiayaan yang mahal atas C-130 Hercules ini, anggota fraksi Demokrat ini mengelak. Menurutnya, biaya pesawat berdasarkan audit engineering. "Kita tidak bisa sok tahu mengatakan mahal, karena biaya pesawat harus berdasarkan audit engineering terlebih dulu," katanya.
Legislator Partai Golkar: Hibah Hercules tidak Sah
Anggota Komisi I DPR RI yang membidangi Pertahanan, Luar Negeri, Intelijen, Informasi dan Komunikasi, Paskalis Kossay, mengatakan, proses hibah pesawat-pesawat Hercules dari Australia tidak melibatkan Legislatif.
"Karenanya, kami menganggap itu tidak sah, karena tidak melalui kesepakatan dengan DPR RI," tandasnya kepada ANTARA di Jakarta, Senin malam.
Ia mengatakan itu, menanggapi penandatanganan hibah empat unit pesawat militer Hercules antara Pemerintah Australia dengan Pemerintah Republik Indonesia (RI).
Bagi Paskalis Kossay dkk, cara-cara seperti ini jelas bertentangan dengan undang-undang.
"Makanya saya ingin mengingatkan Pemerintah, bahwa proses hibah itu tidak sah, karena itu tadi, tidak melalui kesepakatan dengan DPR RI," tegasnya lagi. Paskalis Kossay yang juga Koordinator Nasional (Kornas) Kaukus Papua di Parlemen Indonesia mengharapkan, agar jangan ada pihak mau menang sendiri dalam setiap kali ada perjanjian kerjasama menyangkut pengadaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) kita.
"Ini preseden buruk jika tidak ada langkah perbaikan," demikian Paskalis Kossay.
Sumber: Republika/ANTARA News
No comments:
Post a Comment