(Foto: Bintang Rock)
15 Maret 2012, Jakarta: Komisi I DPR menyetujui rencana pemerintah membeli enam pesawat tempur jenis Sukhoi 30MK2, karena hal itu sudah menjadi program strategis pemerintah. "Sebuah pesawat tempur itu tidak bisa cuma lima atau enam buah. Minimal itu satu skuadron, di mana jumlahnya sebanyak 16 unit," kata Wakil Ketua Komisi I, TB Hasanuddin, kepada wartawan usai menerima laporan dari LSM terkait kejanggalan pembelian enam Sukhoi tersebut, di DPR, Kamis (15/3).
Saat ini Indonesia sudah memiliki sebanyak 10 pesawat Sukhoi. Terdiri atas dua unit jenis Su-27SK, tiga unit jenis Su-27SKM, dua unit jenis Su-30MK, dan tiga unit jenis Su-30MK2.
Hasanuddin mengatakan, Komisi I akan memanggil kembali Kementerian Pertahanan pada pekan depan untuk menjelaskan lagi persoalan ini. "Nanti akan kita konfirmasikan, apakah benar pemilihan dari state kredit menjadi kredit eksport Indonesia justru akan merugikan,termasuk ada atau tidaknya rekanan lain selain Rosoboronextport, "ujarnya.
Pembelian enam Sukhoi dikritik karena dinilai ada kejanggalan dalam mekanisme pendanaan. Sebelumnya, pendanaan ditetapkan melalui kredit negara Pemerintah Rusia, tapi kemudian dipindahkan menjadi kredit ekspor. Pemerintah mengeluarkan anggaran sebesar US$470 untuk pembelian 6 unit pesawat tersebut.
Endriartono Dukung Pembelian Sukhoi
Mantan Panglima TNI, Jenderal TNI (Purn) Endriartono Sutarto, mengatakan, alat utama sistem persenjataan (Alutsista) yang kuat diperlukan untuk menjaga kedaulatan maupun kehormatan bangsa. Sebab tidak mungkin suatu negara dengan kekuatan angkatan perangnya yang lemah kemudian minta dihormati dan dihargai kedaulatannya. “Itu sangat tidak mungkinlah,” kata Endriartono Sutarto di Jakarta, Jumat (16/3).
Endriartono menjelaskan pengalamannya terkait pembelian pesawat Sukhoi dari Rusia saat menjawab Panglima TNI. “Saya mengusulkan kepada Ibu Megawati selaku Presiden waktu itu untuk membeli Sukhoi ke Rusia. Saat itu saya kesal sama AS (Amerika Serikat) karena seolah-olah mempermainkan kita dengan embargo militer. Meskipun waktu itu Dubes AS berkali-kali bertemu menyampaikan bahwa embargo militer akan dibuka, namun hal itu tidak pernah terjadi,” kata Endriartono mengenang peristiwa itu.
Menurut Endriartono, usulan untuk membeli Sukhoi itu mendapat persetujuan dari Ibu Megawati sebagai presiden waktu itu. “Saya sampaikan kita harus tunjukkan bahwa kita memiliki alternatif lainnya, tidak harus bergantung pada AS,” katanya.
Endriartono menjelaskan pembelian pesawat Sukhoi dan alat utama sistem persenjataan (alutsista) lainnya diperlukan agar negara lain berpikir 2-3 kali untuk mengutik-utik kedaulatan maupun kehormatan bangsa.
Sumber: Jurnas
No comments:
Post a Comment